Sukses

Menteri Susi Kesal Kembali Temukan Kapal Pencuri Ikan Residivis

Menteri Susi Pudjiastuti menekankan salah satu cara yang paling efektif memberikan efek jera adalah menenggelamkan kapal.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengaku geram dengan para pelaku penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) yang terus beredar di perairan Indonesia. Apalagi, dia menemukan jika kapal-kapal tersebut ternyata sebelumnya sudah pernah ditangkap Satgas 115.

"Dari beberapa penangkapan yang kita lakukan, kita menangkap lagi kapal residivis. Kapal-kapal yang sudah kita tangkap 6 bulan, 1 tahun sebelumya, melaut lagi, mencuri ikan lagi. Kalau ini seperti ini diteruskan apakah kita kurang kerjaan," kata Menteri Susi di Jakarta, Kamis (19/9/2019).

Dia pun merasa jengkel lantaran para pelaku pencurian ikan tersebut seakan tidak kapok dan terus masuk ke perairan Indonesia. Sebab itu, dia meminta kepada pihak yang menangkap kapal pencuri ikan tidak melakukan tindakan atau keputusan yang normatif.

Tindakan normatif sama saja akan memberikan celah kepada pemilik kapal pencuri ikan mendapatkan kapal yang sudah ditangkap oleh petugas dengan susah payah. "Di mana dari hasil yang sudah terjadi pelelangan ini membuat celah kembali para pemilik kapal memiliki kembali kapal-kapalnya," jelas dia.

Untuk itu, dia menekankan salah satu cara yang paling efektif untuk memberikan efek jera kepada pelaku pencuri ikan adalah menenggelamkan kapal. Dengan begitu, para pelaku tidak akan mungkin kembali berniat untuk melakukan penangkapan ikan secara ilegal.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menteri Susi Geram Nelayan Masih Gunakan Bom untuk Tangkap Ikan

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengaku geram dengan sikap nelayan yang masih saja melalukan penangkapan ikan dengan bahan dan alat dilarang seperti portasium, bom, cantrang, dan troll. Padahal sudah jelas tata cara penangkapan menggunakan alat tersebut dilarang karena dapat merusak eksosistem laut.

Dia menyebut hasil tangkapan ikan dengan menggunakan beberapa komponen tersebut juga dianggap mubazir. Sebab, hasil tangkap ikan tidak diambil keseluruhan melainkan sebagian akan dibuang kembali laiknya sampah.

"Kemubaziran yang dimunculkan alat-alat tangkap ini luar biasa. Lebih dari 50 persen hasil tangkapan mereka dibuang kembali lagi ke laut sebagi sampah," kata dia saat ditemui di Jakarta, Kamis (19/9).

Menteri Susi mencontohkan seperti halnya di wilayah Pantura dan Jawa sampah ikan yang dihasilkan setiap harinya bisa mencapai 300-500 ton. Itu dikarenakan hasil tangkapan menggunakan cantrang separuhnya dibuang dan dipilih sesuai kebutuhan para nelayan.

"Itu separuhnya dibuang yang dia ambil yang bernilai Rp 5.000 sampai Rp 8.000 ke atas. Sehingga yang kecil-kecil itu ikan ada banyak, udang kecil, ikan bawal putih kecil yang mestinya menjadi nilai jutaan rupiah per kilogramnya akhirnya jadi sampah," jelas dia.

Melihat kejadian itu, dirinya pun memita agar para nelayan mencontoh satu desa yang berada di Kabupaten Demak, Jawa Tengah yang secara keseluruhan tengah melakukan konservasi dan melakukan penangkapan secara ramah lingkungan.

"Kita bisa buktikan ada desa kecil di Demak, dengan gigih melakukan konservasi dan membataskan aturan aturan desanya. Kita harus tau nilai berapa dari ranjungan yang bisa mereka jaga, Rp 5 triliun ekspor per tahun bukan itu keuntungan bagi masyarakat," kata dia.

"Tapi berapa desa yang punya keberanian seperti itu harusnya kita menjadi triger kita menjadi pelindung untuk masyarakat tradisonal bisa mengamankan wilayahnya dari alat-alat tangkap yang merusak lingkungan baik troll, bom, portasium, cantrang," tambah Menteri Susi.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini