Sukses

KPPU Terima Laporan Dugaan Semen China Lakukan Predatory Pricing

Saat ini industri semen RI sedang dalam kondisi oversupply karena pasokan semen lebih besar dibandingkan permintaan pasar semen domestik.

Liputan6.com, Jakarta - Perwakilan Serikat Pekerja Semen Padang bersama Pengusaha Andre Rosiade melaporkan secara resmi dugaan praktik predatory pricing yang dilakukan oleh semen China di Indonesia ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Predatory pricing alias praktik jual rugi ini dinilai mematikan industri semen RI. Menanggapi hal ini, Komisioner KPPU Guntur Saragih menyatakan akan memproses laporan tersebut.

"Tentu kami terima semua laporan dan kami perlakukan sesuai peraturan yang ada. Masih diklarifikasi, namun hasilnya belum muncul," ungkap Guntur di Jakarta, Senin (26/08/2019).

Sebelumnya, Andre mengatakan saat ini industri semen RI sedang dalam kondisi oversupply karena pasokan semen lebih besar dibandingkan permintaan pasar semen domestik. Hal ini menyebabkan pabrik-pabrik semen lokal membatasi kapasitas produksinya di kisaran 65 persen.

Di saat kondisi oversupply terus berlanjut sangat mungkin produsen akan memainkan harga jual yang sangat rendah sehingga berpotensi mematikan pesaing lainnya.

"Dalam jangka pendek, rendahnya harga semen akan menguntungkan bagi masyarakat, akan tetapi dalam jangka panjang ketika kondisi monopoli terjadi justru konsumen akan dirugikan," tambah Andre.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Beda Harga Jauh

Sebelumnya, Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSP ISI) bersama Pengusaha Andre Rosiade memenuhi undangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dugaan pelanggaran UU yang dilakukan perusahaan semen asal China menggunakan sistem predatory pricing atau jual rugi di pasar semen Indonesia.

“Hari ini saya diundang oleh KPPU untuk klarifikasi bukti-bukti permulaan dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 pasal 20 tentang aktivitas jual rugi (predatory pricing) yang dilakukan oleh pabrik semen asal Tiongkok” kata Andre di Kantor KPPU, Senin (26/8/2019).

Dia menjelaskan, terdapat sinyal jual rugi yang dilakukan oleh semen China dengan indikasi perbedaan harga yang sangat jauh antar produk semen lokal dengan semen pabrikan China. Padahal menurutnya, komponen bahan, sistem pembuatan dan biaya produksi relatif sama.

“Memang secara rata-rata biaya produksi semen lokal lebih mahal salah satunya karena komponen upah buruh yang berbeda antara pabrik lokal dengan pabrik asal China, namun bila dihitung dalam skala ekonomi perbedaan ini tidak terlalu signifikan. Tapi kok selisih harganya bisa begitu jauh? Ini ada apa?” jelasnya.

Andre jugamengapresiasi kinerja KPPU yang menindaklanjuti laporannya tersebut. Dia berharap nantinya akan ada hasil yang baik bagi perusahaan semen nasional melalui proses di KPPU.

"Saya berharap proses penyelidikan yang dilakukan segera rampung sehingga kita bisa mengetahui secara jelas dugaan pelanggaran pasal 20 UU Nomor 5 Tahun 1999 sehingga industry strategis kita bisa selamat dari marabahaya," kata Andre.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.