Sukses

Keberadaan Makelar Bikin Praktik Korupsi Sulit Dihilangkan

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut masih ada oknum yang memanfaatkan sistem untuk menarik keuntungan.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, di Indonesia masih banyak makelar yang membuat korupsi tak kunjung tuntas diberantas walau sistem sudah baik. Dia menyebut masih ada oknum yang memanfaatkan sistem untuk menarik keuntungan.

"Kita sudah mengatakan DAK itu enggak perlu pakai lobi dan enggak boleh datang mencairkan. Jadi even kalau kita sudah membuat sistem, masih ada orang yang mencoba menjadi perantara. Semuanya seharusnya tidak perlu harus datang. Tapi, di Indonesia itu banyak orang yang profesinya memang makelar. Jadi sistem pun nanti dimakelarin," ujarnya di Kantor DJP, Jakarta, Selasa (3/12).

Fenomena seperti itu, kata Sri Mulyani, tak selalu bisa dijaga dan diawasi. Untuk itu dia meminta agar seluruh pegawai Kementerian Keuangan secara bahu membahu memperbaiki sistem secara rutin dan menyeluruh.

 

"Nah hal seperti itu, saya minta temen temen Kemenkeu jangan mudah puas. Oh, kalau saya sudah ada sistem ini, berarti tugas saya untuk menghalangi korupsi sudah tidak ada. Itu tidak boleh, kita harus terus menerus memperbaiki sistem diluar our self," jelasnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, jenis korupsi tidak hanya mencuri uang melalui jasa makelar. Tetapi ada juga bentuk lain seperti inefisiensi anggaran, salah alokasi dan tidak tepat sasaran.

"Kita juga ingin memperbaiki kualitas belanja kita, jadi ada gradasinya yang korupsi barbar, ada yang inefisiensi, ada yang salah alokasi. Itu juga semuanya dampaknya juga sama jeleknya Kepada Indonesia," jelasnya.

"Kalau kita ingin maju, ya belanja kita harus tepat sasaran, efisien dan tidak dikorupsi. Jangan cuma tidak korupsi, tapi salah desainnya. Jadi ini adalah tantangan yang lebih tinggi lagi reformasi belanja negara harus kita lakukan," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sri Mulyani Sebut Praktik Korupsi Dana Pendidikan Masih Terjadi di Daerah

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan praktik korupsi anggaran pendidikan masih saja terjadi oleh sejumlah oknum di daerah. Salah satu bentuknya lewat praktik 'minta jatah' dari dana BOS yang diterima sekolah.

Dia menjelaskan setelah reformasi, pengelolaan pendidikan tidak lagi hanya tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan lebih kepada pemerintah masing-masing daerah. Hal itu dilakukan demi meningkatnya pelayanan dan mendekatkan Pemerintah dengan masyarakat.

Dia menjelaskan saat ini anggaran pendidikan Indonesia mencapai Rp 507 triliun. Sekitar Rp 200 triliun disalurkan ke daerah untuk berbagai kebutuhan.

"Rp 200 triliun untuk gaji guru itu disalurkan lewat daerah, langsung ditransfer, DAU (Dana Alokasi Umum), dalam bentuk gaji guru, tunjangan profesi guru, dan sertifikasi guru," kata dia, di Kompleks Kemendikbud, Jakarta, Sabtu (30/11).

Selain itu, sekolah juga mendapatkan Bantuan Operasional Sekolah alias (BOS). Penyaluran BOS dilakukan dengan cermat sehingga semua sekolah bisa mendapat bagian.

"Kemudian juga sekolah diberikan bantuan operasi sekolah. Itu dari pusat, kasih ke APBD dan langsung ke sekolah by name, by address," jelas Sri Mulyani.

Namun, dia mengakui bahwa penyaluran dana BOS yang sudah diupayakan tepat dan cermat tersebut tidak terlepas dari praktik korupsi. Sebab masih ada saja oknum di daerah yang mengambil jatah dari anggaran tersebut. "Tadinya saya pikir itu nggak mungkin ada korupsi," ungkapnya.

Salah satu bentuk korupsi yang disebut Sri Mulyani, yakni praktik minta jatah, ketika dana BOS sampai ke sekolah penerima.

"Ternyata by address terus sampai di address diminta sama yang di atasnya, 'kamu kan sudah terima minta dong saya setorannya'. Itu yang terjadi," tandas Ani.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com 

3 dari 3 halaman

Sri Mulyani Tak Pangkas Eselon III dan IV yang Punya Fungsi Pelayanan

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana memangkas birokrasi yang dinilai kurang penting. Salah satunya, memangkas jabatan eselon III dan IV dengan mengganti dengan artificial intelligence (AI) atau teknologi kecerdasan buatan (robot).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sejalan dengan permintaan Presiden Jokowi menghilangkan posisi eselon III dan IV pihaknya sudah melakukan penyederhanaan eselon. Meski demikian, dia menegaskan, tak akan menghilangkan posisi eselon III dan IV.

"Eselon III dan IV kan yang merupakan fungsi yang melayani atau yang memegang satker itu tidak dihilangkan, karena itu tidak dimungkinkan dalam bentuk fungsional. Jadi ini sesuai juga dengan arahan dari Kementerian PANRB. Jadi tak seluruh eselon III dan IV memang hilang tapi yang memang dia memiliki fungsi pelayanan dan satker dia masih akan dipertahankan," ujarnya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (29/11/2019).   

Terkait penggantian eselon III dan IV dengan robot, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut, masih mengkaji secara mendalam. Menurutnya, rencana tersebut harus dilakukan dengan hati-hati agar eselon yang dialihfungikan tetap bekerja sesuai dengan kemampuannya.

"Nanti kita lihat, kan fungsi-fungsi tertentu artinya yang penting yang disampaikan Presiden bagaimana mereka bisa berfungsi secara baik sesuai dengan tugas birokrasi, atau policy making proces itu yang harus jadi fokus kita," jelasnya.

"Kita terus memperbaiki baik struktur layer nya maupun fungsinya mereka seperti yang saya sampaikan tadi harus diukur jangan sampai kemudian mereka pindah tapi kemudian tidak ada kinerja atau kontribusinya yang bisa diukur," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Korupsi adalah penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

    Korupsi