Sukses

Industri Manufaktur di Jabar Tertekan Akibat Perang Dagang dan Corona

Sebanyak 20 persen pabrik manufaktur Indonesia ada di Jawa Barat dan hampir sebagian besar manufaktur ini tujuannya ekspor.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Divisi Stabilisasi Ekonomi Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Provinsi Jabar Rahmat Taufik menyatakan, sebagian besar industri terutama di kawasan Bekasi, Karawang, Purwakarta, dan sekitarnya semakin tertekan dengan pandemi COVID-19 ini.

Menurut Rahmat yang juga Kepala Biro Ekonomi Setda Provinsi Jabar, tekanan sudah dimulai sejak akhir tahun 2019 akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Dengan pandemi ini, tekanan kepada dunia industri menjadi ganda.

"Tekanan ke industri ini tidak hanya pada saat ada pandemi. Jawa Barat salah satu paling parah mendapat tekanan karena akhir tahun November, Desember 2019 ini perang dagang AS- China. Mengakibatkan laju ekonomi kita baru kita di bawah nasional, kerena bahan baku beberapa masih bergantung ke luar negeri, termasuk China," ujar Taufik dalam keteragan resminya ditulis Bandung, Sabtu (16/5/2020).

Ketika skala wabah meningkat, banyak pelabuhan di China ditutup yang menghambat proses produksi, termasuk bahan baku untuk alat pelindung diri (APD). Itu menjadi pemicu banyaknya PHK. Rahmat mengatakan, Jabar memegang peran strategis dalam menopang perindustrian nasional.

Sebanyak 20 persen pabrik manufaktur Indonesia ada di Jawa Barat dan hampir sebagian besar manufaktur ini tujuannya ekspor. Semisal sektor automotif, elektronik, tekstil yang hampir semua lokasinya di Jawa Barat.

Selain industri manufaktur, pandemi juga berdampak pada pariwisata. Rahmat menjelaskan, Jawa Barat juga merupakan daerah tujuan wisata.

Sementara tempat wisata semua ditutup, sehingga berbagai sektor terdorong juga untuk mundur seperti kuliner, perhotelan, dan tenaga kerja lain yang ada di pariwisata. Kondisi saat ini, petani dan peternak pun kesulitan menjual komoditasnya karena tidak ada pembeli.

"Ini berakibat ke daya beli masyarakat di Jawa Barat. Mengakibatkan juga pangan terhambat, karena pasar induk mengurangi omzetnya, karena pasokannya juga berkurang. Mei (seharusnya) puncaknya panen. Padi harusnya panen, peternak sudah menyiapkan pula untuk panen di bulan puasa dan lebaran, peternak kesulitan menjual," ujar Rahmat.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Inflasi Tinggi

Ironi terjadi karena di tingkat produksi harga jatuh, tapi di tingkat konsumen harga tetap melambung tinggi. Maka kata Rahmat, dipastikan inflasi masih meninggi.

Untuk meminimalisasi dampak dari tertekannya berbagai sektor industri dan pertanian, Pemda Prov Jabar berkoordinasi dengan asosiasi pengusaha dan pemerintah kota serta kabupaten.

"Di sektor pangan kita masih melakukan berbagai koordinasi untuk penyerapan di sentra produksi, juga di berbagai pasar," tambah Rahmat. Sementara untuk masyarakat menengah atau pun kecil, selain bansos dari pemerintah pusat, Pemda Prov Jabar bekerja sama dengan PT Pegadaian agar masyarakat tetap bertahan dan mengamankan asetnya.

Pemda Provinsi Jabar juga mengeluarkan Bantuan Tidak Terduga untuk menyerap produk APD yang dibuat oleh UKM.

“Ini membuat Jawa Barat juga daerah penghasil APD di masa pandemi ini, sekaligus sedikitnya menyelamatkan ekonomi,” kata Rahmat. (Arie Nugraha)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini