Sukses

Menaker Buka-bukaan Alasan Terbitkan Surat Edaran THR yang Diprotes Buruh

THR merupakan pendapatan non-upah yang harus dibayarkan 7 hari sebelum hari raya.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, membeberkan alasan dibalik terbitnya Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HI.00.01/V/2020, terkait pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) di tengah Pandemi Corona.

“Hari raya idul fitri 1441 Hijriyah, yang Insyallah akan jatuh 24 Mei 2020 berbeda dari tahun-tahun sebelumnya karena ada kondisi pandemi covid-19 yang berdampak pada perekonomian dan kebijakan pemerintah. Banyak perusahaan yang terdampak covid-19 dan melakukan tindakan merumahkan atau mem-PHK pekerjanya,” kata Ida dalam Konferensi Pers virtual Peresmian Pos Komando THR Keagamaan Tahun 2020, Selasa (12/5/2020).

Hal itu, kata dia, yang akan berpengaruh pada kemampuan sebagian besar perusahaan memenuhi kewajibannya. Tidak hanya terhadap pembayaran upah pekerja atau buruh. Karena THR merupakan pendapatan non-upah yang harus dibayarkan 7 hari sebelum hari raya.

Apabila pengusaha tidak membayarkan THR tersebut, maka dikenakan denda sebesar 5 persen yang digunakan untuk kesejahteraan buruh, sehingga tidak menghindarkan pengusaha tidak membayarkan THR kepada buruh.

“Oleh karena itu Kementerian Ketenagakerjaan menyusun Surat Edaran THR Keagamaan ini, sebelum kami mengeluarkan Surat Edaran ini, kami telah melakukan beberapa kali dialog dengan teman-teman pengusaha dari berbagai sektor juga dengan serikat pekerja atau buruh,” jelas dia.

Ida mengatakan bahwa SE THR ini pun telah dibahas dan menjadi kesepakatan bersama antara Lembaga Kerja Sama Tripartit nasional yang disampaikan dalam sidang pleno dan Badan Pekerja LKS Tripartit Nasional.

“Sebelum SE ini keluar ada proses yang kami lakukan dialog secara parsial dengan serikat buruh dan pengusaha,” ujarnya.

Selanjutnya, pemerintah telah membuat langkah kebijakan terkait pemberian THR Keagamaan pada situasi covid-19 ini untuk kelangsungan usaha serta mempertimbangan kelangsungan pekerja atau buruh akan pembayaran THR keagamaan yang dituangkan Nomor M/6/HI.00.01/V/2020.

“Jadi yang ingin saya sampaikan semangat surat edaran itu adalah mendorong dialog untuk mencapai kesepakatan antara pengusaha dan pekerja kewajiban pengusaha untuk membayar THR keagamaan dan membayar denda kepada pekerja atau buruh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilakukan pada tahun 2020,” ungkap dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menaker Ida: Gubernur Harus Pastikan Perusahaan Bayar THR Buruh

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan Dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Dalam SE tersebut, Ida meminta para gubernur memastikan perusahaan agar membayar THR keagamaan kepada pekerja sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

“THR adalah pendapatan non-upah yang harus diberi pengusaha kepada pekerja. ini sesuai dengan ketentuan PP 78/2015 tentang Pengupahan. Dan ini kewajiban yang harus dibayar oleh pengusaha kepada pekerja,”kata Ida dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (10/5/2020).

Dalam SE THR tersebut disebutkan juga, jika perusahaan tidak mampu membayar THR pada waktu yang ditentukan, solusi atas persoalan tersebut hendaknya diperoleh melalui dialog antara pengusaha dan pekerja atau buruh.

“Ada banyak pertanyaan, bagaimana kalau kondisi pengusaha tidak mampu membayar? Maka solusi atas permasalahan tersebut harus didialogkan secara terbuka antara pengusaha dengan pekerja. Pengusaha harus membuka secara transparan kondisi keuangannya berdasarkan laporan keuangan internal perusahaan. Segera dialogkan secara bipartit,”kata Ida.

“Dengan membuka ruang dialog, maka pengusaha dan pekerja mencari jalan bersama antara bagaimana mengatasi pembayaran THR ini. Apakah dilakukan secara bertahap, kalau ditunda sampai kapan , caranya bagaimana, itu dibicarakan secara bipartit antara pengusaha dengan pekerja, kata Ida.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini