Sukses

Harga Minyak Turun di Tengah Meningkatnya Ketegangan AS-China

Harga minyak sempat naik tajam dalam beberapa pekan terakhir karena pelonggaran lockdown.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun pada perdagangan Senin di tengah kekhawatiran meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China. Beijing berencana untuk memberlakukan undang-undang keamanan di Hong Kong dan kemungkinan akan mendapat sanksi dari Washington.

Mengutip CNBC, Selasa (26/5/2020), harga minyak telah naik tajam dalam beberapa pekan terakhir karena pelonggaran lockdown. Permintaan mengalami peningkatan tetapi ternyata ketegangan antara AS dengan China membatasi sentimen tersebut.

Harga minyak Brent turun 19 sen atau 0,5 persen ke level USD 34,94 per barel. Sedangkan harga minyak AS turun 6 sen atau 0,2 persen menjadi USD 33,19 per barel.

Kedua harga minyak tersebut telah meningkat selama empat minggu terakhir, meskipun harga masih turun sekitar 45 persen sepanjang tahun ini.

Polisi Hong Kong membubarkan ribuan orang yang melakukan unjuk rasa menentang rencana Beijing untuk memberlakukan undang-undang keamanan nasional di kota tersebut. Pembubaran tersebut dengan menggunakan gas air mata.

"Undang-undang keamanan Hong Kong bisa memicu risiko perang dagang dalam skala besar," kata analis AxiCorp Stephen Innes. Menurutnya, perang dagang ini menambah kekhawatiran mengenai laju stimulus kebijakan China.

Hubungan antara Washington dan Beijing memang memburuk sejak pecahnya virus Corona. Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping terus saling menyindir selama pandemi, termasuk tuduhan menutup-nutupi dan kurangnya transparansi. Hal ini membuat harga minyak terombang-ambing.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perdagangan Sebelumnya

Sebelumnya, harga minyak telah terjun bebas ke wilayah negatif sebulan lalu, dimana harga West Texas Intermediate (WTI) menetap di negatif USD 37,63 per barel.

Meskipun harga negatif terlihat jelang berakhirnya kontrak pada Mei, kontrak Juni juga turun ke dekat USD 10 per barel. Alih-alih terjun kembali ke wilayah negatif, kontrak Juni terus menguat di sepanjang bulan Mei, berakhir di atas USD 30 per barel.

Melansir dari laman forbes, Senin (25/5/2020), berikut faktor-faktor yang menyebabkan berubahnya harga minyak secara dramatis;

Yang pertama adalah bahwa jumlah rig minyak AS jatuh pada tingkat tercepat dalam catatan. Sejak 13 Maret, jumlah rig dipotong setengahnya hanya dalam waktu enam minggu, dan sekarang telah turun 65 persen sejak tanggal tersebut.

Hitungan rig yang jatuh adalah indikator bahwa produksi minyak masa depan di AS mungkin lebih rendah dari yang seharusnya. Namun, jatuhnya harga juga berdampak signifikan pada produksi minyak AS saat ini.

 

 

 

Kemudian, pada akhir Maret AS masih memproduksi 13 juta barel per hari (barel per day/BPD) minyak. Namun pada pertengahan Mei, jumlah itu telah turun lebih dari 10 persen menjadi 11,5 juta BPD.

Satu-satunya waktu di mana AS mengalami penurunan cepat produksi 1,5 juta BPD adalah setelah Badai Katrina pada 2005, tetapi produksi dengan cepat dapat kembali normal setelahnya.

Ketiga, yang juga telah membantu rebound harga minyak adalah permintaan yang menunjukkan tanda-tanda pemulihan.

Menurut Administrasi Informasi Energi (EIA), pada awal Maret, konsumsi produk minyak bumi AS telah mencapai 21,9 juta BPD. Itu adalah salah satu angka permintaan mingguan tertinggi dalam catatan.

Sebulan kemudian, dengan sebagian besar negara dalam kebijakan pembatasan sosial, permintaan telah turun menjadi 13,8 juta BPD. Itu hanya sekitar 10 hari sebelum kontrak Mei anjlok ke wilayah negatif.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini