Sukses

Pemerintah Diminta Antisipasi Krisis Ekonomi di 2020

Ekonomi global dan perdagangan diperkirakan melanjutkan perlamabatannya di tahun 2020

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) melihat ekonomi global dan perdagangan akan melanjutkan perlamabatannya di tahun 2020. Hal ini diperparah dengan adanya risiko krisis di beberapa negara.

Kepala Kajian Makro LPEM UI, Febrio Kacaribu menyebutkan tren perlambatan global untuk perdagangan dan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) akan berlanjut.

"Dengan tambahan risiko terjadinya krisis di negara maju pada tahun 2020," kata dia, dalam acara Indonesia Economic Outlook 2020, di UI Salemba, Jakarta, Senin (4/11/2019).

Salah satu negara maju yang berpotensi krisis adalah di Amerika Serikat (AS) yang akan terjadi tahun depan. Pemerintah diminta untuk mengantisipasi hal tersebut.

"Secara ekspektasi negara maju AS dan Eropa mmg sedang mengalami ekspektasi yang negatif. Kenapa? karena PDB mereka sudah lebih 40 persen PDB dunia," ujarnya.

Apa yang terjadi pada negara maju akan berdampak ke ekonomi negara berkembang termasuk Indonesia. Terutama sektor modal atau investasi.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pemerintah Diminta Antisipasi

Sebelumnya, Febrio Nathan Kacaribu mengungkapkan adanya potensi krisis moneter di Amerika Serikat (AS) yang akan terjadi tahun depan. Pemerintah diminta untuk mengantisipasi hal tersebut.

“Krisis ada ancaman di 2020 tapi lebih besar nanti di 2021,” kata dia dalam acara Economy Outlook 2020, di Menara BCA, Jakarta, Jumat (18/10).

Krisis yang terjadi di AS, dampak yang akan terjadi di Indonesia biasanya adalah setahun kemudian. Oleh karena itu dia menyebut pemerintah masih punya waktu cukup banyak untuk melakukan berbagai antisipasi.

“Kalau antisipasi, kita masih punya banyak waktu,” ujarnya.

Antisipasi tersebut, salah satunya adalah di sektor kebijakan fiskal, moneter dan riil.

“Yang penting menteri keuangan profesional. Karena kalau kita baca surat utang 40 persennya dipegang asing. Itu risiko capital outflow (aliran dana keluar),” tutupnya.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.