Sukses

Masuknya 500 TKA China ke Konawe Sultra Langgar Status Bencana

Penyebaran wabah virus Corona atau covid-19 kian meluas di Tanah Air pemerintah seyogyanya membatasi kunjungan warga negara asing termasuk TKA.

Liputan6.com, Jakarta - Konferasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengecam keras kedatangan 500 Tenaga Kerja Asing (TKA) China asal China yang dipekerjakan di PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara. Presiden KSPI Said Iqbal menilai, masuknya TKA menciderai rasa keadilan rakyat termasuk buruh di Indonesia.

"Di mana di saat pandemi ini, orang asing tidak boleh masuk ke Indonesia. Begitu pun sebaliknya, orang Indonesia tidak boleh pergi ke luar negeri. Maka sangat miris ketika mengetahui 500 TKA justru diizinkan bekerja di Indonesia," kata dia melalui keterangan tertulis, Senin (4/5/2020).

Dia mengatakan, saat penyebaran wabah virus Corona atau covid-19 kian meluas di Tanah Air pemerintah seyogyanya membatasi kunjungan warga negara asing. Ini penting demi memutus rantai penyebaran virus asal kota Wuhan yang telah menyebabkan ratusan orang meninggal dunia.

Di samping itu, wabah ini telah memporak-porandakan kelangsungan bisnis di berbagai wilayah Indonesia. Imbasnya jutaan tenaga kerja terpaksa dirumahkan bahkan tak sedikit yang terkena PHK.

Said Iqbal menambahkan, kedatangan 500 TKA asal China telah melanggar status bencana yang telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selain itu, melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

"Alasan Plt Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja tidak ada tenaga kerja skills workers serta tidak ada orang Indonesia yang bersedia bekerja di perusahaan tersebut justru semakin menegaskan adanya pelanggaran terhadap UU Ketenagakerjaan," terangnya.

Lebih lanjut presiden KSPI tersebut menilai penjelasan dari Kemenaker hanya mencari-cari alasan. Sebab di dalam UU Ketenagakerjaan, setiap satu orang TKA wajib ada tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping, yang bertujuan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari TKA.

Pun undang-undang tersebut mewajibkan dilaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA tersebut. Dengan demikian, akan terjadi transfer of job dan transfer of knowledge bagi tenaga kerja dalam negeri.

"Maksudnya, kalau si TKA sudah selesai dalam waktu 2 sampai 3 tahun, akan ada tenaga kerja asal Indonesia yang bisa menggantikannya. Sehingga pekerjaan yang tadinya dikerjakan TKA bisa dikerjakan tenaga kerja asal Indonesia," kerasnya.

Terlebih dari sisi jumlah TKA yang mencapai 500 orang, patut diduga ini adalah pekerja kasar (unskill workers). Apalagi perusahaan nikel tempat tujuan TKA tersebut sudah bertahun-tahun beroperasi di Indonesia.

"Jadi rasanya tidak masuk akal kalau tidak ada Karena itu, KSPI mengecam sekeras-kerasnya kebijakan yang telah dikeluarkan Kemenaker dan kementerian terkait lainya yang mengizinkan 500 TKA tersebut," kesalnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Batalkan Izin

Oleh karenanya, KSPI meminta Menaker dan para menteri terkait untuk membatalkan surat izin kerja dan surat izin masuk 500 TKA China tersebut. Selain itu, mereka juga harus meminta maaf kepada rakyat Indonesia atas kelalaian kebijakannya tersebut. Apalagi, kebijakan tersebut menimbulkan polemik yang berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial dari para buruh lokal.

Sementara itu, Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, belum bisa memberikan keterangan lebih jauh terkait polemik kedatangan 500 TKA China asal China yang dipekerjakan di PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara. Hal ini dikarenakan dirinya mengklaim belum mengetahui duduk permasalahan tersebut.

"Mohon maaf, saya belum tahu isu terkait 500 TKA. saya nggak update infonya," singkat Susiwijono saat dihubungi Merdeka.com.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini