Sukses

Menko Darmin Sebut Neraca Perdagangan jadi Kelemahan Indonesia

Menko Darmin mengatakan semua indikator perekonomian menunjukkan perbaikan termasuk pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, kemiskinan dan gini ratio.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution membuka Seminar Nasional Transformasi Ekonomi untuk Indonesia Maju dalam rangka peringatan ulang tahun Kementerian Koordinator bidang Perekonomian yang Ke-53. Dalam kesempatan tersebut, dia memaparkan kondisi ekonomi Indonesia terkini.

Menko Darmin mengatakan, dalam empat tahun pemerintahan Jokowi-JK semua indikator perekonomian menunjukkan perbaikan termasuk pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, kemiskinan dan gini ratio. Namun, masih ada satu pekerjaan yang belum menunjukkan performa positif seperti neraca pedagangan.

 

"Dalam pembangunan ekonomi itu bisa dikatakan pertumbuhan ekonomi kita bisa disebut pertumbuhan sehat tapi ekonomi sosialnya membaik. Tentu tidak berarti kita mengatakan semua beres. Kita semua tahu dibidang perdagangan internasional, indikator neraca perdagangan saya kira titik lemah kita yang utama," ujar Menko Darmin di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (9/8).

Dia melanjutkan, memasuki tahun kelima pemerintahan Jokowi-JK, pertumbuhan ekonomi secara perlahan terus naik diangka 5 persen walau masih menghadapi banyak tantangan. Sementara itu, inflasi terjaga pada angka 3 persen.

"Pemerintahan Pak Jokowi memasuki tahun kelima. Kalau kita lihat kinerjanya kita mampu mewujudkan pertumbuhan mungkin bukan yang paling tinggi tapi cukup baik diantara berbagai negara dalam lingkungan global yang sedang bergejolak. Bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang lebih baik tapi juga ada satu hal yang bisa kita wujudkan dengan baik yaitu inflasi," jelasnya.

Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, di atas semua pencapaian tersebut Indonesia kini tengah memasuki periode bonus demografi. Hal tersebut harus dimanfaatkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

"Diatas semua itu, Indonesia sedang memasuki suatu masa yang dikatakan analis sebagai periode terjadi bonus demografi. Dengan pertumbuhan 5 persen, apakah kita sudah mampu menyelesaikan atau memanfaatkan bonus demografi tersebut? Pertumbuhan angkatan kerja kita berada diatas 3 persenan. Dan itu dibutuhkan pertumbuhan lebih tinggi," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Surplus Neraca Perdagangan Harus Dijaga

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada Mei 2019 mengalami surplus sebesar USD 0,21 miliar. Realisasi ini membaik dari posisi neraca perdagangan April 2019 yang defisit sebesar USD 2,5 miliar.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, surplus tersebut masih ditopang oleh surplus di sektor nonmigas. Surplus nonmigas kemudian menutupi defisit neraca perdagangan migas.

Diketahui berdasarkan data BPS, pada komoditas nonmigas tercatat surplus sebesar USD 1,18 miliar. Sedangkan, migas mengalami defisit sebesar USD 977,8 juta.

"Ekspor memang naik relatif tinggi sehingga nonmigas surplusnya ya cukup menutup defisit di migasnya," ungkapnya saat ditemui, di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (24/6/2019).

Dia mengakui bahwa surplus neraca perdagangan merupakan perkembangan yang cukup positif. Meskipun demikian, mantan Gubernur BI ini menganggap nilai surplus neraca perdagangan yang terjadi pada bulan Mei 2019 masih harus dijaga kinerja agar dapat terus berlanjut ke waktu yang akan datang.

"Masih sulitlah untuk mengatakan akan terus apa tidak, tetapi ini perkembangan yang baik," tandasnya.

 

3 dari 4 halaman

Neraca Perdagangan RI Surplus USD 0,21 Miliar di Mei 2019

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdaganganIndonesia pada Mei 2019 mengalami surplus sebesar USD 0,21 miliar. Realisasi ini membaik dari posisi neraca perdagangan April 2019 yang defisit sebesar USD 2,5 miliar.

"Neraca perdagangan Maret 2019 mengalami surplus USD Meskipun hanya kecil surplusnya, namuan ini setidaknya jadi snyal positif," ujar Kepala BPS, Suhariyanto saat memberi keterangan pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (24/6).

Suhariyanto mengatakan nilai laju ekspor dan impor pada Mei 2019 memang mengalami penurun, meski demikian nilai kinerja ekspor jauh lebih tinggi. Hal ini membuat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus. 

 

Di mana nilai impor sebesar USD 14,53 miliar atau turun 5,62 persen dari bulan sebelumnya, sedangkan ekspor tercatat sebesar USD 14,74 miliar atau naik sebesar 12,42 persen dari bulan April 2019.

"Setidaknya ini masih bagus dibandingkan defisit, meskipun dalam posisi ideal dengan menggenjot ekspor dan mengendalikan impor," katanya.

Secara rinci, Suhariyanto membeberkan pada komoditas non migas tercatat surplus USD 1,18 miliar. Sedangkan, migas mengalami defisit sebesar USD 977,8 juta. Defisit migas terdiri dari nilai minyak mentah yang mengalami defisit USD 477,5 juta dan hasil minyak defisit US D1,12 miliar. Namun pada gas tercatat surplus USD 621,9 juta.

"Posisi surplus bulan Mei 2019 memang bukan hal yang ideal, karena seharusnya ekspor meningkat dan impor turun, maka surplus. Sedangkan ini keduanya turun namun surplus. Tetapi setidaknya ini lebih baik karena tidak defisit," jelas dia.

Adapun secara sepanjang Januari-Mei 2019 kinerja neraca perdagangan Indonesia tercatat defisit sebesar USD 2,14 miliar. Realisasi ini lebih baik dari periode Januari-Mei 2018 yang defisit sebesar USD 2,87 miliar.

"Realisasi ini juga dipengaruhi kondisi perekonomian global yang saat ini sedang tidak mudah. Negara tujuan ekspor kita mengalami perlambatan, harga komoditas kita juga berfluktuatif," katanya

4 dari 4 halaman

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.