Sukses

FAO Sebut Ada Potensi Krisis Pangan, Jokowi Minta Menteri Genjot Produksi

Indonesia harus mewaspadai penurunan pertumbuhan di sektor pangan ini karena FAO telah memperingatkan akan adanya potensi krisis pangan.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta kepada para menteri untuk memperhatikan secara maksimal kepada sektor yang alami penurunan pertumbuhan pada kuartal I 2020 . Terutama kata mantan Gubernur DKI Jakarta pada sektor pangan yang pertumbuhannya terkontraksi -0,31 persem.

Ia mengatakan, Indonesia harus mewaspadai penurunan pertumbuhan di sektor pangan ini karena FAO telah memperingatkan akan adanya potensi krisis pangan di seluruh dunia akibat pandemi Corona ini. 

Sebab itu, Jokowi minta pada menteri terkait untuk terus menggenjot sektor pangan agar tetap berproduksi. Namun tetap dengan protokol kesehatan. "Sektor petanian harus digenjot agar berproduksi," jelas Jokowi dalam siaran telekonference di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (6/5/2020).

Tidak hanya dari pertanian, menurut Jokowi sektor angkutan udara, pertambangan minyak, gas panas bumi serta industri logam juga penyumbang kontribusi negatif. Terlihat pada data angkutan udara -0,08 persen, pertambangan minyak gas panas bumi -0,08 persen, industri barang logam komputer -0,07 persen, penyediaan akomodasi -0,03 persen, industri mesin dan perlengkapan -0,03 persen.

"Begitu juga dengan angka dari sisi demand. Sisi Permintaan. Angka Inflasi pada April 2020 tercatat 0,08 persen. Sangat rendah bila dibandingkan pada periode bulan Ramadan pada tahun sebelumnya," ungkap Jokowi.

Reporter: Intan Umbari Prihatin

Sumber: Merdeka.com

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Asia Hadapi Krisis Pangan dalam 10 Tahun ke Depan

Dalam sepuluh tahun ke depan, Asia menghadapi kemungkinan terjadinya krisis pangan. Untuk menghindari ini, Asia membutuhkan investasi hingga USD 800 miliar atau Rp 11.000 (USD 1= Rp 14.100) untuk pangan. Ini mengacu pada laporan dari PwC, Rabobank, dan perusahaan investasi Temasek.

Asia Food Challenge Report, seperti mengutip laman CNBC, juga mengungkapkan bahwa pengeluaran makanan akan naik lebih dari dua kali lipat. Dari USD 4 triliun pada 2019, menjadi lebih dari USD 8 triliun pada tahun 2030.

"Asia tidak dapat memberi makan dirinya sendiri, dan perlu menginvestasikan USD 800 miliar lagi, dalam 10 tahun ke depan untuk menghasilkan lebih banyak makanan, dan memenuhi kebutuhan kawasan," menurut sebuah laporan. 

Karena populasi di Asia mengalami pertumbuhan, sehingga menuntut pangan yang lebih aman, sehat, dan berkelanjutan.

Sementara itu, populasi Asia dapat tumbuh sekitar 250 juta pada sepuluh tahun mendatang, hal itu termasuk dengan Indonesia.

“Jika investasi ini tidak terwujud, kami percaya industri akan berjuang untuk memenuhi permintaan, menghasilkan hasil makanan yang lebih buruk untuk populasi Asia,” menurut penulis laporan yang disusun oleh PwC, Rabobank, dan perusahaan investasi Singapura Temasek .

Jika tidak segera diantisipasi terkait pangan, maka akan berada dalam posisi yang buruk dalam 10 tahun mendatang. Dengan investasi USD 800 miliar, dapat digunakan untuk industri pangan pertanian Asia, serta untuk bidang teknologi dan inovasi, yang bisa menjadi jalan keluar mengatasi permasalahan pangan.

"Peluang terbesar untuk sektor pertanian pangan di Asia mungkin di China," kata Anuj Maheshwari dari Temasek.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini