Sukses

Indef: Beberapa Keputusan Pemerintah Gerus Daya Beli Masyarakat

Perkembangan sektor riil di dalam negeri saat ini masih belum optimal guna menopang terjangan kemelut ekonomi dari luar.

Liputan6.com, Jakarta - World Bank atau Bank Dunia memprediksi perekonomian Indonesia akan terguncang pada akhir 2019 ini akibat trade war atau perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China serta potensi resesi ekonomi di Negeri Paman Sam.

Kedua faktor tersebut disebut bakal memicu capital outflow atau keluarnya dana asing yang sangat besar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Bahkan, bisa mengarah pada tingkat bunga yang lebih tinggi hingga depresiasi nilai tukar rupiah.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, pelemahan nilai tukar rupiah memang jadi konsekuensi di pasar keuangan. Dia mengatakan, nilai tukar mata uang Garuda bisa terbantu jika ada penguatan di sektor riil, seperti yang terjadi pada era krisis moneter 1997-1998.

"Yang jadi persoalan, gimana caranya sektor riil masih bisa tumbuh. Seperti krisis 1998, UMKM masih bisa menopang ekonomi ketika korporasi sedang bermasalah," ujar dia kepada Liputan6.com, Sabtu (7/9/2019).

Bhima menganggap, perkembangan sektor riil di dalam negeri saat ini masih belum optimal guna menopang terjangan kemelut ekonomi dari luar. Dia mencermati beberapa keputusan pemerintah yang dianggapnya menyulitkan konsumsi rumah tangga.

"Konsumsi rumah tangga memang masih tumbuh 5 persen, tapi rencana kebijakan pemerintah seperti mencabut subsidi listrik 900 VA, kemudian naikan iuran BPJS Kesehatan naik 100 persen, hingga subsidi BBM dikurangi berisiko gerus daya beli," kata dia.

Oleh karenanya, ia mendesak pemerintah untuk tidak mengeluarkan peraturan yang menyulitkan konsumsi rumah tangga. "Jadi konsumsi yang sudah tumbuh sekarang dijaga, jangan dikasih kebijakan yang aneh-aneh," tegasnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penurunan Suku Bunga BI Jaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi RI

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, merespon keputusan Bank Indonesia (BI) dalam menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps atau menjadi 5,50 persen. Menurut dia, keputusan Bank Sentral Indonesia tersebut sudah dipikirkan secara matang hingga dampak ke depannya.

"Tentu kita menghormati dari sisi keputusan Bank Indonesia yang dalam komunikasinya ingin agar momentum pertumbuhan ekonomi bisa tetap terjaga," kata Menteri Sri Mulyani, saat ditemui di Aula Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Jumat 23 Agustus 2019. 

Dengan pelonggaran suku bunga acuan BI, pemerintah bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengawal perekonomian Indonesia dari dampak pelemahan ekonomi global. Oleh karenanya, pihaknya akan mempelajari dan menentukan sikap dari sisi kebijakan baik BI dan OJK.

"Tujuannya apa? Agar tetap perekonomian Indonesia bisa maju dari sisi pertumbuhan ekonomi bisa terjaga, stabilitas bisa kita jaga, dan dari sisi perkembangan pembangunan yang sudah dilakukan," jelas dia.

"Jadi policy yang sudah dilakukan oleh Bank Indonesia akan kita sinkronkan dengan pemerintah, baik fiskal ke depan maupun yang sekarang," sambung Sri Mulyani.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.