Sukses

Ada Diskon Harga Rokok, Negara Berpotensi Rugi Rp 2,6 Triliun

Penyesuaian cukai rokok yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152/2019, dinilai tidak terimplementasi dengan baik

Liputan6.com, Jakarta - Penyesuaian cukai rokok yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152/2019, dinilai tidak terimplementasi dengan baik. Pasalnya, masih banyak rokok yang dijual di bawah Harga Jual Eceran (HJE), sehingga berpotensi mengurangi pendapatan negara dari cukai.

Adapun yang diatur dalam PMK teranyar ini, rata-rata kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) tahun 2020 sebesar 21,55 persen. Secara rerata, tarif CHT Sigaret Kretek Mesin (SKM) naik sebesar 23,29 persen, Sigaret Putih Mesin (SPM) naik 29,95 persen, dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan naik 12,84 persen.

Peneliti Kebijakan Publik, Emerson Yuntho membeberkan bahwa negara bisa kehilangan pendapatan dari cukai mencapai Rp 2,6 triliun akibat praktek dikson rokok.

Selain itu, harga rokok yang relatif murah menyebabkan masyarakat lebih mudah untuk menjangkaunya, mengingat dikenakannya cukai adalah sebagai upaya mengendalikan ketergantungan konsumsi rokok.

"Kenaikan ini menjadi ambigu ketika masih ada diskon rokok yang masih berlaku sampai saat ini, jadi satu sisi pemerintah menaikkan harga jual rokok tapi di sisi yang lain itu masih mungkin diberikan diakon. itu yang menyebabkan rokok menjadi tetap mudah terjangkau bagi masyarakat," ujarnya, Kamis (18/6/2020).

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dijual di Baawah Harga

Dalam pemaparannya, Emerson menyebutkan beberapa merek rokok yang dijual di bawah HJE, diantaranya Dunhill isi 16 yang dijual dengan Harga Transaksi Pasar (HTP) Rp 20 ribu per bungkus dari HEJ nya Rp 27.200 per bungkus, LA Bold dengan HTP Rp 25 ribu per bungkus dari HEJ Rp 34 ribu, Sampoerna A Mild dengan HTP 15 ribu per bungkus dari HJE 20.400, dan Promild yang dijual dengan HTP 20.700 dari HJE 27.200 per bungkus.

"Potensi penerimaan dari PPh badan akibat diskon rokok dari simulasi sederhana yang kami lakukan itu paling tidak ada Rp 2,6 triliun," kata dia.

Perkiraan ini didasarkan pada data dari kajian INDEF pada 2019 yang menyatakan potensi hilangnya PPH Badan dari kebijakan diskon rokok senilai Rp 1,73 triliun ditambah kenaikan rerata HJE segmen SKM dan SPM sebesar 52,1 persen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.