Sukses

Penjelasan Guru Besar Unpad Soal Ganti Rugi Tanah di Ibu Kota Baru

Pemerintah memang tak perlu ganti rugi tanah, tetapi bagaimana dengan bangunan dan tanaman industri di ibu kota baru?

Liputan6.com, Jakarta - Perkara lahan konsesi di lokasi ibu kota baru menjadi sorotan karena merupakan area Hutan Tanaman Industri (HTI) yang terkait bisnis miliarder Sukanto Tanoto. Pertanyaan pun bermunculan apakah pemerintah harus membayar lahan konsesi yang sedang dipakai untuk usaha tersebut.

Guru Besar Hukum Agraria Universitas Padjajaran, Ida Nurlinda, meluruskan isu tersebut, sebab ada perbedaan antara ganti rugi tanah, bangunan, dan tanaman industri. Untuk urusan tanah, pemerintah tidak perlu ganti rugi, sebab izin Hutan Tanaman Industri (HTI) diberikan oleh pemerintah. Itu berbeda dengan hak atas tanah.

"Saya tidak melihatnya sebagai ganti rugi, karena kalau kita bicara ganti rugi dalam konteks haknya: Hak atas tanah. Ini kan bukan. Jadi ini kalau ditanya, ya tetap tanah negara. Hanya saja izin pemanfaatannya, dalam konteks dipakai hutan produksi, itu diberikan konsesinya kepada perusahaan Tanoto itu," ucap Ida kepada Liputan6.com pada Jumat (20/9/2019).

Namun, Ida mengingatkan tanah ibu kota baru bukan sekadar hamparan, sebab ada tanaman industri dan bangunan. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 1961 tentang pencabutan hak atas tanah, ada perbedaan antara ganti rugi tanah, tanaman, atau bangunan. Pemerintah pun berpotensi mengganti rugi bangunan dan tanaman meski tak ganti rugi tanah.

"Jadi artinya, segala sesuatu yang ada di atas tanah itu harus diganti. Sama seperti perkebunan yang harus dihitung. Jadi kalau di atasnya ada sekian ribu kelapa sawit harus dihitung. Kemudian orang merancukannya dengan ganti tanah. Yang betul ganti rugi bangunan dan tanamannya," jelas Ida.

Ia pun menyebut bahwa HTI juga tidak bisa langsung dilepas dan diambil pemerintah, melainkan ada proses secara bertahap. Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Agraria juga perlu menetapkan kawasan hutan tanaman industri itu menjadi APL (Areal Penggunaan Lainnya).

Di lain pihak, Bappenas menegaskan tetap akan mengambil alih lahan yang dipakai Tanoto, meski tak menyinggung soal bangunan dan tanaman industri. Lahan di Kalimantan Timur yang dijadikan ibu kota baru adalah seluas 40 ribu hektar, dan untuk tahap awal akan dibangun 2.000 sampai 6.000 hektar.

Sebelumnya dilaporkan, perusahaan milik Sutanto Tanoto menyebut pemindahan ibu kota baru bisa berdampak negatif ke operasional perusahaan mereka, yakni Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP). Pihak Tanoto mengaku mendukung rencana pemerintah tetapi meminta solusi atas hal ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Konsesi Lahan Sukanto Tanoto Segera Dicabut untuk Ibu Kota Baru

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah segera mencabut status konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk PT ITCI Hutani Manunggal (IHM) yang merupakan memasok bahan baku ke anak perusahaan RGE Group milik Sukanto Tanoto. Langkah tersebut dalam rangka mempersiapkan ibu kota baru.

“Ya mudah-mudahan tidak lebih dari sebulan (prosesnya),” kata Bambang dikutip dari Antara, Kamis (19/9/2019).

Bambang membenarkan bahwa sebagian lahan yang ditargetkan menjadi tempat pemindahan ibu kota baru Republik Indonesia di Kalimantan Timur tersebut tercatat atas nama PT ITCI yaitu sebuah perusahaan tempat Sukanto Tanoto memegang saham.

Namun, Bambang menuturkan kepemilikan tersebut dalam wujud hak konsesi HTI sehingga secara kepemilikan sah lahan tersebut tetap berada pada pemerintah. 

“Lahan itu milik negara, dari tahun berapa itu ada konsesi HTI di situ. Nah setelah kita lihat itu lokasi terbaik untuk ibu kota jadi artinya ada kebutuhan negara akan lahan tersebut, artinya ya diambil konsesi HTI-nya oleh pemerintah,” ujarnya.

Ia melanjutkan Kementerian PPN/Bappenas sudah meminta secara langsung kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera memproses pencabutan itu.

“Ya itu nanti oleh KLHK, kita sudah minta KLHK untuk mulai proses,” ujarnya.

Bambang menjelaskan beberapa alasan yang mendorong pemerintah dalam mengambil hak konsesi HTI tersebut seperti lahan itu tidak berada dalam titik api yang memicu kebakaran hutan dan bukan lahan gambut serta tidak mengandung batu bara.

“Ya sudah dipertimbangkan waktu itu dan di tanah itu tidak ada potensi sumber kebakaran karena tidak mengandung gambut dan batu bara,” katanya.

3 dari 3 halaman

Tanah di Ibu Kota Baru Dikuasai Sukanto Tanoto?

Nama Sukanto Tanoto mendadak disorot publik karena disebut sebagai pemilik sebagian besar lahan di wilayah ibu kota baru di Kalimantan Timur. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia berkata lahan tersebut adalah kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang bisa diambil kembali oleh pemerintah.

Menurut Forbes, Sukanto Tanoto adalah miliarder dengan kekayaan USD 1,3 miliar atau Rp 18,3 triliun (USD 1 = Rp 14.092).

"Saya baru dikasih tahu resmi bahwa tanah itu sebagian besar tanah HTI miliknya Sukanto Tanoto, HTI yang setiap saat bisa diambil oleh pemerintah," ungkap Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Indonesia MS Hidayat pada Rabu, 18 September 2019, di Jakarta.

Pihak Tanoto mengakui lokasi pemilihan ibu kota baru di Kalimantan Timur akan berpengaruh ke bisnis mereka. Sebab, lokasi ibu kota baru ada di area PT ITCI Hutani Manunggal (IHM) yang merupakan memasok bahan baku ke anak perusahaan RGE Group milik Tanoto.

"Menurut informasi yang kami terima, lokasi yang akan dipilih berada di dalam area PT ITCI Hutani Manunggal (IHM) yang merupakan mitra pemasok strategis dengan kontribusinya signifikan bagi PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP)," ujar Corporate Affairs Director APRIL Group Agung Laksana seperti ditulis Kamis (19/9/2019).

RAPP merupakan anak usaha APRIL Group. APRIL Group sendiri adalah bagian RGE Group yang Sukanto Tanoto dirikan pada tahun 1973.

Meski Kadin menyebut tanah itu bisa diambil pemerintah demi ibu kota baru, pihak APRIL Group berharap meminta pemerintah turut memberi jalan keluar pada masalah ini. 

"Tentu saja rencana Pemerintah ini akan berpengaruh bagi kegiatan operasional, namun kami percaya Pemerintah akan memberikan pertimbangan dan solusi mengenai hal ini," ujar Agung.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.