Sukses

BI Beberkan 3 PR Pemerintah 5 Tahun Mendatang

Salah satu pekerjaan rumah pemerintah yaitu soal keterbatasan APBN dan APBD.

Liputan6.com, Jakarta - Ada sejumlah pekerjaan rumah yang masih harus dibenahi di pemerintahan kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Rosmaya Hadi menuturkan, yang pertama ialah terkait keterbatasan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

"Tantangan pertama adalah keterbatasan APBN dan APBD. Berdasarkan data rancangan teknokratis Bappenas, kebutuhan infrastruktur dari tahun 2019 sampai 2024 mencapai Rp 6.000 triliun. Sedangkan, APBN kita hanya mampu menyediakan Rp 240 triliun tiap tahun atau Rp 1.000 triliun dalam kurun waktu lima tahun," ujarnya di Jakarta, Kamis (7/11/2019).

Oleh sebab itu, lanjut dia, ada gap atau selisih sebesar Rp5.000 triliun. "Dan itu besarnya setara dengan aset 5 bank BUMN," ujarnya.

Rosmaya juga bilang, tantangan berikutnya ialah terkait implementasi skema kerja sama pemerintah dan KPBU yang belum sepenuhnya optimal digunakan pada proyek infrastruktur di daerah.

"Kami melihat masih perlunya peningkatan pemahaman terhadap skema KPBU yang dapat mengatasi keterbatasan APBD ini. Terutama merealisasikan pembangunan infrastruktur yang tingkat pengembaliannya di bawah tingkat rate komersial," ungkapnya.

Adapun tantangan ketiga dia bilang terkait masih terbatasnya kompetisi penanggungjawab proyek kerja sama (PJBK) khususnya dalam implementasi skema KPBU.

"Oleh karena itu, kembali kepada kompetisi dapat menutup gap di bidang yang kita butuhkan" tegasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

BI Buka Ruang Pelonggaran Kebijakan Moneter di 2020

Bank Indonesia (BI) membuka peluang untuk melakukan pelonggaran terhadap beberapa kebijakannya pada tahun depan, di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengasumsikan jika pada tahun ini ekonomi global tumbuh 3 persen, dan pada 2020 tumbuh menjadi 3,1 persen, maka kemungkinan pelonggaran masih ada. Dengan catatan, perang dagang antara Amerika Serikat dan China ada kesepakatan baik.

"Berdasarkan asumsi itu, kenapa kita kemarin berikan forward guidance look BI masih melihat terbukanya ruang bagi kebijakan moneter yang akomodatif. Bisa dalam bentuk suku bunga, penurunan giro wajib minimum (GWM), relaksasi makroprudensial. Instrumen ini terbuka ruang untuk lebih akomodatif," jelas Perry di Jakarta, Kamis (31/10).

Perry mengaku masih akan terus mencermati perkembangan dari ekonomi dunia. Sebab, tidak bisa dipastikan apakah nantinya Amerika Serikat dan China akan merujuk baik atau sebaliknya malah memburuk.a e

"Kalau memburuk, tahun depan ekonomi global mungkin tidak sampai 3,1 persen. bisa 3-2,9 persen," tandasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.