Sukses

Pengusaha Sambut Baik Aturan Baru Bea Masuk Barang Impor Kiriman

Keluarnya Permenkeu ini menjadikan level of playing field (bidang yang sama) di antara para importir yang membayar bea masuk.

Liputan6.com, Jakarta - Pelaku usaha menyambut baik terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Barang Impor Kiriman. Permenkeu ini akan berlaku pada 30 Januari 2020.

Dalam Permenkeu ini, pihak Bea dan Cukai menyesuaikan nilai pembebasan bea masuk atas barang kiriman yang semula ditetapkan USD 75 menjadi USD 3 per kiriman. Artinya nilai produk tersebut setara dengan Rp 42 ribu jika menggunakan asumsi kurs Rp 14 ribu per 1 dollar AS.  

Presdir PT Uniair Indotama Cargo (UIC) Lisa Juliawati mengatakan, keluarnya Permenkeu ini menjadikan level of playing field (bidang yang sama) di antara para importir yang membayar bea masuk. Bagi perusahaan PLB e-commerce seperti PT UIC, dampak keluarnya peraturan ini menjadikan PLB ecommerce sebagai pilihan yang efektif untuk penjual, pembeli dan pemerintah dalam melakukan transaksi cross border e-commerce.

”Jika sebelum keluarnya peraturan  ini,  memasukkan barang-barang impor yang nilainya di bawah USD 75 memalui PJT dibebaskan bayar pajak dan bea masuk. Maka setelah keluarnya Permenkeu, aturan BM & PDRI kepabeanan tidak jauh berbeda antara PLB e-commerce dengan PJT karena PLB e-commerce tidak mengenal threshold," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (23/1/2020).

Sementara itu bagi IKM dan UKM, Permenkeu ini juga berdampak menciptakan terjadinya kesamaan level playing field. Para pengusaha sama-sama harus membayar PPN, dibanding sebelumnya mereka tidak membayar PPN.

Para pelaku IKM tidak merasa berkeberatan dengan keluarnya peraturan ini. Jika biasanya mereka harus mengimpor bahan baku, lantas diproduksi buat ekspor. Kini mereka bisa memasukkan produknya ke dalam PLB e-commerce. Karena PLB e-commerce  mendukung produk-produk IKM yang diproduksi untuk ekspor.

"Untuk bahan baku yang tidak ada di dalam negeri, mereka biasanya melakukan impornya melalui PLB e commerce. Melalui sistem impor kolektif dan dibantu oleh PLB e-commerce, maka bahan baku yang digunakan untuk tujuan ekspor, mendapat fasilitas tidak perlu membayar bea masuk. Sebab bahan baku yang digunakan untuk produksi dan akan diekspor, apabila masuk ke PLB, tidak dikenai bea masuk," kata dia

Selain itu pungutan pajak dalam rangka impor (PDRI) berlaku secara normal. Pemerintah juga merasionalisasi tarif dari yang semula antara 27,5 persen hingga 37,5 persen (dengan perincian bea masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, PPh 10 persen dengan NPWP, dan PPh 20 persen tanpa NPWP) menjadi 17,5 persen dengan rincian bea masuk 7,5 persen, PPN 10  persen dan PPh 0 persen.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ciptakan Rasa Keadilan Berbisnis

Sementara itu, Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor KADIN Indonesia Handito Joewono mengemukakan, Peraturan Menkeu No. 199/2019 tentang turunnya ambang batas (threshold) menjadi USD 3 dari sebelumnya USD 75 yang dikenai pajak, membuat level of playing field antara perusahaan offline dan online trading menjadi lebih setara.

“Kesetaraan level of playing field menciptakan rasa keadilan berbisnis dan diharapkan meningkatkan gairah mengembangkan bisnis, khususnya bagi para pedagang dan produsen produk dalam negeri," kata dia.

Permenkeu ini juga turut berdampak memberi tambahan insentif bagi produsen dalam negeri, khususnya bagi IKM dan UKM berorientasi ekspor. Para produsen produk-produk IKM seperti fesyen, makanan olahan, dan lainnya mendapat angin segar dengan keluarnya PMK ini," lanjut Handito.

Handito yang juga sebagai Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Bidang Pengembangan UMKM ini mengatakan, para peritel nasional yang akhir-akhir ini tergerus oleh produk luar negeri yang masuk ke pasar dalam negeri dengan harga lebih murah melalui sistem e-commerce, merasa mendapat angin segar dengan keluarnya peraturan ini.

"Mereka merasa pemerintah memperhatikan juga kepentingan mereka," ungkap dia.

Secara umum PMK 199/2019 ini secara luas, akan menekan defisit neraca perdagangan, tidak hanya karena produk barang jadi impor perlahan-lahan akan berkurang, tetapi juga karena dari kebijakan ini diharapkan nilai ekspor akan mulai meningkat kembali.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.