Sukses

Dari 12 Indikator Daya Saing, Indonesia Hanya Unggul 1 Sektor

World Economic Forum membuat peta ada 12 indikator untuk menilai competitiveness suatu negara dan Indonesia hanya unggul pada 1 sektor saja.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia masih tertinggal dalam hal produktivitas dan daya saing dengan Malaysia dan Korea Selatan.

Padahal, penguatan sumber daya manusia (SDM) melalui ICT adoption dan innovation capability merupakan dua syarat agar Indonesia meningkatkan daya saing di level internasional.

Pengamat Ekonomi dan Keuangan Anton Gunawan mengatakan, peningkatan produktivitas memang dapat dilakukan lewat penguatan SDM.

"World Economic Forum membuat peta ada 12 indikator untuk menilai competitiveness suatu negara dan Indonesia hanya unggul pada 1 sektor saja, yaitu market size," tuturnya di Jakarta, Kamis (12/9/2019).

"Korea itu skornya 80, Malaysia 60 dan Indonesia 40 untuk variable innovation capacity. Jadi pilar inovasi adalah pendidikan," lanjut dia.

Anton menjelaskan, kemampuan untuk berinovasi dan adaptasi teknologi adalah prasyarat Indonesia menjadi negara maju sesuai visi 2045.

"Produktivitas menjadi salah 1 faktor yang tak bisa mendorong growth, ditambah lagi defisit transaksi berjalan approach yang kita lakukan restriksi terutama menurunkan impor," paparnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hanif Dhakiri Sebut Rendahnya Daya Saing SDM Indonesia sebagai Tantangan

Pemerintah menjadikan pembangunan sumber daya manusia (SDM) sebagai prioritas pembangunan nasional. Tahun ini Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menyusun rencana jangka menengah pembangunan SDM, termasuk salah satunya diluncurkannya Kartu Pra-Kerja pada 2020.

Demikian disampaikan Menteri Ketenagakerjaan RI Muhammad Hanif Dhakiri dalam Seminar pra-Munas Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama) di Hotel Gran Senyiur Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (7/9/2019).

"Nanti di mana pemerintah mengalokasikan Rp 10 triliun untuk melatih angkatan kerja kita agar memiliki kompetensi dan bisa masuk ke pasar kerja, atau bisa memulai wirausaha," ujar Hanif selaku keynote speaker.

Menurut dia, di tengah dunia yang berubah saat ini terutama dari struktur bisnis dan struktur ekonomi, maka inovasi yang menjadi kunci dari pertumbuhan dan kemajuan.

"Inovasi titik letaknya ada pada manusia," ungkap Hanif.

Namun demikian, lanjut dia, ada sejumlah masalah dan tantangan yang harus kita pahami bersama secara jernih menyangkut isu pembangunan SDM, yaitu daya saing SDM atau tenaga kerja Indonesia relatif rendah.

Hal itu berpangkal dari luaran pendidikan formal yang belum siap kerja, kualitas SDM didominasi lulusan berpendidikan rendah, kesenjangan SDM tidak merata, produktivitas masih rendah, dam pihak industri belum berpihak pada tenaga kerja yang ada.

Di sisi lain, limpahan bonus demografi tahun 2025-2035 diperkirakan sebanyak 70 persen berasal dari usia produktif dan 30 persen berusia muda, antara 15-35 tahun.

"Kuncinya untuk mengelola bonus demografi adalah kesehatan, pendidikan dan pelatihan vokasi, dan iklim ketenagakerjaan," kata Hanif.

Untuk itu, pihaknya kini antara lain mendorong peningkatan mutu pelatihan vokasi di Indinesia. Hal itu ditempuh dengan melibatkan industri untuk menyusun standar kompetensi program dan kurikulum pelatihan.

Di bidang kurikulum, pemerintah menggodog penyempurnaan komposisi skill seperti technical skill, soft skill, dan digital skill.

"Kita juga melakukan reorientasi kejuruan dan program pelatihan disesuaikan dengan potensi daerah, dan mendorong kerja sama dengan industri dalam penyelenggaraan pelatihan vokasi," paparnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.