Sukses

Tagihan Listrik Bengkak, 65.786 Pelanggan Mengadu ke PLN

PLN telah menerima aduan dari 65.786 pelanggan di seluruh Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Lonjakan tagihan listrik yang dialami sebagian besar masyarakat membuat hotline PLN kebanjiran pengaduan.

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril menyatakan, hingga saat ini pihaknya telah menerima aduan dari 65.786 pelanggan di seluruh Indonesia. Jumlah itu juga diprediksi akan terus bertambah.

"Posko pengaduan khusus tagihan yang dibuka untuk seluruh Indonesia sampai saat ini menerima keluhan 65.786 pelanggan, per jam ini ya, karena nanti ini naik terus," kata Bob dalam diskusi online, Kamis (11/6/2020).

Bob bilang, pelanggan dari Jakarta, Bandung dan Surabaya menyampaikan keluhan kenaikan tagihan listrik. Sedangkan Makassar juga serupa, tapi tidak sebanyak tiga daerah tersebut.

"Banyaknya di Jakarta, Bandung, Surabaya. Makassar tidak begitu banyak," katanya.

PLN sendiri membuka Posko Informasi Tagihan Listrik di Kantor Pusat PLN sejak Mei, tepatnya ketika pandemi Corona tengah keras-kerasnya menghantam ekonomi masyarakat.

Tidak cuma posko pengaduan, PLN juga menyediakan layanan contact center PLN melalui berbagai kanal, seperti telepon, akun twitter @PLN_!23, Facebook PLN 123, email pln123@pln.co.id, Instagram @PLN123_Official serta Aplikasi PLN Mobile yang siap menerima aduan 24 jam.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

PLN Klaim Tagihan Listrik yang Melonjak Murni karena Pemakaian Pelanggan

Polemik tarif listrik yang membengkak di tengah pandemi terus bergulir. PLN juga berkali-kali mengklarifikasi bahwa pihaknya tidak menaikkan tarif listrik sejak 2017.

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PT PLN Bob Saril menegaskan, tagihan listrik yang melonjak murni disebabkan pemakaian dari pelanggan sendiri.

"Yang kita catat itu murni dipakai pelanggan. Kenaikan ini murni disebabkan kenaikan pemakaian ditambahkan carry over karena PSBB petugas enggak bisa catat meteran," ujar Bob dalam diskusi virtual, Kamis (11/6/2020).

Bob menjelaskan, formula tarif listrik terdiri dari dua variabel, yaitu volume pemakaian listrik dikali tarif yang berlaku di segmen pelanggan. Karena tarif tidak naik, maka variabel volume diduga menjadi pemicu melonjaknya tarif listrik.

Petugas PLN, di masa pandemi ini, menyampaikan tagihan listrik berdasarkan angka stand meter rata-rata 3 bulan terakhir. Hal ini disebabkan petugas tidak datang mencatat meteran secara manual.

Misalnya, pemakaian terakhir tercatat hingga 100 kWh, artinya dasar penagihan tarif listrik di satu rumah tangga yaitu 100 kWh. Di bulan April, misalnya, pemakaian mencapai 120 kWh. Bulan Mei, pemakaian mencapai 140 kWh.

"Nah, kan lebihannya 20 (dari April) ditambah 40 (dari Mei), yaitu 60 kWh, artinya ini belum ditagihkan oleh PLN awalnya. Lalu bulan Juni pemakaian 140 kWh. Nah ada carry over 60 kWh, ini totalnya berarti 200 kWh, dan ditagih pada bulan itu, jadi kelihatannya seperti naik 200 persen," jelas Bob.

Oleh karenanya, untuk meringankan pelanggan listrik, PLN membagi tagihan carry over itu untuk penagihan di 3 bulan selanjutnya.

"Jadi dari carry over 60 kWh tadi, 40 persennya dibebankan ke rekening Juni, yaitu sekitar 24 kWh. Lalu sisanya 46 kWh dibagi ke 3 bulan berikutnya," kata Bob.

3 dari 3 halaman

Kementerian BUMN Buka Suara Soal Kontroversi Tarif Listrik

Sebelumnya, Kementerian BUMN ikut buka suara. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyatakan, tidak ada kenaikan tarif yang ditetapkan oleh PLN.

"Dari tahun ke tahun sama saja. Yang naik tagihan. Kenapa naik? Karena pemakaian kita di rumah, banyak yang dipake listrik di rumah, karena selama kerja di rumah listrik juga tinggi," jelasnya kepada wartawan, Rabu (10/6/2020).

Arya melanjutkan, PLN sudah sangat jelas memberikan keterangan soal tarif listrik tersebut. Terkait tagihan yang melonjak, dirinya berkata bahwa penghitungan meteran listrik menggunakan rata-rata 3 bulan terakhir lantaran petugas meteran tidak datang ke rumah untuk menghitung.

Dalam perhitungan 3 bulan itu, ada kelebihan penggunaan yang mungkin disebabkan WFH yang belum terhitung. Sehingga saat petugas melakukan perhitungan terbaru, jumlah tagihannya membengkak.

"Pada bulan ke-3 teman-teman PLN datang, dicek ternyata ada kelebihan. Nah ini pada 2 bulan sebelumnya, pada 1 bulan sebelumnya, ditambah kelebihan bulan ketiga mereka jumlahkan ke atas, jadi nambah," jelasnya.

Meski begitu, PLN memberikan keringanan agar tagihan tarif listrik yang kelebihan itu bisa dicicil 2 hingga 3 bulan.

"Jadi kalau dibilang PLN membohongi, nggak bisa, karena meterannya jelas, angkanya jelas, listrik angkanya jelas, meteran ada di rumah pelanggan bukan di PLN," kata Arya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.