Sukses

Ringankan Beban Pengemudi Ojek Online, Aplikator Sebaiknya Turunkan Komisi

Tiap argo yang dibayarkan penumpang akan dipotong sebesar 20 persen oleh perusahaan aplikasi ojek online sebagai partner bisnis.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melarang ojek online (ojol) mengangkut penumpang selama pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2020.

Selama 14 hari masa PSBB, ojek online hanya diperbolehkan melayani layanan pesan antar makanan atau barang. Diperkirakan pendapatan ojek online menurun.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, dalam kondisi seperti ini, perusahaan aplikasi disarankan memberikan bantuan. Dia mengusulkan aplikator memotong persentase tiap transaksi.

"Pemotongan setiap transaksi tidak lagi 20 persen," kata Djoko kepada merdeka.com, Jakarta, Sabtu (11/4/2020).

Sebagai informasi, tiap argo yang dibayarkan penumpang akan dipotong sebesar 20 persen oleh perusahaan aplikasi sebagai partner bisnis. Sehingga para pengemudi ojek online atau taksi online tidak mendapatkan jumlah utuh seperti yang dibayarkan pengguna jasa.

Dalam kondisi ini, Djoko ingin perusahaan aplikasi memangkas besaran potongan oleh perusahaan aplikator. Setidaknya di masa pandemi ini potongan yang dilakukan hanya 5 persen saja.

"Dapat dikurangi hanya lima persen saja atau menghilangkan pemotongan itu lebih baik," kata Djoko.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Berikan Bantuan

Djoko membandingkan perlakuan perusahaan aplikasi dengan pengusaha bus, truk, angkutan travel dan taksi reguler. Dalam kondisi seperti ini perusahaan memberikan perhatian dengan cara bantuan sembako kepada awak kendaraan, teknisi dan pegawai lainnya.

Hubungan antara pengusaha dengan pengemudi adalah kemitraan. Jika tidak bekerja tidak menerima penghasilan. Namun, mereka itu sudah dianggap seperti bagian keluarga perusahaan.

Padahal kalau melihat besaran keuntungan yang diperoleh pengusaha transportasi umum itu lebih kecil ketimbang aplikator transportasi daring. "Ini hanya masalah kepedulian pada pegawainya yang selama ini telah menjadi mesin pengumpul uang bagi perusahaan," tutur Djoko.

 

3 dari 3 halaman

Perbudakan Modern

Sementara itu saat ini bantuan kepada pengemudi ojek online justru datang dari pihak di luar perusahaan. Mulai dari instansi pemerintah, kelompok masyarakat atau masyarakat secara individu yang memberikan bantuan kepada pengemudi ojek online.

Seperti yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang memberikan bantuan makan siang bagi kelompok informal. Paling banyak yang menerima manfaat ini dari kalangan pengemudi ojek daring online.

Djoko menilai, sudah saatnya perusahaan ojek online untuk memberikan bantuan dan perhatian kepada mitra kerjanya yang berasal dari kalangan masyarakat bawah.

"Saatnya aplikator peduli nasib mitranya yang selama ini sebagai mesin pencari uang, namun realitanya pratek perbudakan modern," kata Djoko mengakhiri.

 Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini