Sukses

Lahan Dikuasai Swasta, Pembangunan Ibu Kota Baru Bakal Mandek?

Penguasaan lahan oleh pihak swasta dinilai tidak akan menghambat proses pembangunan ibu kota baru.

Liputan6.com, Jakarta - Penguasaan lahan oleh pihak swasta dinilai tidak akan menghambat proses pembangunan [ibu kota baru](https://www.liputan6.com/bisnis/read/4067870/headline-swasta-kuasai-sebagian-lahan-ibu-kota-baru-bagaimana-upaya-pembebasannya?source=search ""). Terlebih lahan negara tersebut hanya dimanfaatkan oleh swasta dengan skema konsesi sebagai Hutan Tanaman Industri (HTI).

Wakil Ketua Umum REI Bidang Tata Ruang, Kawasan Properti Ramah Lingkungan, Hari Ganie mengatakan, jika lahan di [ibu kota baru](https://www.liputan6.com/bisnis/read/4067794/menteri-atr-tak-ada-ganti-rugi-lahan-sukanto-tanoto-di-ibu-kota-baru?source=search "") merupakan tanah negara, maka pemerintah bisa saja sewaktu-waktu mengambil kembali lahan tersebut.

"Memang konsensesi itu HTI yang setiap saat aturannya bisa dicabut oleh negara untuk kepentingan yang lebih besar. Pemindahan ibu kota negara ini menjadi kepentingan tertinggi. Jadi HTI bisa dicabut," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta.

Menurut Hari, nantinya tinggal bagaimana pemerintah dan pihak swasta pemegang hak konsesi untuk membicarakan masalah pengembalian lahan ini.

"Tinggal bagaimana diatur nanti kapan lahan itu bisa dikuasai lagi oleh negara, bisa disesuaikan dengan masterplan pembangunan ibu kota baru. Mungkin ada (kompensasinya). Tapi intinya negara bisa ambil kembali lahan itu," kata dia.

Hari juga yakin proses pembangunan ibu kota baru bisa berjalan sesuai target tanpa terhalang pembebasan lahan. Terlebih, pembangunan ibu kota baru sendiri akan dilakukan secara bertahap.

"Itu kan dalam masterplan lahan sebesar 2.000 ha untuk pusat pemerintahan, 400 ribu ha untuk fasilitas penunjangnya dan 200 ribu ha yang dengan zona hutan dan lain-lain. Yang 2.000 ha itu mungkin tidak langsunng semuanya terbangun. Jadi disesuaikan dengan masterplan mana duluan yang akan dibangun. Jadi bisa diatur kok itu, demi kepentingan negara apapun bisa karena itu kan hak konsesi saja," tandas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Benarkah Tanah di Ibu Kota Baru Dikuasai Sukanto Tanoto?

Nama Sukanto Tanoto mendadak disorot publik karena disebut sebagai pemilik sebagian besar lahan di wilayah ibu kota baru di Kalimantan Timur. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia berkata lahan tersebut adalah kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang bisa diambil kembali oleh pemerintah.

Menurut Forbes, Sukanto Tanoto adalah miliarder dengan kekayaan USD 1,3 miliar atau Rp 18,3 triliun (USD 1 = Rp 14.092).  

"Saya baru dikasih tahu resmi bahwa tanah itu sebagian besar tanah HTI miliknya Sukanto Tanoto, HTI yang setiap saat bisa diambil oleh pemerintah," ungkap Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Indonesia MS Hidayat pada Rabu, 18 September 2019, di Jakarta.

Pihak Tanoto mengakui lokasi pemilihan ibu kota baru di Kalimantan Timur akan berpengaruh ke bisnis mereka. Sebab, lokasi ibu kota baru ada di area PT ITCI Hutani Manunggal (IHM) yang merupakan memasok bahan baku ke anak perusahaan RGE Group milik Tanoto.

"Menurut informasi yang kami terima, lokasi yang akan dipilih berada di dalam area PT ITCI Hutani Manunggal (IHM) yang merupakan mitra pemasok strategis dengan kontribusinya signifikan bagi PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP)," ujar Corporate Affairs Director APRIL Group Agung Laksana seperti ditulis Kamis (19/9/2019).

RAPP merupakan anak usaha APRIL Group. APRIL Group sendiri adalah bagian RGE Group yang Sukanto Tanoto dirikan pada tahun 1973.

Meski Kadin menyebut tanah itu bisa diambil pemerintah demi ibu kota baru, pihak APRIL Group berharap meminta pemerintah turut memberi jalan keluar pada masalah ini. 

"Tentu saja rencana Pemerintah ini akan berpengaruh bagi kegiatan operasional, namun kami percaya Pemerintah akan memberikan pertimbangan dan solusi mengenai hal ini," ujar Agung.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.