Sukses

Intip Strategi Sri Mulyani Kelola Utang Indonesia di 2021

Dalam menjalankan kebijakan pembiayaan utang ini, ada beberapa prinsip dasar yang dijalankan oleh pemerintah.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah telah menyiapkan sejumlah strategi pengelolaan utang di tahun depan. Dalam menjalankan kebijakan pembiayaan utang ini, ada beberapa prinsip dasar yang dijalankan oleh pemerintah.

"Di antaranya prinsip kehati-hatian (prudent), kemanfaatan untuk kegiatan produktif (productive), efisien dalam cost of funds (efficiency) dan perlu juga mempertimbangkan keseimbangan makro (macro equilibrium)," ujarnya dalam rapat paripurna di DPR, Jakarta, Kamis (18/6/2020).

Adapun komponen pembiayaan utang terdiri dari pinjaman dan SBN. Pemerintah semaksimal mungkin tetap melakukan pengendalian risiko agar risiko utang dalam batasan aman dan tidak mengganggu sustainabilitas (going concerns) dari APBN.

Salah satu upaya pengendalian yang dijalankan Pemerintah adalah dengan tetap memperhatikan rasio utang agar tetap manageable dan memenuhi aspek compliance yaitu tidak melampaui batas maksimal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebesar 60 persen terhadap PDB.

"Selain itu, upaya pengendalian risiko atas utang juga akan dilakukan Pemerintah dengan menerapkan disiplin secara ketat pada penerbitan SBN yang akan diupayakan berada dalam tren required yield yang terus menurun sejak 2021 dan pada tahun-tahun selanjutnya," paparnya.

Dalam konteks good governance, pemerintah juga akan melakukan penguatan dalam standar penerapan manajemen risiko utang terutama dalam proses asesmen dan protokol mitigasi ketika deviasi dalam indikator kinerja utang mengalami pelebaran.

Anggun P. Situmorang

Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rasio Utang Pemerintah Diprediksi Bengkak Jadi 35,88 Persen di 2021

Pemerintah terus menggelontorkan dana hingga ratusan triliun untuk menangani pandemi Corona, sekaligus untuk menjalankan pemulihan ekonomi. Dampak dari gelontoran dana tersebut membuat rasio utang pemerintah bengkak hingga 35,88 persen.

"Defisit akan berada pada 3,05 persen hingga 4,01 persen terhadap PDB sementara rasio utang akan naik di 33,8 sampai 35,88 persen terhadap PDB," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu dalam diskusi online, Jakarta, Rabu (17/6/2020).

Sebagai konsekuensi pemulihan ekonomi di 2020 dan 2021 serta penguatan fondasi perekonomian, maka defisit APBN masih relatif tinggi di 2021. Defisit ini akan dikurangi secara bertahap kembali ke disiplin fiskal 3 persen dari PDB paling lambat di 2023.

"Pembiayaan akan dilakukan secara terukur dan dilakukan dengan aman, hati-hati dan sustainable agar rasio utang terjaga dalam batas yang aman," jelasnya.

Febrio menambahkan, penarikan utang juga dilakukan untuk menggerakkan ekonomi di tengah pandemi. Selain itu, hal tersebut juga dilakukan dalam rangka mewujudkan keinginan Indonesia keluar dari jebakan negara middle income trap.

"Kebutuhan pembiayaan jangka pendek dan keinginan lepas dari middle income trap menjadi landasan penyusunannya," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.