Sukses

Saham Alibaba Cs Anjlok Usai Senat Loloskan RUU yang Bisa Depak Perusahaan China dari Bursa AS

Hubungan dagang antara AS dan China semakin renggang dan justru menimbulkan kondisi yang berbahaya bagi investor.

Liputan6.com, Jakarta Senat Amerika Serikat (setara DPD di Indonesia) meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) di bidang pasar modal, yang membidik perusahaan-perusahaan China seperti Alibaba dan Baidu untuk keluar dari bursa negara Paman Sam. Perusahaan ini akan didepak jika tidak memenuhi aturan audit pemerintah.

Mengutip laman Bloomberg, Minggu (31/5/2020), bergulirnya Holding Foreign Companies Accountable Act atau RUU Akuntabilitas Perusahaan Asing ini menambah ketegangan perang dingin antar dua negara yang sudah lama terjadi.

RUU ini dicanangkan Senator Louisiana John Kennedy dari Partai Republik dan Senator Maryland Chris Van Hollen dari Partai Demokrat.

Beleid ini diperjuangkan untuk mempertahankan kepentingan investor AS. Selama ini, AS mencurigai operasional bisnis perusahaan China dikendalikan pemerintah Negeri Tirai Bambu tersebut untuk keperluan mata-mata.

Adapun, RUU tersebut sudah diloloskan senat pada Rabu (20/5/2020) dan tinggal menunggu persetujuan dari House of Representative (setara DPR). Jika sudah lolos, maka beleid akan ditujukan kepada Donald Trump selaku Presiden AS untuk diklarifikasi.

Kennedy bilang, jika perusahaan tidak bisa menunjukkan bahwa mereka bebas dari kendali, atau jika Dewan Pengawas Akuntansi Perusahaan Publik tidak bisa mengaudit perusahaan dan membuktikan mereka bebas dari kendali, maka perusahaan harus bersiap untuk dicoret dari bursa AS.

"Saya tidak mau perang dingin. China harus mengikuti aturan mainnya," kata Kennedy.

Van Hollen menambahkan, perusahaan publik harusnya bisa sama-sama transparan terutama untuk investor sehingga RUU ini masuk akal untuk diperjuangkan.

Sementara itu mengutip laman Wall Street Journal, perusahaan China yang ingin bertahan di pasar AS harus "mengizinkan" diri mereka diaudit Pemerintah AS agar terbukti tidak menjadi mata-mata negaranya.

Memang, perusahaan tidak akan langsung keluar dari lantai bursa AS. Tapi investor justru khawatir karena sejak berita RUU tersebut menggema, saham perusahaan China turun tajam.

Kondisi itu diperparah adanya pandemi Corona yang belum usai. Saham Alibaba dan JD.com tercatat merosot 8 persen, sementara saham Baidu turun 5 persen.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hubungan Renggang

Ujungnya, hubungan dagang antara AS dan China semakin renggang dan justru menimbulkan kondisi yang berbahaya bagi investor.

"Perusahaan China telah gagal memenuhi standar yang diterapkan pemerintah AS. Masalahnya, kegagalan tersebut justru menuju ke arah yang salah dan perilaku yang tidak pantas pun terjadi," kata Michael Farr, presiden firma manajemen keuangan Farr, Miller & Washington.

Dan ternyata, menurut data pemerintah AS, perusahaan China memang tidak rutin memberikan akses audit perusahaan kepada pemerintah.

Setidaknya 200 perusahaan dengan nilai pasar USD 1,4 triliun yang tercatat bandel melaporkan akses auditnya (menurut data S&P Global Market Intelligence).

China memang ketat dalam membagikan akses audit perusahaan kepada pihak ketiga karena bertentangan dengan prinsip kerahasiaan mereka.

Oleh karenanya, ahli keuangan hingga ahli kebijakan AS yakin RUU ini bakal disahkan secepatnya oleh House of Representative.

"Saya pikir, RUU ini bakal lolos ke House of Representative dalam waktu dua bulan ke depan, saya harap dalam formulasi yang lebih rigid," ujar perwakilan House of Representative, Brad Sherman.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini