Sukses

Pengusaha Mulai Kehabisan Nafas, Pemerintah Diminta Tambah Stimulus

Curhatan sejumlah pengusaha ditengah pandemi Virus Corona

Liputan6.com, Jakarta - Kalangan pengusaha meminta pemerintah segera memformulasikan stimulus dunia usaha yang lebih masif guna menekan dampak Covid-19.

Pengusaha berharap pemerintah dan OJK agar memperluas basis debitur yang mendapatkan restrukturisasi kredit, sehingga tidak terbatas pada debitur dengan plafond pinjaman Rp10 miliar rupiah. Mereka menilai industri yang terkena dampak Covid-19 merata, mulai dari industri kecil dan menengah hingga industri besar.

Ketua Umum Indonesia National Shipowners' Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, saat ini kondisi yang dirasakan akibat dampak Covid-19 bukan cuman sektor UMKM namun sudah merambah ke industri besar yang salah satunya adalah industri pelayaran.

Sejak sebulan masa pandemik Covid-19 di Indonesia, angkutan laut untuk penumpang sudah mengalami penurunan sebesar 50-70 persen, ditambah lagi dengan adanya kebijakan PSBB dan pembatasan pergerakan orang, jumlah arus penumpang bisa dikatakan turun 100 persen. Sedangkan biaya operasional kapal tetap berjalan, termasuk biaya investasi berupa pokok dan bunga pinjaman bank.

Adapun sektor angkutan kontainer, satu bulan terakhir telah mengalami penurunan volume cargo karena dampak dari pembatasan operasional sektor industri di beberapa tempat.

Ditengah situasi yang terjadi tersebut, pelaku usaha angkutan kontainer mengalami kesulitan pembayaran tagihan dari pelanggan. Disisi lain operasional perusahaan harus tetap dijaga agar berjalan dengan baik terutama yang terkait dengan faktor keselamatan.

Turunnya harga minyak disaat pandemik Covid-19, sangat berdampak pada sektor angkutan migas dan pelayaran lepas pantai ( offshore ). Sebagian besar perusahaan minyak melakukan efiensi dan salah satunya adalah meninjau ulang harga sewa kapal hingga turun 30-40 persen.

“Beberapa sektor angkutan laut tersebut sudah merasakan himpitan yang besar seiring tekanan dari dampak Covid-19 yang melumpuhkan sebagian sektor ekonomi,” ujar Carmelita kepada wartawan, Rabu (13/5/2020).

Karena itu dia berharap pemerintah bisa segera merealisasikan relaksasi pinjaman akibat tekanan Covid-19.

“Harus ada langkah cepat tepat dan berkesinambungan, dengan resiko yang terukur. Dan itu tidak bisa ditunda lagi, harus segera dilakukan, untuk melengkapi paket kebijakan pemerintah sebelumnya seperti stimulus pajak. Jika tidak, kondisi negatif cashflow yang dialami saat ini dalam waktu dekat akan mengakibatkan perusahaan berhenti beroperasi dan akan banyak korban PH," tegasnya.

"Perlu diingat bahwa membangun kembali industri pelayaran memerlukan waktu yang lama dan industri pelayaran merupakan infrastruktur maritim yang menjadi tulang punggung bagi negara maritim seperti Indonesia,” pungkas dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penerbangan

Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan pemerintah harus mengambil langkah cepat jika tidak ingin pendemi Covid-19 semakin menekan ekonomi lebih dalam lagi.

Gejala krisis sudah sangat tampak pada ekonomi kuartal I/2020 yang hanya tumbuh sebesar 2.97 persen.

“Jelas pertumbuhan ini terganggu akibat konsumsi masyarakat yang terdampak Covid-19, terutama di sektor jasa dan transportasi,” ungkapnya.

Jika pada kuartal kedua, pemerintah tidak mengupayakan paket kebijakan yang lebih besar sebagaimana dilakukan negara-negara lain yang mengalokasikan belanja Covid-19 lebih hingga di atas 2 persen dari PDB, kemungkinan kontraksi ekonomi dan arus PHK akan berlanjut.

“Saat ini, cashflow perusahaan penerbangan yang sensitif terhadap nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing, sudah mulai kesulitan bernapas,” ucapnya.

Beberapa diantaranya, tidak dapat bertahan sampai tahun depan jika masalah pandemi ini tidak segera ditekan. Belum lagi dampak langsung kepada industri pendukung seperti airport, airnav dan penyelenggara avtur yang tidak mungkin terus melangsungkan kegiatan operasionalnya tanpa pendapatan usaha yang diperoleh dari maskapai.

"Kami di industri maskapai dalam negeri pun sudah megap-megap. Padahal ini industri yang cukup besar, padat karya dengan valuasi di atas miliaran rupiah," papar Denon.

Dia menilai sudah saatnya pemerintah menambah stimulusnya dari sekitar 2,5 persen terhadap PDB menjadi 5 atau 10 persen terhadap PDB.

 

3 dari 3 halaman

Organda

Ketua umum DPP Organda Andre Djokosoetono mendorong agar pemerintah mengkaji kembali program restrukturisasi kredit. Menurutnya, tidak semua pengusaha transportasi darat yang mendapatkan fasilitas ini. Hanya pengusaha dengan armada dalam jumlah terbatas yang bisa memperoleh.

Padahal, pengusaha dengan jumlah armada besar pun kesulitan di tengah pandemi ini. Umumnya, perusahaan - perusahaan ini mempekerjakan pegawai dalam jumlah besar.

“Yang unik di transportasi darat adalah UMKM. Ada 2 jenis UMKM di sektor transportasi darat: pertama adalah UMKM yang seutuhnya independen seperti angkot, angling, dan lainnya. Tetapi ada UMKM jenis kedua, yaitu yang bernaung dibawah perusahaan besar bahkan regional, yaitu perusahaan aplikasi. Jika UMKM jenis kedua ini mendapatkan kemudahan maka juga perlu diperhatikan perusahaan nasional walaupun bukan UMKM,” ujarnya.

"Kami minta insentif diperluas dan lebih merata. Jika kondisi in terus berlangsung, perusahaan transportasi umum hanya bisa bertahan 1-2 bulan," tambah Andre.

Dibutuhkan langkah cepat menagani dampak pandemi. Salah satunya diusulkan oleh Badan Angggaran DPR dengan meminta Bank Indonesia mencetak uang. Ketua Banggar DPR, Said Abdullah, usulan itu masuk akal, terutama dari sisi inflasi yang kerap kali dikhawatirkan.

"Kalau nyetak uang Rp600 triliun kemudian seakan-akan uangnya banjir, tidak juga. Hitungan kami kalau BI nyetak Rp600 triliun, itu inflasinya sekitar 5-6 persen, tidak banyak. Masa Rp 600 triliun tiba-tiba inflasi akan naik 60-70 persen, tidak juga kalau menurut kami,” ungkapnya.

Sementara itu ekonom Center of Reform on Economic (CORE), Mohamad Faisal mengatakan, tidak hanya pemerintah pusat namun sudah saatnya Bank Sentral ikut aktif berperan membantu krisis pandemi Covid-19 secara nyata dengan mengucurkan likuiditas kepada sektor-sektor ekonomi.

“Paling ektrem ya bisa dilakukan dengan mencetak uang. Tapi karena kondisi saat ini saya kira itu tidak salah dilakukan selama resikonya terukur. Apalagi sebelum masa pandemi Covid terjadi di dalam negeri masih keurangan likuiditas,” ungkapnya.

Dia menjelaskan porsi GDP nasional hanya sekitar 40 persen dari jumlah uang yang beredar di masyarakat sehingga saat ini dibutuhkan banyak uang yang dalam bentuk cash. Dia menambahkan, Bank Sentral harus out of the box ikut andil menyelamatkan perekonomian.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini