Sukses

Sangat Rendah, Rasio Perpajakan Indonesia Disebut Mirip Uganda

Rasio pajak Indonesia terus turun dalam 5 tahun terakhir.

Liputan6.com, Jakarta Rasio perpajakan Indonesia disebut paling rendah di antara negara-negara di dunia. Padahal, secara pendapatan domestik bruto (PDB) berada di urutan ke-16 di dunia.

"Ini sungguh menyedihkan, kita nomor 16 di dunia dari PDB, tapi rasio perpajakan mirip Uganda," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan, Febrio N Kacaribu, Jumat (19/6/2020).

Hal ini diungkapkan Febrio lantaran banyaknya permintaan pemberian insentif fiskal dalam berbagai kesempatan. Baik itu yang dilakukan perusahaan kecil maupun perusahaan besar.

"Kalau semua minta insentif (fiskal) dari perusahaan besar dan perusahaan kecil ya susah," kata dia.

Rasio pajak Indonesia terus turun dalam 5 tahun terakhir. Sudah dipastikan dalam kondisi pandemi seperti saat ini akan lebih terpukul dari sebelumnya.

"Kalau dalam outlook 2020 akan lebih terpukul, akhir tahun ini (bisa) di bawah 9 persen," kata dia.

Dalam pemberian insentif harus dilihat secara cermat. Harus dipastikan insentif yang diberikan hasilnya efektif atau malah sebaliknya.

Ada banyak cara untuk menilai efektivitas pemberian insentif. Pertama bisa dilihat dari tax holiday yang digunakan mengindikasikan pendapatan secara signifikan.

Kemudian setelah itu bisa dilihat dari penciptaan value addict yang lebih besar dibandingkan kehilangan penerimaan pemerintah.

 

Saksikan video di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penilaian Lain

Kedua, dilihat dari investasi yang masuk ke perusahaan tersebut dalam beberapa tahun terakhir. "Investasi yang kita dorong yang berdaya saing tinggi yang terjemahannya jang mengakibatn CAD," jelas dia.

Ketiga penciptaan lapangan pekerjaan dan penyerapannya. Jika hal ini semua terjawab, maka akan mendorong industri tersebut menjadi lebih baik dengan adanya pemberian insentif fiskal.

Sebaliknya jika hasil evaluasi tidak efisien itu akan diubah arah kebijakan insentif fiskal.

"Jadi kita melihat insentif ini efektif apa enggak dalam menciptakan additional produk," katanya mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.