Sukses

Sri Mulyani Minta Pengusaha Tak Ikut Suram Hadapi Tekanan Ekonomi Global

Kondisi ekonomi global yang sulit kerap kali membuat pelaku usaha lebih memilih untuk wait and see dalam menjalankan bisnisnya.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menginginkan agar para pengusaha dapat menggenjot permintaan domestik dalam negeri. Ini menjadi salah satu cara keluar dari ketidakpastian ekonomi global.

"Dalam lingkungan global yang tidak pasti, domestik demand harus dijaga dan diperkuat. Stance kebijakan fiskal adalah kontra siklus," kata Sri Mulyani dalam sambutannya di acara CEO Networking 2019 di Jakarta, Kamis (31/10/2019).

Keadaan saat ini kerap kali membuat pelaku usaha lebih memilih untuk wait and see dalam menjalankan bisnisnya, lantaran psikologi pelaku usaha terpengaruhi oleh berbagai kondisi dan proyeksi ekonomi global.

"Kami sangat menyadari tantangan global ini. Kami terus-menerus memberi sinyal pelaku pasar. Ekonomi kita punya potensi yang besar, jangan ikut gloomy [suram], karena sekarang ini psychological driven weaknesses," ucap dia.

Menurut dia, pelaku usaha dalam negeri tak perlu menjadi pesimistis dalam menghadapi gejolak ekonomi global. Lantaran, proyeksi pelemahan global selalu terjadi setiap tahunnya, tapi ekonomi Indonesia tetap mampu tumbuh.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mampu tumbuh di sekitar 5 persen. Itu potensi yang besar," katanya.

Bendahara Negara ini menambahkan, pertumbuhan ekonomi yang terjaga tersebut menunjukkan Indonesia masih memiliki ketahanan ekonomi di tengah ketidakpastian global. Juga masih memiliki daya tarik bagi investor.

Oleh karena itu, pihaknya bersama pemangku kebijakan lain, yakni Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sangat menyadari berbagai tantangan yang dihadapi saat ini. Sinergi kebijakan terus dilakukan untuk mendorong laju perekonomian domestik.

Di samping itu, pihaknya sudah menyiapkan kebijakan fiskal melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan peningkatan belanja pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Hal ini tecermin dari proyeksi defisit APBN 2019 menjadi 2 persen sampai 2,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih lebar dari tahun lalu yang 1,72 persen dari PDB.

"Kita berharap dengan organisasi pemerintah lebih baik dan efektif, maka optimistis bisa ditularkan ke dunia usaha. Sehingga dunia usaha tidak wait and see lagi," ungkapnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Demo Tiada Henti, Hong Kong Masuk Jurang Resesi

Setelah 5 bulan protes anti pemerintah yang tak kunjung mereda, Hong Kong akhirnya masuk ke dalam jeratan resesi. Menurut Sekretaris Finansial negara tersebut, Paul Chan, tahun ini, pertumbuhan ekonomi Hong Kong diprediksi melambat.

Mengutip dari laman Reuters, Senin (28/10/2019), dalam sebuah blog yang dipublikasikan Paul Chan disebutkan bahwa PDB Hong Kong mengalami kontraksi dan melemah dua kuartal berturut-turut.

Secara teknis, negara tersebut kini telah terkena resesi dan tidak akan mencapai target pertumbuhan 0-1 persen.

"Akan sangat sulit untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi. Demonstrasi telah menjadi pukulan yang sangat keras untuk ekonomi kami," ujar Paul Chan.

Demonstrasi di Hong Kong semakin memanas setelah pada hari Minggu kemarin, para demonstran bentrok dengan aparat kepolisian secara brutal.

Bukan hanya itu, polisi mencoba membubarkan massa dengan gas air mata, peluru karet, namun para pendemo tidak kunjung membubarkan diri. Mereka membalas dengan serangan bom molotov dan membakar toko-toko di pusat Hong Kong.

"Harus diciptakan ruang untuk berdiskusi, karena semua orang harus kembali ke kehidupan normal mereka," lanjut Paul.

Ekonomi Hong Kong sendiri diprediksi tumbuh 2-3 persen pada 2019. Namun karena kejadian demonstrasi, proyeksinya dipangkas menjadi hanya 0-1 persen saja, alias memiliki kemungkinan tidak tumbuh sama sekali.

Banyak ekonom telah memprediksi pertumbuhan ekonomi Hong Kong hanya di bawah 1 persen, bahkan studi JP Morgan menyatakan pertumbuhannya hanya 0,3 persen saja.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini