Sukses

HEADLINE: Omnibus Law, Seberapa Penting Bisa Dorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional?

Awalnya, pemerintah akan menyerahkan draf RUU Omnibus Law Perpajakan dan Cipta Lapangan Kerja ke DPR.

Liputan6.com, Jakarta Omnibus Law sepertinya menjadi regulasi yang paling ditunggu banyak pihak. Istilah Omnibus Law pertama kali disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024, pada 20 Oktober 2019.

Targetnya, Omnibus Law digadang-gadang bisa menyederhanakan berbagai regulasi yang dianggap masih berbelit dan panjang di negeri ini.

Imbas lanjutan, menggaet investasi masuk dan mendorong perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan daya saing Indonesia. Ini khususnya dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global.

 Omnibus Law diyakini bisa membuat Indonesia lebih cepat bergerak maju sebab tak ada lagi regulasi yang menghambat. 

"Kalau ini (Omnibus Law) betul-betul keluar, akan ada perubahan besar dalam pergerakan ekonomi kita," ujar Jokowi, di Jakarta, Kamis (16/1/2020).

Awalnya,  RUU yang ditargetkan dapat diajukan pada Januari 2020 untuk Omnibus Law yaitu, UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM. Selain itu, UU Perpajakan.

Khusus dalam draf RUU Omnibus Law Perpajakan dan Cipta Lapangan Kerja, setidaknya ada 1.244 pasal dan 79 UU yang akan dibatalkan.

Ribuan pasal tersebut dinilai menghambat Indonesia untuk merespons perubahan dunia sehingga pemerintah memutuskan untuk memangkasnya. Saat ini, Indonesia memiliki dua persoalan yaitu, defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan.

Kedua masalah itu terjadi karena terlalu banyaknya aturan yang menghambat baik di level pemerintah pusat maupun daerah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menuturkan, substansi Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja mencakup 11 klaster. 

Yaitu Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan. Kemudian, Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMKM. Adapula kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Investasi dan Proyek Pemerintah, dan Kawasan Ekonomi.

"Kami telah membahas substansi 11 klaster tersebut secara intensif dengan 31 kementerian/lembaga terkait," jelas dia.

Sementara itu Omnibus Law Perpajakan yang disiapkan Kementerian Keuangan mencakup 6 pilar. Di antaranya, Pendanaan Investasi, Sistem Teritori, Subjek Pajak Orang Pribadi, Kepatuhan Wajib Pajak, Keadilan Iklim Berusaha, dan Fasilitas.

"Substansi kedua Omnibus Law tersebut kami selaraskan. Substansi yang terkait dengan aspek Perpajakan dan Kebijakan Fiskal, yang menyangkut substansi di Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, dimasukkan ke dalam Omnibus Law Perpajakan," jelas Menko Airlangga.

Tonton Video Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Target 100 Hari

Selama 100 hari. Itulah target dari Jokowi untuk DPR bisa menyelesaikan pembahasan RUU Omnibus Law, sejak draf aturan itu diserahkan pemerintah.

Jokowi berjanji akan memberikan apresiasi tinggi kepada DPR apabila bisa menyelesaikannya dengan cepat. "Saya akan angkat jempol, dua jempol, kalau DPR bisa selesaikan ini dalam 100 hari," ujar dia, Kamis (16/1/2020).

Gayung pun bersambut. DPR pun merepons desakan Jokowi terkait Omnibus Law. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, tuntutan Jokowi tersebut bukan hal mustahil sepanjang semua pihak memiliki komitmen dan niat baik melakukannya.

DPR akan komunikasi dengan sejumlah pihak yang berkepentingan dalam pembentukan Omnibus Law. "Belajar dari hal lalu, DPR akan banyak membuka komunikasi dengan seluruh lapisan masyarakat yang berkepentingan dengan Undang-Undang yang akan kita jalan tersebut," ujar dia, Jumat (17/1/2020).

Dia memastikan DPR siap mengawal agar proses pembentukan Omnibus Law tersebut. 

Sementara Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi Nasdem Willy Aditya mengatakan, cepat tidaknya pembahasan Omnibus Law tergantung dari pemerintah.

"Bolanya justru bukan di DPR bolanya justru dari pemerintah. Dan ini adalah sesolid apa draft RUU yang dikirim oleh pemerintah. Itu poinnya," kata Willy.

"Karena apa, ini kan satu tantangannya ini tradisi baru. Kedua, ini mem-bypass sekian banyak UU yang ada, tentu sejauh apa pemerintah dalam proses timnya itu mampu kemudian meng-capture banyak hal," tambah dia.

Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Piter Abdullah, menilai pembahasan Omnibus Law harus didorong sesegera mungkin. Alasannya, banyak masalah ekonomi yang akan selesai dengan peraturan yang bersifat menyeluruh dan tidak tumpang tindih.

"Regulasi yang tumpang tindih tentu tidak bisa diselesaikan satu persatu karena akan lama prosesnya. Saya kira ini terobosan yang bagus sekali, diharapkan bisa menyelesaikan hambatan investasi yang mengganggu dan membuat kita sulit bersaing," ujar Piter saat dihubungi Liputan6.com.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan hal senada. Omnibus Law dianggap bisa memangkas birokrasi yang rumit dan membuat proses investasi menjadi mudah.

"Dengan Omnibus Law ini, investasi, baik investasi dari luar negeri maupun domestik, diharapkan dapat tumbuh karena isi dari peraturan ini sebagian besar terkait dengan pelonggaran birokrasi, aturan, dan izin. Dengan dipotongnya birokrasi dan juga perizinan, diharapkan di jangka pendek hingga menengah, investor akan mulai tertarik untuk berinvestasi di Indonesia," ujarnya.

Meski demikian, ada beberapa poin yang harus diperhatikan pemerintah dalam menyusun RUU sapu jagat. Misalnya, dalam Omnibus Law Perpajakan, pemberian insentif bagi perusahaan dinilai belum terlalu perlu mengingat tarif pajak tidak termasuk dalam lima besar faktor penghambat investasi.

 

 

3 dari 4 halaman

Pro dan Kontra

Sekretaris Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Susiwijono mengatakan, melalui RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, pemerintah ingin mendorong investasi dan menyerap tenaga kerja yang lebih besar. Dampak lanjutan menuju pertumbuhan ekonomi.

"Sekarang ini masih ada pengangguran 7,5 juta orang. Tambahan angkatan kerja baru 2 jutaan orang. Artinya sekitar 9 juta orang perlu lapangan kerja setiap tahun," jelas dia.

Dia menyebut, satu persen pertumbuhan ekonomi akan menyerap 400.000 pekerja. "Target pertumbuhan untuk 5 tahun kan 6 persen itu untuk menampung 9 juta orang yang butuh pekerjaan tadi. Dalam teori sebelumnya, 1 persen pertumbuhan ekonomi itu akan menyerap 400.000 pekerja," jelas dia.

Namun ternyata, penolakan masih muncul dari kalangan buruh. Ribuan buruh menyampaikan penolakan dengan menggelar aksi demontrasi di depan Gedung DPR, Senin (20/1/2020).

Buruh menilai keberadaan Omnibus Law akan merugikan. Presiden KSPI yang juga Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Said Iqbal mengatakan, pada dasarnya kaum buruh setuju dengan investasi.

Namun demikian, kaum buruh dipastikan akan melakukan perlawanan, jika demi investasi kesejahteraan dan masa depan kaum buruh dikorbankan.

Ini jika dalam praktiknya nanti, Omnibus Law menghilangkan upah minimum, pesangon, membebaskan buruh kontrak dan outsoursing (fleksibilitas pasar kerja), mempermudah masuknya TKA, menghilangkan jaminan sosial, dan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.

Sementara Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian, Johnny Darmawan mengingatkan jika salah satu penghambat perkembangan ekonomi di Indonesia saat ini adalah masih banyaknya peraturan atau regulasi yang tumpah tindih. Hal inilah yang mendasari kelahiran Omnibus Law.

"Ekonomi kan dibangun harus ada kerja sama semua, salah satu hambatannya adalah peraturan tumpang tindih, ada yang perlu diluruskan, fleksibel atau relaksasi," ujar dia, Senin (20/1/2020).

Dia pun berharap dengan adanya Omnibus Law dapat menarik lebih banyak investasi ke dalam negeri. "Karena Indonesia tanpa investasi enggak akan jalan, maka keluar ide Omnibus Law, itu hanya UU yang membuat supaya iklim investasi Indonesia menarik salah satunya UU yang tumpang tindih, itu tujuan utamanya," ujarnya.

Dia meminta agar Omnibus Law tidak dipandang secara negatif. Selain itu, menurutnya proses Omnibus Law masih cukup panjang. Hal itu pula lah yang membuat pemerintah menunjuk Kadin menjadi satgas Omnibus Law tersebut.

"Jadi jangan dibawa negatif, kan isinya masih dalam proses, masih panjang. Jadi menurut saya kalau lihat kadin, yang ditunjuk sebagai satgas supaya lebih mudah dibicarakan, karena kan harus didiskusikan dengan pengusaha, karyawan, dan lain-lain," tutupnya.

Selain itu, Omnibus Law  dinilai tidak hanya untuk memenuhi kepentingan para pengusaha. Menurutnya, Omnibus Law secara lebih luasnya bertujuan untuk mengembangkan perekonomian dan industri di Tanah Air.

"Jadi kalau masalah banyak sekali yang kontra dan pro, itu biasa. Tapi Kadin dalam hal ini melihat ini bukan buat kepentingan pengusaha secara pribadi, tapi bagaimana membangun industri atau ekonomi ke depan," tegas dia.

4 dari 4 halaman

Jalan Tengah

Terkait dengan masih adanya penolakan terhadap Omnibus Law, salah satunya dari buruh, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko menegaskan pemerintah menampung aspirasi para buruh. Tak hanya buruh, pemerintah juga menerima masukan dari pengusaha.

"Dalam sidang kabinet paripurna Presiden menyatakan supaya dari pemerintah sungguh-sungguh mendegarkan aspirasi-aspirasi teman-teman sekalian (buruh maupun pengusaha)," kata Moeldoko, Senin (20/1/2020).

Moeldoko berjanji akan mencari jalan tengah antara tuntutan buruh dengan permintaan pengusaha. Jalan tengah tersebut nantinya diakomodir dalam Omnibus Law UU Cipta Lapangan Kerja.

"Intinya Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dibangun untuk menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya dan menata kembali perpajakan. Nanti Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja bisa menjadi sesuatu yang lebih memberikan kepastian, lebih memberikan kenyamanan, lebih bisa diterima oleh semua pihak," jelasnya.

Mantan Panglima TNI ini berpendapat penolakan buruh terhadap RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja lantaran belum memahami betul isi draft tersebut. Termasuk anggapan Omnibus Law menghapus pesangon dan cuti melahirkan bagi pekerja.

"Cuti hamil katanya dihilangkan, padahal kata Pak Airlangga (Meko Perekonomian) tidak. Maka yang lebih penting lagi nanti ada pertemuan bisa akomodir semua pihak,' ucapnya.

Menurut Ekonom Universitas Indonesia, Firmanzah, komunikasi menjadi kunci yang kuat sekaligus tantangan besar bagi pemerintah dalam merampungkan RUU Omnibus Law. Pembahasannya harus mendetail dan teliti namun tersampaikan dengan baik ke publik.

"Meyakinkan sekaligus mengajak pihak-pihak yang terkena dampak dari Omnibus Law untuk duduk bersama. Perlu komunikasi publik yang baik. Meyakinkan DPR selama pembahasan rancangan UU dan implementasi ketika RUU Omnibuslaw di setujui oleh DPR RI," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.