Sukses

Harga Minyak Turun 6,2 Persen Akibat Melambatnya Aktivitas Bisnis

Patokan minyak mentah internasional Brent turun 6,2 persen menjadi USD 25,31 per barel.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah bergerak lebih rendah pada Minggu (Senin waktu Jakarta), memperpanjang penurunan dari minggu sebelumnya. Sepanjang pekan kemarin, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 29,31 persen, terburuk sejak 1991.

Dikutip dari CNBC, harga minyak mentah WTI turun 4,3 persen menjadi USD 21,64 per barel. Sementara patokan minyak mentah internasional Brent turun 6,2 persen menjadi USD 25,31 per barel. Di sesi sebelumnya WTI turun 8 persen.

Harga minyak turun karena wabah virus corona yang telah memperlambat perjalanan dan aktivitas bisnis di seluruh dunia. Di saat yang sama, produsen pembangkit tenaga listrik Arab Saudi dan Rusia bersiap untuk meningkatkan produksi.

Penurunan cepat harga minyak mentah mendatangkan malapetaka di pasar keuangan. Ini memaksa investor untuk menjual aset lain seperti Treasury atau ekuitas tanpa pandang bulu untuk menutupi kerugian dalam posisi energi mereka. Minyak mentah berjangka WTI telah dipotong setengah bulan ini.

Para pedagang minyak mentah berusaha untuk mengukur apa arti semakin ketatnya pembatasan perjalanan dan mandat tinggal di rumah terhadap permintaan minyak mentah jangka panjang.

Pada Rabu pekan lalu, WTI turun 24,4 persen ke level terendah lebih dari 18 tahun, rekor hari ketiga terburuknya. Satu hari kemudian, harga minyak kembali naik, melonjak 23,8 persen sebagai persentase kenaikan terbesar dalam sejarah.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Arab Saudi Siap Tingkatkan Produksi Minyak

Seiring penurunan permintaan, penurunan produksi negara-negara anggota OPEC+ akan berakhir pada bulan ini. Ini berarti negara anggota OPEC+ akan segera diizinkan untuk memompa sebanyak yang mereka inginkan.

Arab Saudi telah mengumumkan rencana untuk meningkatkan produksi hariannya menjadi 12,3 juta barel per hari di April. Sebagai perbandingan, negara tersebut memproduksi sekitar 9,7 juta barel per hari pada Februari. Rusia adalah di antara negara-negara OPEC+ lainnya yang akan meningkatkan produksi.

"Dengan setiap hari tampaknya ada pintu jebakan lain yang terletak di bawah harga minyak, dan kami berharap melihat harga terus bergolak sampai keseimbangan biaya tercapai dan produksi ditutup," kata analis Rystad Energy Louise Dickson.

"Ini adalah gambaran permintaan minyak yang paling suram yang telah kita saksikan dalam waktu yang lama dengan keruntuhan serentak bahan bakar jet, bensin, bahan bakar pengiriman, petrokimia, dan minyak yang digunakan untuk pembangkit listrik," tambahnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.