Sukses

Antisipasi BI Hadapi Memanasnya Perang Dagang AS-China

BI akan melanjutkan untuk menempuh bauran kebijakan akomodatif.

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) terus memperkuat strategi operasi moneter untuk mendukung upaya menjaga kecukupan likuiditas dan meningkatkan efisiensi pasar uang. Ini demi memperkuat transmisi bauran kebijakan yang akomodatif.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pelonggaran kebijakan BI dilakukan melihat risiko ketegangan hubungan dagang AS-China yang berlanjut. Panasnya perang dagang telah membawa ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi.

"Selain itu kenaikan tarif dagang oleh AS dan Tiongkok yang terus berlangsung makin menurunkan volume perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia. Perekonomian AS tumbuh melambat akibat penurunan ekspor dan investasi nonresidensial," ujar dia di Jakarta, Kamis (19/9/2019).

Sebab itu, dia mengatakan, BI akan melanjutkan untuk menempuh bauran kebijakan akomodatif. Caranya dengan memangkas suku bunga, perlonggar makroprudensial, sistem pembayaran, dan operasi moneter.

Selain memangkas suku bunga acuan, BI juga menurunkan uang muka (down payment/DP) melalui skema loan to value (LTV) pada kredit properti seperti KPR hingga kendaraan bermotor.

Relaksasi ini dilakukan untuk menjaga stabilitas eksternal sekaligus upaya menopang pertumbuhan ekonomi.

"Perekonomian dunia yang melambat mendorong komoditas global kembali menurun. Kondisi ini direspons banyak negara yang melakukan stimulus fiskal dan melonggarkan kebijakan moneter," ujarnya.

Dia menegaskan jika BI sejak awal tahun memang sudah mengarahkan kebijakan untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. "Langkah ini kita perkuat sebagai antisipasi terhadap perang dagang AS-Tiongkok," kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

BI: Indonesia Belum Terkena Resesi

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan Indonesia belum terkena ancaman dari resesi. Isu ini kian menghangat mengingat sejumlah negara maju sudah menjadi korban dari resesi ekonomi.

"Resesi itu jika suatu negara growth negative berturut-turut pada 2 triwulan. Pertumbuhan ekonomi global kami memproyeksi tahun ini 3,2 persen dan tahun depan 3,3 persen. Ini belum termasuk definisi resesi," tuturnya di Jakarta, Kamis (19/9/2019).

Perry juga menjelaskan, Indonesia juga belum terdampak dari potensi resesi ekonomi. Apalagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan masih di atas atau sekitar 5 persen.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia kami memprediksi masih di bawah titik tengah 5-5.4 persen. Tahun depan kami memproyeksi 5-5.5 persen," ujarnya.

Sementara itu, pihaknya menegaskan, BI selaku bank sentral akan terus melonggarkan kebijakan moneternya menyesuaikan perlambatan ekonomi global yang kini terjadi.

"Kita akan melanjutkan bauran kebijakan akomodatif dengan memangkas suku bunga, perlonggar makropruden, sistem pembayaran dan operasi moneter," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini