Sukses

BPH Migas Gandeng TNI-Polri Tertibkan Penyelewengan BBM Bersubsidi

BPH Migas akan melakukan pengawasan penyaluran BBM bersubsidi bersama TNI Polri.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) melibatkan TNI dan Polri, untuk menertibkan penyelewangan Bahan Bakar Jenis Tertentu (JBT) atau solar subsidi.

Kepala BPH Migas Fanshurullah Assa mengatakan, BPH Migas akan melakukan pengawasan penyaluran BBM bersubsidi bersama TNI Polri, pengawasan diperioritaskan di wilayah yang terjadi penyelewengan.

"BPH Migas akan lakukan pengawasan di wilayah-wilayah yang patut diduga terjadi penyimpangan. Di daerah tambang yang diduga terjadi penimbunan untuk perkebunan dan tambang," kata Fanshurullah, di Kantor BPH Migas, Jakarta, Rabu (21/8/2019).

Menurut Fashurullah, masih ada potensi penyelewengan BBM bersubsidi yang akan ditertibkan, selama ini BPH Migas pun sudah menemukan penyelewengan ‎kemudian diserahkan ke Polri untuk ditindak lanjuti secara hukum.

‎"Kita ada PPNS untuk penyeidikan tapi ada kerja sama juga dengan Polri. ini data yg udh ditangkap Kepolisian dan masih ada potensi‎," tuturnya.

Kolonel Laut Widhy Sutedjo dari Direktorat Pembinaan Penegakan Hukum Polisis Militer mengungkapkan,‎ Markas Besar TNI siap mendukung penertiban penyelewengan BBM bersubsidi bekerja sama dengan Polri dan Badan Intelejen Nasional (BIN), serta siap melakukan tindaka jika ditemukan penyelewengan.

"Mabes TNI sangat mendukung kebijakan ini. Kami POM TNI akan turun bersama Bareskrim dan BIN. Tentunya kami awasi dan penindakan kalau ada penyelewengan sesuai dengan prosedur yang ada‎," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Subsidi Solar di 2020 Turun Rp 500 per Liter

Alokasi subsidi solar untuk 2020 menjadi Rp 1.500 per liter, turun dari alokasi tahun ini sebesar Rp 2.000 per liter.‎ Hal ini menjadi keputusan rapat anggaran Komisi VII DPR dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, penurunan subsidi solar tahun depan sebesar Rp 500 per liter, tidak berpengaruh pada penetapan harga. Sehingga pemerintah tetap mempertahankan harga solar Rp 5.150 per liter.

"Ada hara penetapan oleh pemerintah. dua tahun lalu subsidi Rp 500 per liter, harga jual Rp 5.150 per liter, tahun lalu, subsidi up to Rp 2.000, harga solarnya? Rp 5.150, ada hubungannya sama harga nggak? Nggak kan?," kata Arcandra, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (21/6/2019).

Menurut Arcandra, meski pembayaran subsidi solar ke Pertamina sebagai badan usaha yang ditugaskan menyaluran solar subsidi akan berkurang, pemerintah akan menutupi kekurangannya dengan memberikan insetif.

"Coba dilihat mekanisme tahun ini, kekurangannya dibayar pemerintah sesuai dengan kemampuan keuangan pemerintah, bener nggak?‎," tuturnya.

3 dari 3 halaman

ESDM Evaluasi Permintaan AKR untuk Setop Penyaluran Solar Subsidi

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengevaluasi usulan AKR Corporation, untuk menghentikan penju‎alan solar bersubsidi atas penugasan pada 2019.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, evaluasi permintaan AKR dilakukan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) selaku regulator. "Lagi dievaluasi (usulan AKR)," kata Arcandra di Jakarta, Jumat (21/6/2019).

Dia pun menanggapi keluhan AKR,‎ atas formula harga solar subsidi yang tidak sesuai dengan keekonomian saat ini. Adapun formula‎ yang ditetapkan saat ini sudah mengacu pada struktur biaya penyaluran solar.

‎"Kan formula kita bikin dengan melihat kondisi cost structure 2017-2018. Formula sudah selesai," tutur dia.

‎Sebelumnya, Direktur AKR Suresh Vembu mengatakan, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) AKR menghentikan penjualan solar subsidi. Namun penjualan solar industri dan non subsidi masih berlanjut.

"AKR SPBU SPBN nggak jual solar subsidi," kata Suresh, saat berbincang dengan Liputan6.com.

Menurut Suresh penghentian penjualan solar subsidi di SPBU AKR bersifat sementara, keputusan tersebut diterapkan sejak Mei 2019. "Keputusan penghentian penjualan sejak Mei," tegasnya.

Sures mengungkapkan, penyebab AKR menghentikan penjualan solar subsidi adalah, formula harga solar subsidi yang ditetapkan pemerintah kurang tepat, sehingga tidak sesuai dengan keekonomian saat ini.

"Kita sudah sampaikan ke BPH Migas harga jual solar tidak sesuai keekonomian. Formula harga BBM kurang pas," tandasnya.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.