Sukses

Bea Cukai Bakal Legalkan Tuak Buatan Rumahan di Bali, NTB dan NTT

Bali, NTB dan NTT memang banyak memproduksi minuman keras tradisional yang kerap disebut tuak.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berupaya untuk melegalkan seluruh komoditas minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA) di wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) yang ramai dikunjungi wisatawan mancanegara.

Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Bali, NTB, dan NTT R Syarif Hidayat mengatakan, tiga kawasan tersebut memang banyak memproduksi minuman keras tradisional yang kerap disebut tuak.

"Mereka kan membuat tuak, kemudian memasukan ke dalam botol, botolnya pun kadang-kadang berbentuk kayak botol Aqua. Mereka jual murah-murah. Tapi lama-lama kok mulai banyak. Begitu dijual banyak, sudah dijual eceran, maka itu sudah terkena ketentuan," ungkapnya saat berbicang dengan Liputan6.com di Labuan Bajo, Sabtu (16/11/2019).

Syarif menyatakan, pihaknya ingin merangkul seluruh produsen tuak tradisional agar bisa terdaftar sebagai produk legal, sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

"Jadi kita memberikan sosialisasi penyuluhan agar mereka mendaftarkan, kemudian juga melakukan peningkatan kualitas daripada barangnya sendiri. Karena bisa dibayangkan, itu botol Aqua kan Aqua bekas yang dipakai," tuturnya.

Saat ditanya sudah seberapa banyak produsen rumahan yang berhasil digaet, Syarif belum bisa menyebutkan angka pastinya. "Sudah ada beberapa. Terutama di Bali dan Kupang. Kalau di daerah sini (Labuan Bajo) saya belum begitu hafal, tapi yang jelas di daerah Kupang sudah ada," sambungnya.

"Hampir tiap daerah ada, dan itu cukup banyak, karena mereka bikin rumahan-rumahan terus dijual di warung-warung. Tapi begitu kita lihat, produksinya yang rumahan ini belum bisa dijaring untuk masuk menjadi produk yang legal," dia menambahkan.

Dia pun tidak menargetkan jumlah pabrik dan produk tuak rumahan yang harus dilegalkan. Namun, ia menekankan, Direktorat Jenderal Bea Cukai akan terus memperketat pelaksanaan aturan agar peredaran minuman keras ilegal bisa dibatasi.

"Kalau kita itu tidak ada target. Intinya, pokoknya peredaran minuman yang mengandung etil alkohol tuh harus seminim mungkin. Jadi semaksimal mungkin semua harus legal. Kalaupun yang kecil-kecil dia harus bergerak jadi legal," pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Konsumsi Minuman Beralkohol di Dunia Meningkat 70 Persen

Penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal The Lancet menemukan peningkatan konsumsi minuman beralkohol di seluruh dunia hingga 70 persen. Para penulis memperingatkan bahwa aktivitas ini bisa berbahaya untuk masyarakat dan para pembuat kebijakan harus segera mengatasinya.

Penelitian yang dilakukan tim dari Centre for Addiction and Mental Health di Toronto, Kanada dan Technische Universität Dresden di Jerman menemukan bahwa konsumsi minuman beralkohol masyarakat dunia meningkat drastis bila dibandingkan 30 tahun lalu. Tren kenaikan ini diperkirakan akan terus berlanjut selama beberapa dekade mendatang.

"Studi kami memberikan gambaran komprehensif tentang perubahan lanskap dalam papara alkohol global," kata penulis studi Jakob Manthey seperti mengutip Medical News Today pada Jumat (10/5/2019).

Para ilmuwan melakukan penelitian pada tren konsumsi alkohol di 189 negara dari 1990 hingga 2017. Kemungkinan tingkat kenaikannya akan bertambah sampai 2030. Beberapa data tambahan juga diambil untuk melihat mengenai konsumsi berpola 'binge-drinking' atau mereka yang meminum 60 gram alkohol murni atau lebih dalam sekali duduk.

3 dari 3 halaman

Peningkatan di Negara Berpenghasilan Rendah dan Menengah

Temuan mengungkapkan bahwa pola konsumsi alkohol tidak banyak berubah di negara-negara berpenghasilan tinggi. Namun, di negara penghasilan rendah dan menengah, angkanya mengalami peningkatan. Sebelum 1990, negara-negara Eropa dianggap memiliki tingkat konsumsi paling tinggi.

"Namun, pola ini berubah secara substansial dengan pengurangan besar di seluru Eropa Timur dan peningkatan besar terjadi di beberapa negara berpenghasilan menengah seperti Tiongkok, India, dan Vietnam," kata Manthey menjelaskan.

Secara global, total volume yang dikonsumsi setiap tahun sejak 1990 hingga 2017 adalah 70 persen. Paling tidak ini berarti jumlah konsumsi meningkat dari 20,999 juta liter per tahun menjadi 35,676 juta liter per tahun.

"Tren ini diperkirakan akan berlanjut hingga 2030, ketika Eropa diprediksi tidak lagi memiliki tingkat penggunaan alkohol tertinggi."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.