Sukses

Dituduh Menipu, Miliarder Startup Ini Kini Tak Mampu Sewa Pengacara

Dulu Elizabeth Holmes terkenal sebagai miliarder wanita yang menjadi panutan.

Liputan6.com, San Jose - Mantan miliarder Elizabeth Holmes (35) sempat menjadi sensasi di dunia teknologi Amerika Serikat (AS). Ia dikenal sebagai penemu muda yang membawa revolusi ke ranah uji darah. Lewat mesin temuannya, Holmes mengklaim bisa uji laboratorium dengan setetes darah saja.

Alat tes darah tersebut bernama Edison dan diproduksi oleh Theranos, sebuah startup yang Holmes dirikan pada tahun 2003.

Usia Holmes waktu itu baru 19 tahun, dan seperti idolanya Steve Jobs, wanita pirang ini juga akhirnya memutuskan keluar dari kampusnya Stanford, demi mengejar inovasi.

Pada tahun 2015, Holmes menjadi miliarder dengan kekayaan USD 4,5 miliar atau kini setara Rp 68,8 triliun.

Masih di tahun yang sama, Wall Street Journal mengungkap sejumlah keganjilan pada Theranos, terutama karena hasil uji lab Theranos meragukan secara ilmiah, apalagi perusahaan itu tak transparan pada teknologi mereka.

Walau Holmes sempat melawan tudingan negatif terhadapnya, skandal Theranos ternyata semakin berkembang, FBI turun tangan, dan berujung pada penutupan perusahaan di tahun 2019. Elizabeth Holmes pun menjadi tersangka penipuan. Kini, wanita itu bahkan tak bisa menyewa penasihat hukum karena masalah uang.

Dilaporkan CNBC, Kantor pengacara Cooley LLP pun akhirnya menghentikan jasa mereka ke Elizabeth. Mereka bahkan pasrah karena tak bisa dibayar.

"Mengingat situasi finansial Nona Holmes saat ini, Cooley (kuasa hukum) tidak memiliki ekspektasi bahwa Nona Holmes akan bisa membayar jasa-jasa kami," ujar pihak Cooley yang ternyata sudah setahun tak mendapat bayaran.

Pekan lalu, Holmes dan Sunny Balwani (54) baru saja kembali hadiri di pengadilan San Jose, California. Sunny merupakan Presiden Theranos yang juga memadu kasih dengan Holmes selama menjabat di Theranos.

Mantan miliarder ini terjerat sembilan kasus tuduhan skema penipuan dan dua kasus konspirasi skema penipuan. Holmes dan Sunny terancam 20 tahun penjara.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dulu Bernilai Rp 8,5 Triliun, Startup Ini Malah Bangkrut

Ada lagi nasib startup kesehatan yang nasibnya agak mirip Theranos, yakni harus tutup dan berurusan dengan hukum. Bedanya, Theranos fokus ke uji darah, sementara startup ini menguji kotoran manusia. 

Startup uBiome yang berfokus di sektor kesehatan harus menyampaikan kabar buruk kepada karyawannya. Perusahaan resmi gulung tikar. Padahal nilai valuasi pasarnya sempat mencapai USD 600 juta atau Rp 8,5 triliun (USD 1 = Rp 14.190).

Dilaporkan Business Insider, uBiome akan tutup karena kehabisan dana. Berbagai masalah pun sempat timbul seperti soal validitas ilmiah kinerja mereka, yakni meneliti mikrobioma di kotoran manusia.

"Saya harus berbagi kabar buruk. Kita tidak bisa lagi melanjutkan operasi secara normal karena kita tak memiliki pendanaan," tulis uBiome dalam email kepada pegawainya.

Perusahaan tak bisa memperpanjang utang yang mendanai mereka kala bangkrut. Perusahaan pun mengangkat wali amanat (trustee) untuk proses likuidasi.

Sebelumnya, uBiome mengajukan ke bab 11 hukum kebangkrutan AS, mereka pun mencari pembeli untuk mengambil alih aset, menyelamatkan pekerjaan dan agar bisnis inti tetap berjalan. Kini, mereka berganti ke bab 7, yakni penutupan perusahaan.

Startup ini menyebut bisa memberikan insight terbaru soal mikrobioma yang diperiksa melalui kotoran pasien. Tetapi, beredar isu bahwa ada masalah pada sains perusahaan itu. Pihak perusahaan pun melakukan investigasi internal.

Pada April lalu, startup ini digeledah FBI karena mengirim tagihan ke pelanggan untuk biaya hasil tes lab terbaru. Namun, tes itu dilakukan tanpa sepengetahuan si pelanggan. Tagihannya bisa mencapai USD 3.000 (Rp 42,5 juta).

3 dari 3 halaman

Jakarta Jadi Tuan Rumah Konferensi Regional Tech in Asia 2019

Tech in Asia, salah satu platform komunitas teknologi dan startup terbesar di Asia, mendapuk Jakarta untuk menjadi tuan rumah Tech in Asia Conference skala regional.

Konferensi ini merupakan konsolidasi dari beberapa konferensi lokal Tech in Asia sebelumnya yang dalam tujuh tahun terakhir berlangsung di beberapa kota seperti Tokyo, Singapura, dan Jakarta.

Jakarta adalah rumah bagi sebagian besar startup dan perusahaan teknologi di Indonesia. Jakarta punya kedudukan strategis bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi ke berbagai pulau maupun daerah. 

Sementara Indonesia telah berkembang menjadi negara yang mengedepankan teknologi digital. Hal ini tentu saja cocok bagi para pelaku bisnis berbasis teknologi untuk tumbuh dan berkembang.

"Indonesia merupakan pasar penting bagi startup yang ingin menembus pasar regional, mengingat banyak peluang besar yang tersedia. Sebagai bentuk dukungan untuk mengembangkan ekosistem startup di Asia, kami berusaha menjadi penghubung yang membantu pengusaha digital dalam membangun bisnis di pasar Asia," ujar Willis Wee, Founder Tech in Asia, dalam keterangannya kepada Tekno Liputan6.com.

Para investor, pembicara dan stakeholders terkait lainnya akan berkumpul di Jakarta untuk menghadiri konferensi regional yang digelar dalam dua hari ini pada tanggal 8 dan 9 Oktober untuk berdiskusi seputar startup dan teknologi terkini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.