Sukses

Pandemi Corona Disebut Lebih Menakutkan dari Perang Dunia

Wabah corona merupakan kejadian terburuk yang dialami umat manusia, karena berhasil menghentikan segala aktivitas orang di berbagai penjuru dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi global virus corona berhasil membuat kondisi perekonomian dunia menemui titik nadirnya. Bagaimana tidak, hingga Sabtu (4/4) virus yang berasal dari Kota Wuhan, China ini sudah menjangkiti daratan Asia, Amerika, Eropa, Australia hingga Timur Tengah.

Bahkan Analis Valbury Asia Futures, Lukman Leong mengatakan bahwa wabah corona merupakan kejadian terburuk yang dialami umat manusia, karena berhasil menghentikan segala aktivitas orang di berbagai penjuru dunia.

"Perang dunia I dan II saja tidak bisa menghentikan aktivitas manusia," kata Lukman kepada Merdeka.com pada Sabtu (4/4).

Oleh sebab itu menurutnya sulit untuk memprediksi kebangkitan ekonomi nasional maupun global, selama belum ditemukan vaksin ataupun obat yang dapat menyembuhkan pasien penderita virus corona.

Bahkan dirinya menyebut berbagai bentuk bantuan dari negara sahabat, seperti China, Korea Selatan dan negara lainnya. Hanya bersifat sementara. "Karena akar permasalahannya bukan di ekonomi, tapi lebih ke masalah kesehatan. Akibat virus jenis baru (covid-19)," lanjutnya.

Oleh karena itu diperlukan koordinasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat, agar segala kebijakan publik yang diputuskan pemerintah dapat diaplikasikan dengan baik di seluruh lapisan masyarakat.

"Kita bisa belajar dari China dan Korsel, koordinasi yang baik membuat penanganan korban covid-19 bisa tanggap" tandasnya.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Virus Corona di Korea Selatan

Sebelumnya, dilaporkan dalam empat hari berturut-turut kasus virus corona di Korea Selatan terus mengalami penurunan, kendati menjadi salah satu negara dengan kasus tertinggi di luar China.

Sampai Senin, jumlah kasus terkonfirmasi sebanyak 7.513 dan 54 kematian. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Korea menyampaikan ada peningkatan 131 kasus dari Minggu sampai Senin.

Dalam dua pekan sebelumnya, rata-rata jumlah kasus tercatat 500 lebih setiap hari, tapi sejak Jumat lalu, angka ini turun menjadi 438, kemudian 367 pada Sabtu, dan 248 pada Minggu. Angka kasus harian yang terkonfirmasi dilaporkan hari berikutnya.

Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in pada Senin menyatakan negaranya mengalami tren penurunan infeksi baru tapi mengingatkan agar jangan puas dulu.

"Total jumlah kasus baru terkonfirmasi mengalami penurunan tapi ada perhatian terhadap sejumlah kasus infeksi massal," kata Deputi Direktur CDC, Kwon Jun-wook.

Karena di antara beberapa kasus baru, lebih dari 60 orang terinfeksi saat bekerja berdekatan satu sama lain di pusat panggilan perusahaan asuransi.

Penurunan tajam ini disebabkan faktor beragam, termasuk tes massal, peningkatan komunikasi publik dan penggunaan teknologi. Tes ekstensif jemaat Gereja Yesus Shincheonji yang dikaitkan dengan lebih dari 60 persen kasus virus corona di negara itu juga telah rampung.

Pejabat Korea Selatan berbagi pengalaman mereka dalam melawan wabah, mengatakan isolasi kota sebagaimana diterapkan China di Wuhan, sulit dilaksanakan dalam sebuah masyarakat terbuka.

 

3 dari 3 halaman

Jaga Jarak Sosial

China juga memberlakukan jarak sosial yang ketat dan pemantauan warga secara meluas dan memastikan kepatuhan mereka pada tindakan pencegahan dengan memberlakukan hukuman dan penghargaan, yang mengakibatkan penurunan signifikan dalam jumlah kasus baru.

"Tanpa melanggar prinsip masyarakat yang transparan dan terbuka, kami merekomendasikan sistem respons yang memadukan partisipasi publik sukarela dengan aplikasi kreatif teknologi canggih," kata Wakil Menteri Kesehatan Korea Selatan, Kim Gang-lip kepada wartawan, dikutip dari South China Morning Post, Jumat (13/3).

Kebijakan konvensional dan memaksa seperti isolasi wilayah yang terinfeksi memiliki sejumlah halangan. Kim mengatakan kebijakan seperti itu dapat merusak semangat demokrasi dan meminggirkan masyarakat yang seharusnya secara aktif ikut berpartisipasi dalam upaya pencegahan.

"Partisipasi publik harus disertai melalui keterbukaan dan transparansi," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini