Sukses

1.230 Fintech Ilegal Beroperasi di RI, 42 Persen Taruh Server di Luar Negeri

Fintech Peer-To-Peer Lending Ilegal bukan merupakan ranah kewenangan OJK karena tidak ada tanda terdaftar dan izin dari OJK.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga saat ini jumlah Fintech Peer-To-Peer Lending tidak terdaftar atau memiliki izin usaha dari OJK telah mencapai sebanyak 1.230 entitas. Jumlah itu terdiri dari 404 entitas yang tercatat pada 2018 dan 826 entitas sepanjang 2019.

Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tongam L Tobing mengatakan, dari jumlah tersebut sebanyak 42 persen server etintas fintech ilegal tidak ditemukan di Indonesia. Dia menduga, para fintech ilegal ini dikendarai oleh server luar.

"Berdasarkan hasil penelusuran terhadap lokasi server entitas tersebut, sebanyak 42 persen entitas tidak diketahui asalnya," katanyadalam jumpa pers bersama Bareskrim Polri, di Mabes Polri Jakarta, Jumat, (2/8/2019).

Tongam menyebut dari temuan tersebut hanya sekitar 22 persen server fintech ilegal berada di Indonesia. Sementara 15 persen dari Amerika Serikat, dan sisianya dari negara lain. Namun, hal tersebut jug tidak menunjukkan identitas sesungguhnya dari pelaku di balik entitas tersebut.

"Kemungkinan servenya di mana, sehingga memang sangat virtual tidak diketahui alamat," imbuhnya.

Perlu diketahui juga bahwa Fintech Peer-To-Peer Lending Ilegal bukan merupakan ranah kewenangan OJK karena tidak ada tanda terdaftar dan izin dari OJK. Sedangkan, yang menjadi ranah kewenangan OJK adalah Fintech Peer-To-Peer Lending yang terdaftar dan berizin di OJK.

Jika terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh Fintech Peer-To-Peer Lending yang terdaftar dan berizin di OJK maka OJK dapat melakukan penindakan terhadap fintech tersebut.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

OJK Usul UU Fintech Pinjaman Online

Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tongam L Tobing menyatakan perlu adanya satu Undang-Undang yang mengatur mengenai fintech atau pinjaman secara online. Langkah ini sejalan untuk menghentikan kemunculan fintech ilegal yang selama ini meresahkan masyarakat.

"Kita membutuhkan Undang-Undang Fintech yang ada. Karena kalau kita liat fintech ilegal tidak ada Undang-Undang yang mengatakan tindak pidana," katanya dalam jumpa pers bersama Bareskrim Polri, di Mabes Polri Jakarta, Jumat, (2/8/2019).

Tongam mengakui kehadiran fintech sendiri memang merupakan inovasi keuangan baru yang ke depannya dapat berkembang pesat seiring perkembangan zaman. Namun, menjadi keresahan ialah ketika munculnya fintech ilegal yang sewaktu-waktu dapat menjadi bumerang bagi masyarakat. 

Oleh karena itu, dia memandang perlu adanya Undang-Undang yang mengatur mengenai fintech. Di mana, dalam pasal tersebut nantinya ditegaskan bahwa kegiatan fintech yang tidak berizin dan terdaftar di OJK akan masuk dalam tindak pidana.

"Itu inisiatif pemerintah dan DPR tentunya, dan kami satgas waspada investasi siap memberikan masukan," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.