Sukses

Menteri ESDM: Produksi Gas Dalam Negeri Harus Lebih Efisien

Pemerintah harap produksi energi campuran untuk gas bisa meningkat sekitar 22-23 persen pada kurun waktu 2025 hingga 2026.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan meminta kepada produsen gas dalam negeri untuk bisa berproduksi secara lebih efisien. Ini selaras dengan target pemerintah yang akan mengalokasikan 64 persen produksi gas untuk pemakaian dalam negeri.

Ungkapan itu dilontarkannya saat menjadi pembicara saat pembukaan Gas Indonesia Summit & Exhibition 2019 di Jakarta Convention Center, Rabu hari ini.

 

"Satu hal yang saya tekankan, produksi gas harus bisa dilakukan seefisien mungkin," seru dia di JCC, Jakarta, Rabu (31/7/2019).

Dia menyatakan, produksi gas oleh pelaku industri di Tanah Air harus bisa dimanfaatkan secara lokal, seperti untuk major consumption pada pasar industri manufaktur.

"Kami selalu mendorong kontribusi gas untuk tidak terlalu jauh. Jadi itu bisa dimanfaatkan secara lokal dan tidak harus ekspor gas terlalu jauh sampai ke Amerika Latin," tutur dia.

Di lain sisi, ia meneruskan, pemerintah juga berharap produksi energi campuran untuk gas bisa meningkat sekitar 22-23 persen pada kurun waktu 2025 hingga 2026.

"Maka dari itu, kita harus efisien, kompetitif, dan siap untuk renewable energy," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Potong Rantai Niaga Bisa Pangkas Harga Gas Industri

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berusaha optimal dan terus melakukan langkah strategis, agar menciptakan harga gas Indonesia yang terjangkau sehingga konsumen dapat berkompetif.‎

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi ‎mengatakan, langkah strategis perlu ditempuh guna mendapatkan efisiensi, sehingga harga gas lebih baik buat investor, badan usaha niaga, dan pelanggan.

Selain menjaga keekonomian harga gas di hulu, perbaikan tata niaga hilir gas bumi menjadi fokus utama dalam melakukan penyesuaian harga gas nasional.  

"Perbaikan tata kelola terus dilakukan, pemerintah juga mengatur mekanisme alokasi gas ke pengelola infrastruktur hingga perpendekan rantai niaga," kata Agung, di Jakarta, Selasa (16/7/2019).

Agung mengungkapkan, perbaikan tata niaga gas yang telah dilakukan Kementerian ESDM adalah, membuat rantai niaga yang lebih pendek akan menghilangkan penjual bertingkat kepada pemilik pipa gas. Dengan begitu, hanya badan usaha yang memiliki pipa yang diberikan alokasi gas dari Pemerintah. ‎

Sebagaimana diketahui, penertiban penjual diatur melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 6 Tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi.

"Penertiban trader tanpa fasilitas ini berdampak pada rantai niaga yang lebih efisien," imbuh Agung.

3 dari 3 halaman

Biaya Pembangunan Infrastruktur

Selain itu, Kementerian ESDM juga melihat pentingnya rasionalisasi dan transparansi dalam perhitungan biaya infrastruktur, melalui evaluasi nilai skema keekonomian dan pembiayaan infrastruktur.

"Kami review kembali nilai capex (belanja modal), opex (belanja operasional) dan asumsi jangka waktu, kami ingin biaya infrastruktur dalam komponen harga jual di satu sisi efisien, di sisi yang lain juga menginsentif Badan Usaha untuk memberikan layanan yang handal dan mengembangkan infrastruktur ke pasar-pasar baru," papar Agung.

Sebelumnya, Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan strategis terkait harga gas untuk industri tertentu melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 40 Tahun 2016. "Harga gas untuk industri strategis, seperti pupuk, petrokimia, dan industri baja telah diatur di bawah Permen ESDM karena mendominasi komponen pembiayaan gas sebesar 70 persen," ujar Agung.

Untuk harga gas pembangkit listrik, telah diatur di dalam Permen ESDM No 45 tahun 2017, Pemerintah mengatur harga gas sebesar 8 persen dari harga minyak mentah Indonesia jika pembangkit berada di mulut tambang. "Harganya harus sama atau lebih rendah dari 14,5 persen dari ICP," papar Agung.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.