Sukses

Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Kebijakan Rokok Murah

Pemerintah membolehkan produsen rokok menjual produknya di bawah 85 persen dari harga jual eceran (HJE).

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR Yahya Zaini menyayangkan terjadinya fenomena rokok murah yang dijual dibawah harga banderol. Menurut Yahya, hal ini bertentangan dengan program perlindungan anak.

“Karena salah satu sebab anak dan remaja merokok lantaran harga rokok yang murah. Rokok murah membuka peluang anak-anak terpapar bahaya rokok,” kata Yahya di Jakarta, Senin (8/6/2020).

Seperti diketahui, aturan mengenai rokok murah ini tercantum pada Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor 37/2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Menurut dia, dalam beleid tersebut, pemerintah membolehkan produsen rokok menjual produknya di bawah 85 persen dari harga jual eceran (HJE), atau harga banderol, sepanjang dilakukan di kurang dari separuh kantor wilayah pengawasan kantor Bea Cukai seluruh Indonesia.

Catatan terakhir pemerintah, saat ini terdapat sekitar 98 kantor bea cukai yang dihitung sebagai basis pengawasan dan masing-masing kantor dapat membawahi lebih dari satu kabupaten/kota. Artinya, produsen masih dapat menjual rokok murah dengan harga di bawah 85 persen banderol di lebih dari 49 kabupaten/kota seluruh Indonesia.  

Zaini menjelaskan, dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 152/2019, Pemerintah sudah menetapkan harga jual rokok tidak boleh kurang dari 85 persen harga bandrol pada bungkus rokok. Sementara di lapangan masih ditemukan harga dibawah itu.

“Penetapan cukai rokok merupakan instrumen untuk mengendalikan konsumsi rokok. Karena itu, pemerintah selalu menaikkan tarif cukai rokok dari tahun ke tahun. Tapi kalau di lapangan selalu ada pelanggaran-pelanggaran seperti ini dan dibiarkan, maka tujuan tersebut tidak akan tercapai,” ujar Zaini.

Menurut Zaini, terjadinya penyimpangan lantaran pengawasan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Karena itu, saya minta Dirjen Bea Cukai bertindak tegas tanpa pandang bulu.

“Saya setuju adanya tindakan tegas dan konsisten terhadap penyimpangan tersebut. Sekali lagi Bea Cukai bertanggung jawab soal ini,” katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tak Dijangkau Anak-Anak

Zaini menambahkan selain berdimensi ekonomi rokok juga punya dampak sosial. Pemerintah bersama masyarakat harus menjaga agar rokok tidak menjangkau anak-anak dan remaja kita.

“Oleh karena itu aturan tersebut perlu untuk ditinjau kembali demi menyelamatkan generasi muda Indonesia sehingga menjadi generasi yang cerdas, sehat dan unggul,” tutup Zaini.

Hal senada disuarakan oleh Ketua Yayasan Lentara Anak Lisda Sundari. Ia meminta agar kebijakan diskon rokok ditinjau ulang karena tergolong produk berbahaya dan perlu pengawasan peredarannya. Lisda menyebutkan, ada dua penyebab tingginya perokok anak yang saling berkaitan erat, yaitu praktik iklan rokok yang sangat leluasa menyasar anak-anak sebagai target pemasaran produknya, dan harga rokok yang relatif terjangkau dimana memudahkan anak-anak membeli rokok.

"Praktik diskon rokok akan memperburuk upaya-upaya pencegahan perokok anak, karena harga rokok akan semakin murah dan anak-anak semakin mudah menjangkaunya," jelas Lisda. 

Karena itu, Lentera Anak mendesak pemerintah dalam hal ini Direktrorat Jenderal Bea Cukai untuk meninjau kembali aturan yang memungkinkan rokok dijual lebih murah, sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap perlindungan anak dan masa depan bangsa.*

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini