Sukses

Sri Mulyani Ceritakan Awal Mula Radikalisme Bisa Masuk di Kemenkeu

Radikalisme juga dipicu dengan munculnya isu tugas dan wewenang Kementerian keuangan yang dijadikan komoditas politik.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani, menceritakan cara radikalisme bisa masuk ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sebelumnya ia pernah juga menyinggung hal tersebut dalam acara Temu Kebangsaan: Merawat Semangat Hidup Berbangsa, yang diikuti oleh para tokoh di Indonesia.

Dalam acara "Perempuan Hebat untuk Indonesia Maju" yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), di Ritz Carlton, Jakarta, Minggu (22/12/2019), Sri Mulyani bercerita pintu masuk radikalisme di instansi yang dipimpinnya tersebut.

Masuknya radikalisme di lingkungan kemenkeu dilatarbelakangi saat kontestasi pemilihan presiden 2019.

"Menjelang pemilu kemarin, karena salah satu kontestasi menggunakan politik identitas, maka menyebabkan banyak sekali rembesan kepada para birokrat kita, meakipun Aparatur Sipil Negara (ASN), kita seharusnya netral tapi mereka punya aspirasi politik," ungkap Sri Mulyani.

Selanjutnya, radikalisme juga dipicu dengan munculnya isu tugas dan wewenang Kementerian keuangan yang dijadikan komoditas politik. Contohnya adalah pajak, utang, belanja, pembelanjaan infrastruktur.

"Nah ini masuk di dalam debat politik, jadi perhatian masyarakat juga makin besar," jelasnya.

Hal tersebut memicu munculnya eksklusivitas di lingkungan Kemenkeu, yang membuat orang-orangnya menjadi terkotak-kotak, dikarenakan masuknya radikalisme.

"Nah yang saya sampaikan ada dua hal, yang pertama bagaimana kita menterjemahkan ASN netral pada saat siklus pemilu seperti itu, ini tidak bisa hanya sekedar surat edaran. Kita perlu sekali melakukan banyak dialog," jelas Sri Mulyani.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Terkotak-kotak

Lalu pada saat yang sama, menurutnya di Kementerian Keuangan juga dipicu oleh adanya praktik-praktik ajaran agama yang cenderung lebih ekslusif, baik dalam bentuk penampilan, kekhusyukan, dan dalam pengelompokan.

Menurutnya hal itu menyebabkan adanya ketegangan, karena kemudian muncullah pola pikir yang menganggap satu kelompok dengan kelompok lainnya tidak bergaul.

"Sehingga kita menghadapi persoalan bagaimana Kementerian Keuangan bisa bersinergi kalau muncul kotak-kotak tadi," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.