Sukses

Garuda Indonesia Sediakan 160 Penerbangan Tambahan di Libur Nataru

Untuk tahun ini, Garuda Indonesia tidak mengajukan penerbangan tambahan (extra flight) secara signifikan.

Liputan6.com, Jakarta - Lesunya minat transportasi penerbangan pada masa liburan Natal dan Tahun Baru, ternyata juga dirasakan maskapai berplat merah, Garuda Indonesia. Untuk tahun ini, maskapai berplat merah itu, tidak mengajukan penerbangan tambahan (extra flight) secara signifikan.

"Pada Periode Nataru tahun ini, kami tidak banyak mengajukan extra flight, karena yang terjadi saat ini ada penurunan jumlah penumpang transportasi udara, bukan hanya di Garuda Indonesia," ujar Fuad Rizal, Plt Direktur Utama Garuda Indonesia, saat menggelar Public Expose Tahunan 2019 di Garuda City Center, Tangerang, Jumat (27/12/2019).

Adapun penurunan extra flight tersebut yakni dimana pada periode 2018 lalu Garuda Indonesia membuka 186 extra flight, sedangkan pada 2019 hanya membuka 160 extra flight.

"Banyak penyebab penurunan, diantaranya karena adanya shifting atau perpindahan masyarakat yang tadinya menggunakan jasa transportasi udara menjadi darat dan laut, jadi memang kita tidak perlu ekstra flight yang banyak," kata Fuad.

Meski terdapat penurunan extra flight karena adanya penurunan jumlah penumpang, Fuad memastikan pendapatan Garuda Indonesia masih bagus sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi maskapai plat merah tersebut.

"Sebenarnya adanya penurunan jumlah penumpang, tapi revenue (pendapatan) kita masih bagus, engga masalah. Dari tahun 2015 pertumbuhan penumpang mencapai 8 sampai 9 persen karena jual tiket kemurahan, saat ini kita masuk masa Neo-normal untuk industri Airlines sehingga kita fokuskan ke penerbangan internasional dan itu sesuatu yang baik," tandasnya

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Patuhi Surat Erick Thohir, Garuda Indonesia Kaji Ulang Anak dan Cucu Usaha

Maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengaku akan mengkaji ulang dan mengevaluasi secara menyeluruh keberadaan anak dan cucu usaha. Perusahaan akan lebih memfokuskan bisnis anak usaha yang menunjang bisnis utama yaitu penerbangan.

Langkah ini seiring Keputusan Menteri BUMN terkait Penataan Anak dan Cucu Perusahaan sesuai Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-315/MBU/12/2019 tentang Penataan Anak Perusahaan atau Perusahaan Patungan di Lingkungan Badan Usaha Milik Negara, yang ditetapkan tanggal 12 Desember 2019.

Plt Direktur Utama Fuad Rizal mengatakan, pihaknya akan mendukung sepenuhnya Keputusan Menteri BUMN terkait penataan anak dan cucu perusahaan. "Garuda Indonesia (Persero) bersama Dewan Komisaris akan melakukan review serta evaluasi secara menyeluruh," jelas dia.

Dia pun memastikan komitmen bahwa saat ini pihaknya telah menghentikan pengembangan dan meninjau ulang pendirian anak / cucu perusahaan yang baru, yang tidak sesuai dengan core bisnis penerbangan.

Saat ini, Garuda Indonesia memiliki 7 anak perusahaan dan 19 cucu perusahaan dengan berbagai bidang usaha seperti Low Cost Carrier, Ground Handling, Inflight Catering, Maintenance Facility, Jasa Teknologi Informasi, Jasa Reservasi, Perhotelan, Transportasi Darat, E-commerce and Market Place, Jasa Expedisi Cargo, Tour & Travel. 

3 dari 3 halaman

Erick Thohir Kaget Ari Askhara Jabat Komisaris di 6 Anak Usaha Garuda Indonesia

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengaku kaget mengetahui eks Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara menjadi komisaris di sejumlah perusahaan BUMN. Menurutnya, hal ini seharusnya tidak boleh terjadi.

"Kemarin kalau tidak salah komisaris ada 6. Itu dicopot semua," ujar Erick Saat ditemui di Kantor DJP, Jakarta, Jumat (13/12).

"Memberhentikan di seluruh perusahaan, saya juga kaget direksi jadi komisaris di anak perusahaan. Mustinya secara etika, saya nggak tau aturan BUMN benar atau tidak. Mestinya, kalau sudah jadi Dirut maksimal dua (jabatan komisaris)," sambungnya.

Erick Thohir melanjutkan, penghasilan yang diterima oleh Dirut yang merangkap jadi komisaris juga tidak boleh melebihi penghasilan utama sebagai Dirut. Sebab, jika penghasilan sebagai komisaris lebih tinggi maka akan memunculkan keinginan perebutan posisi.

"Gaji komisaris mustinya tidak boleh lebih besar dari gaji Dirut, bahkan hanya 30 persen dari yang sudah didapatkan. Kalau tidak akhirnya, semua berlomba-lomba menjadi komisaris juga. Bayangkan kalau ada di Pertamina, 142 perusahaan tiba-tiba ada komisaris di 4 perusahaan. Lucu-lucukan, itu kita sikat, kita copot," paparnya.

Dia menambahkan, Kementerian BUMN akan mempelajari seluruh aturan yang memperbolehkan Dirut menjabat sebagai komisaris di anak usaha.

"Kalau mengenai yang tadi saya review dulu aturannya. Kalau tidak kita buat aturan karena itu sesuatu menurut saya tadi tidak sehat, masa sudah jadi Dirut masih jadi komisaris banyak perusahaan," tandas Erick Thohir.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.