Sukses

Riset Morgan Stanley: Penerapan New Normal di Indonesia Masih Berisiko

Di tengah pembukaan kembali kegiatan ekonomi di beberapa negara di Asia, perhatian semua pihak tertuju pada risiko gelombang kedua virus corona.

Liputan6.com, Jakarta - Kembali dibukanya kegiatan perekonomian di beberapa negara Asia selain Jepang (AxJ) sejak akhir April dan awal May, mulai memantik sinyal adanya gelombang kedua persebaran Covid-19 akibat mobilisasi yang kembali intens.

Dalam riset terbaru Morgan Stanley (MS) “Tracking Covid-19 Second Wave and Macro Recovery” oleh Deyi Tan, Zac Su, Jin Choi, dan Jonathan Cheung , mengungkapkan bahwa di tengah pembukaan kembali kegiatan ekonomi di beberapa negara di Asia, perhatian semua pihak tertuju pada risiko gelombang kedua dan dampaknya pada permintaan domestik.

Data MS menunjukkan di China dan Korea mencatatkan insiden baru kasus positif pada kelompok tertentu masih relatif kecil.

Sedangkan di Taiwan, Hong Kong, Thailand, dan Malaysia, kasus harian Covid-19 telah menurun dan tetap dipantau meskipun kegiatan ekonomi telah dibuka.

"Namun, terdapat risiko pada situasi COVID-19 di India, Indonesia, dan Filipina," tulis Morgan Stanley (MS) dalam keterangan resmi, Sabtu (13/6/2020).

Sementara itu, dalam riset ini MS juga menemukan bahwa indikator mobilitas menunjukkan lebih banyaknya aktivitas di luar akibat pembukaan kembali kegiatan ekonomi.

Mobilitas relatif lebih baik terjadi pada ekonomi negara yang telah lebih dahulu menerapkan pembatasan sosial ringan dan yang tidak menerapkan lockdown, seperti China, Korea, Hong Kong, dan Taiwan, serta mobilitas yang relatif lebih lemah terjadi di Thailand, Malaysia, Filipina, Indonesia, Singapura, dan India.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

China Pimpin Pemulihan Ekonomi

China terus memimpin dalam pemulihan ekonomi di AxJ dan secara global akibat stimulus kebijakan untuk mendongkrak sektor pelayanan dan indikator perekonomian. Menyusul setelahnya ada Korea, dengan indikator permintaan domestik pada bulan Mei-Juni yang bangkit dari posisi terendah sebelumnya, namun ekspor memburuk menjelang akhir Mei.

Di Taiwan, nasib ekspor tidak seburuk Korea, meski indikator permintaan domestik pada Mei tetap lemah. Di India, indikator mingguan, misalnya, kredit bank, pemberhentian kerja, registrasi kendaraan, listrik juga tetap lemah.

Sedangkan pada negara ASEAN, data points tambahan dan terbatas dari Morgan Stanley, seperti penjualan semen Indonesia dan volume penjualan kembali properti Singapura pada bulan Mei stabil di tingkat lemah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.