Sukses

Pengusaha Minta Pemerintah Atur Regulasi Nikel

Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha yang tergabunng dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) meminta pemerintah menetapkan harga dan tata niaga nikel domestik. Regulasi tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian dan keadilan agar tidak merugikan penambang maupun pengusaha smelter nantinya.

Ketua Umum HIPMI, Mardani H Maming (MHM) menyambut baik putusan pemerintah jika harga nikel dipatok USD 30 per metrik ton.

“Kemarin baru disampaikan, kita mengucapkan terima kasih karena harga nikel HPM (harga patokan mineral) sudah mau diputuskan dengan harga USD 30 per metrik ton FoB tongkang,” ujar dia di Jakarta, Jumat (28/02/2020), 

Dia mengingatkan jika Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia mencapai 27 persen. Kendati demikian, larangan ekspor nikel yang diberlakukan sejak 1 Januari 2020 berdampak pada tata niaga nikel.

Dari komoditas yang dapat diperdagangkan lintas negara menjadi komoditas yang hanya boleh diperdagangkan domestik.

Dia pun pemerintah tanggap dalam hal ini mulai mempertimbangkan regulasi tambang nikel.

 "Larangan itu membuat nikel yang berkadar 1,7 persen ke bawah tak bisa lagi diekspor. Para penambang kebingungan mau dibawa kemana nikel ore berkadar 1,7 persen ini. Ini karena smelter nikel di Indonesia hanya menerima kadar nikel sebesar 1,8 persen," ujarnya.

Ia mengemukakan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) diminta oleh Kementerian ESDM untuk memberikan data biaya produksi bijih nikel.

Menurut data yang dikumpulkan dari sekitar 30 perusahaan, diperoleh angka rata-rata HPP (harga pokok produksi) bijih nikel sebesar USD 20,34 per mt (metrik ton).

Sementara itu, harga bijih nikel kadar 1,8 persen Free on Board (FoB) Filipina saat ini dihargai antara USD 59- USD 61 per wet metric ton (wmt) sehingga jika pemerintah mengajukan harga jual bijih nikel domestik kadar 1,8 persen FoB sebesar USD 38- USD 40 per wmt merupakan harga yang wajar.

Maka itu, lanjut Mardani, jika di pasar domestik bijih nikel kadar 1,8 persen dihargai USD 20 per mt, maka penambang akan menanggung kerugian belum lagi biaya-biaya lain yang timbul akibat proses ini.

"Baru disampaikan, katanya sudah disepakati harga nikel HPM itu USD 30 per metrik ton. Ini sudah menjadi berita baik bagi kita pengusaha tambang," imbuh dia.

Selain itu, Mardani juga meminta agar nikel dengan kadar 1,7 persen dapat diterima smelter, mengingat kadar nikel itu yang menjadi standar ekspor sebelum pemerintah memberlakukan pelarangan ekspor nikel pada 1 Januari 2020.

"Kita tahu bersama bahwa setiap proses penambangan tidak dapat dipastikan kadar ore yang diperoleh, sehingga jika ore yang didapat memiliki kadar 1,7 persen, bisa kita hitung berapa besar kerugian penambang. Oleh karenanya, saat ini banyak penambang yang memilih menghentikan produksi," dia menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini