Sukses

Selesaikan Kasus Jiwasraya, Pemerintah Diminta Punya Strategi Jangka Panjang

Pemerintah harus memiliki strategi jangka pendek dan jangka panjang dalam menyelesaikan kasus Jiwasraya

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat CORE Pieter Abdullah mendukung proses hukum PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang sedang berjalan di Kejaksaan Agung.

Dengan begitu, menurutnya, pemerintah dan manajemen Jiwasraya dapat memanfaatkan hasil proses hukum guna mengambil kebijakan lebih lanjut.

"Proses Kejagung bisa mengklarifikasi tentang siapa yang sebenarnya bersalah hingga menyebabkan kerugian Jiwasraya. Dengan memanfaatkan hasil proses hukum di Kejagung, Pemerintah juga bisa aman dalam mengambil kebijakan," tuturnya kepada wartawan, Rabu (8/1/2020).

Disamping itu, Pieter menyarankan agar Pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN dan Jiwasraya memiliki langkah-langkah strategis yang bersifat jangka pendek dalam rangka menyehatkan keuangan pada perusahaan asuransi jiwa pertama di Indonesia tersebut.

Sebab, menurutnya kebutuhan likuiditas Jiwasraya cukup besar dan harus dipenuhi dalam jangka pendek. Untuk itu, Pemerintah dinilai perlu menyiapkan langkah-langkah yang tepat dan bersifat jangka pendek, serta jangka panjang.

"Yang saya maksud lebih besar itu adalah kebutuhan dana dalam rangka menyelesaikan Jiwasraya secara tuntas. Dengan kerugian yang begitu besar, dan kewajiban yang harus segera diselesaikan kepada nasabah, tidak mungkin bisa ditutupi hanya dengan rencana jangka panjang," ujarnya.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, Kejagung telah mencekal 10 orang yang berpotensi untuk ditetapkan menjadi tersangka. Diantaranya, terdapat dua orang pelaku pasar modal yakni Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro, serta dua orang direksi lama Jiwasraya yakni Hendrisman Rahim dan Hary Prasetyo.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

BPK: Jiwasraya Tak Hanya Kasus Kriminal dan Pidana

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan memperketat pengawasan bagi setiap transaksi yang melibatkan keuangan negara. Langkah ini dilakukan pasca kasus gagal bayar klaim PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang tengah menjadi polemik.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan bahwa kasus yang menimpa Jiwasraya tersebut juga bersinggungan dengan masalah manajemen risiko (risk management).

"Terkait kasus Jiwasraya tidak hanya kasus pidana dan kriminal, tapi ada kasus risk management. Ini penting sebagai pedoman dan menjaga penjaga kita dalam mengelola keuangan negara. Kami akan ada program penguatan risk management," ujar dia di Auditorium BPK, Jakarta, Senin (6/1/2020).

Menurut Agung, perlu dilakukan berbagai upaya dalam menjalankan pengawasan risk management. Seperti yang terpenting adalah pengawasan manajemen risiko bisnis dan penilaian market.

"Risk assesment ada 5 hal. Dua hal pertama yaitu business risk structure dan penilaian market, itu yang penting," kata dia.

 

3 dari 3 halaman

Risiko Bisnis

Dalam pengawasan ini, BPK juga menekankan pada matriks risiko bisnis yang merupakan kondisi berisiko signifikan dan potensi gagal mencapai tujuan dari suatu perusahaan.

Selain itu, lantaran kasus seperti Jiwasraya ini terjadi dalam beberapa periode kepemimpinan, maka perubahan kebijakan juga perlu jadi perhatian dalam tahap pemeriksaan.

"Aturan perundangan yang berubah-ubah, sebagian pimpinan baru kadang merubah kebijakan. Perubahan ini memiliki risiko. Kemudian juga hubungan dengan stakeholder, kinerja keuangan, lalu risiko sistem informasi," tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.