Sukses

Kementerian ESDM akan Revisi PP Konservasi Energi

Revisi PP 70 ini akan mendorong lebih banyak lagi pengguna listrik untuk melaksanakan mandatori manajemen energi dari Kementerian ESDM.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) sedang mendorong revisi PP 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi. Rencananya, proses revisi bisa selesai akhir tahun ini.

Revisi PP 70 ini akan mendorong lebih banyak lagi pengguna listrik untuk melaksanakan mandatori manajemen energi dari Kementerian ESDM. Pasalnya, revisi ini menyebut pengguna energi sebesar 4.000 Ton Oil Equivalent (TOE) sudah harus menerapkan manajemen energi.

"Ini salah satu fokusnya adalah mengenai batas wajib pelaksanaan management energi. Kalau yang PP 70 yang lama tahun 2009 kan mengamanatkan pengguna energi yang menggunakan energi ekuivalen 6.000 TOE per tahun wajib menjalankan manajemen energi. Di revisi ini kurang lebih pengguna energi yang 4.000 TOE dia sudah wajib," jelas Direktur Konservasi Energi Hariyanto, di Jakarta, Kamis (31/10/2019).

Menurut perkiraan, perubahan aturan ini akan menambah 20 persen pihak yang melaksanakan mandatori manajemen energi. Revisi ini pun memberikan efek kepada gedung-gedung pemerintah, sektor industri, serta transportasi.

Proses revisi PP 70 pun melibatkan banyak stakeholder untuk menyusun dan menegakan aturan ini. Diusahakan proses revisi dapat beres di akhir tahun 2019.

"Revisi ini kita melibatkan semua stake holder kementerian dan lembaga unruk berperan aktif," jelas Hariyanto.

"Terkait energi kami (Kementerian ESDM) memang imamnya, tapi teknis pelaksanannya Pemda membantu, Kementerian Perindustrian membantu dalam hal induatri, Kemenerian Perhubungan dalam transportasi, dan lain sebagainya," ujarnya.

Manajemen energi ini menjadi peran penting agar Indonesia bisa menghemat energi sebanyak 17 persen di tahun 2025. Hal itu pun sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) serta komitmen Indonesia di Paris Agreement.

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

12 Alat Rumah Tangga Boros Listrik akan Dilarang Beredar pada 2025

Kementerian ESDM terus mendorong konservasi energi demi pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. Targetnya pada 2025, harus ada efisiensi energi sebesar 17 persen.

Salah satu kebijakan intervensi yang akan diambil dengan melarang 12 alat rumah tangga yang boros energi atau listrik. Hingga kini, baru dua alat rumah tangga yang peredarannya diatur agar tidak boros energi, yakni lampu swaballast dan AC split.

"Kita target sampai 2025 bisa mengatur 12 peralatan rumah tangga yang hemat energi. Sekarang kita baru dua, lampu swaballast dan AC split. Ini sudah diatur. Jadi kalau kita atur, itu mengedukasi kepada masyarakat dalam memilih peralatan yang hemat energi sehingga secara nasional kita mendapat penghematan," jelas Direktur Konservasi Energi Kementerian ESDM Hariyanto, di Jakarta, Kamis (31/10/2019).

Beberapa contoh alat-alat yang akan dipantau adalah lampu swaballast, AC, kulkas, motor listrik, blender, setrika, rice cooker, mesin cuci, dan kipas angin.

Pelarangan edar ini menurut Hariyanto juga akan menguntungkan masyarakat. Sebab, alat-alat rumah tangga yang boros listrik memang murah, tetapi masyarakat tidak sadar bahwa yang mahal konsumsi listrik alat-alat tersebut justru mahal.

"Jadi itu tidak boleh melebihi batas penggunaan energi. Bila lewat, maka termasuk kategori yang boros, jadi tak boleh beredar," jelas dia.

Sebagai langkah awal untuk mewujudkan rencana ini, Kementerian ESDM akan berdiskusi dengan Kementerian Industri agar tidak merugikan cluster industri lokal. Namun, impor terkait alat-alat itu diharapkan bisa diefisiensi.

Demi mencapai 2025 hemat energi, pelaku industri juga akan dipersuasi untuk menjalankan manajemen energi yang baik dan berkelanjutan. Untuk sekarang, penghematan di sektor industri dipandang belum konsisten.

"Saat ini penggunaannya boros, turun, naik lagi, turun lagi, tapi kita set up supaya dia itu paling enggak turun atau flat," pungkas Hariyanto.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini