Sukses

Atasi Polusi Udara di Jakarta, Pemerintah Harus Relokasi Pabrik

Selain asap hasil kendaraan bermotor, industri merupakan penyumbang dominan emisi yang menyebabkan polusi udara di Ibu Kota.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta serius dalam menangani masalah polusi udara yang terjadi di Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta. Salah satunya dengan menertibkan industri yang menghasilkan kadar emisi tinggi dalam proses produksinya.

Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah, mengatakan di Jakarta, selain asap hasil kendaraan bermotor, industri merupakan penyumbang dominan emisi yang menyebabkan polusi udara di Ibu Kota.

"Kontribusinya (polusi pabrik) cukup besar, sekitar 60 persen," ujar dia dikutip dari Antara, Rabu (14/8/2019).

Menurut dia, dengan kontribusi sebesar itu, maka kebijakan perluasan ganjil-genap kendaraan atau pembatasan usia kendaran menjadi percuma. Sebab, seharusnya yang juga diurus oleh pemerintah dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta adalah keberadaan industri ini.

"Jadi, kalau kebijakan selama ini seperti pemberlakuan ganjil-genap, larangan mobil usai 10 tahun ke atas, uji emisi, itu belum efektif. Karena polusi itu dipengaruhi pula oleh banyaknya industri, misalnya di Jakarta Timur ada industri baja yang masih mengeluarkan polusi yang luar biasa. Di Jakarta Utara juga ada. Ada sejenis home industry yang mengeluarkan polusi yang tinggi," kata dia.

Bahkan jika memungkinkan, industri yang ada di Jakarta dipindahkan ke daerah lain. Atau setidaknya Pemprov harus lebih ketat dalam mengawasi operasional industri-industri tersebut.

"Industri-industri ini menyumbang polusi udara tinggi. Menurut saya memang harus direlokasi ke tempat lain atau kalau tidak industri-industri itu harus diawasi secara ketat sehingga dia melaksanakan SOP yang telah ditetapkan oleh Pemprov. Selama ini kan karena pengawasan rendah. Standar-standar itu sering diabaikan. Ini yang menurut saya perlu ditingkatkan," ungkapnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bukan Hanya Masalah Jakarta

Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi menyatakan, masalah polusi udara di Jakarta bukan hanya disebabkan oleh aktivitas di Ibu Kota saja, tetapi juga aktivitas di daerah sekitar Jakarta.

"Sumber polutan di Jakarta kan tidak hanya dari Jakarta saja, melainkan juga dari wilayah sekitar Jakarta, seperti Banten dan Jabar. Sumbernya bukan hanya kendaraan bermotor, tapi juga industri," tutur dia.

Persoalan polusi di langit Jakarta ini berujung ke meja hijau. Sejumlah anggota masyarakat dan koalisi LSM Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta mengajukan gugatan perdata nomor perkara 374/Pdt.G/LH/2019/PN Jkt.Pst. Menteri KLHK Siti Nurbaya merupakan salah satu pihak tergugat dari pemerintah pusat. Gugatan warga (citizen law suit) tersebut juga menyeret Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jabar, dan Gubernur Banten sebagai pihak tergugat.

Gugatan itu diajukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Greenpeace Indonesia, dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Indonesian Center Environmental Law (ICEL), serta 31 orang yang tergabung dalam Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota).

Mereka melayangkan gugatan warga negara atau citizen law suit kepada sejumlah lembaga pemerintahan melalui PN Jakarta Pusat, pada 4 Juli ini.

Dasar aduannya atas ketidakpuasan dengan kualitas udara di DKI Jakarta yang dianggap terlalu berpolusi.

   

3 dari 3 halaman

Perbaiki Kualitas Udara, Pemprov DKI Pantau 90 Pabrik Bercerobong Asap di Jakarta

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono Warih, menyatakan sebanyak 90 perusahaan dari 114 kegiatan industri yang terindentifikasi memiliki cerobong buangan gas sisa dipantau ketat.

Pantauan terhadap perusahaan itu merupakan salah satu pelaksanaan Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.

"Komponen yang kami awasi adalah pemenuhan ketentuan spesifikasi teknis cerobong, baku mutu udara keluaran, dan kewajiban melakukan pengukuran secara mandiri," kata Andono di Cakung, Jakarta Timur, Kamis (8/8/2019).

Pemeriksaan komponen emisi ini, lanjut Andono, dilakukan setiap 6 bulan oleh industri yang bekerjasama dengan laboratorium lingkungan hidup terakreditasi. Mereka berkewajiban melaporkan apa pun hasilnya kepada Dinas Lingkungan Hidup DKI.

Selain secara struktural, masyarakat sekitar yang merasa terdampak langsung atas asap atau gas industri ini juga dapat membuat aduan dugaan pencemaran.

Menurut Andono, pengawasan dilakukan tidak hanya sebatas kepatuhan pemenuhan baku mutu cerobong emisi gas buang saja. Namun juga aspek persyaratan teknis lingkungan hidup lainnya, seperti tersedianya instalasi pengolahan air limbah domestik, tata kelola limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), dan kepatuhan melaporkan kegiatan pengendalian lingkungan.

"Data kami rilis, sepanjang tahun 2019, kami telah menjatuhkan sanksi kepada 77 pelaku usaha yang terbukti tidak patuh atas ketentuan lingkungan. Jumlah ini jauh meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 18 pelaku,” pungkas Andono.

Sebagai informasi, ada dua aturan yang dijadikan patokan, pertama Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2009 dan Kepgub Nomor 670 Tahun 2000 tentang pengendalian kualitas udara.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.