Sukses

DPR Minta OJK Evaluasi Saham Garuda Indonesia

Dikhawatirkan adanya dugaan upaya penguasaan atas perusahaan dengan cara cornering berpotensi merugikan Garuda Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai perlu melakukan evalusai dan investigasi saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Sebab, dikhawatirkan adanya dugaan upaya penguasaan atas perusahaan dengan cara cornering berpotensi merugikan maskapai plat merah tersebut.

Wakil Ketua Komisi VI DPR, Dito Ganinduto mengtakan, sejak adanya masalah laporan keuangan, Garuda Indonesia menjadi salah satu emiten BUMN yang dipresepsikan bermasalah.

"Pemberitaan negatif atas Garuda Indonesia, menutup seluruh pencapaiaan positif perseroan pada 2019. Kondisi ini diikuti aksi jual investor ritel, tapi diikuti kenaikan signifikan porsi pemegang saham tertentu," kata dia di Jakarta, Selasa (30/7/2019).

Akhirnya, lanjut dia, wajar apabila muncul hipotesis adanya upaya cornering. Tujuannya yaitu mengumpulkan saham diharga murah dengan tujuan hostile take over atau penguasaan atas perusahaan.

"Secara logika, saham perusahaan yang bermasalah pasti akan ditinggalkan oleh pemegang saham, seperti yang dilakukan investor ritel Garuda Indonesia. Tapi ternyata justru diserap oleh pemegang saham lain," kata dia.

Oleh sebab itu, lanjut Dito, OJK yang mempunyai kemampuan dan kewenangan harus segera melakukan investigasi terkait hal ini.

"Pihak OJK perlu memberikan shock terapi upaya penguasaan dan mencari untung dengan tidak wajar terjadi di BUMN. Takutnya kalau tidak dilakukan shock terapi atau investigasi, maka akan muncul dugaan adanya upaya cornering dari pihak tertentu. Mengumpulkan saham Garuda Indonesia saat harganya sedang jatuh untuk tujuan atau kepentingan hostile take over saham Garuda," tutup dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jurus Garuda Indonesia agar Tak Lagi Rugi Tahun Ini

Dalam restatement laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada 2018, perseroan tercatat merugi sebesar USD 175,028 juta atau sekitar Rp 2,4 triliun. Perolehan itu kemudian diperbaiki pada Kuartal I 2019, dimana Garuda berhasil mencatatkan laba sekitar USD 19,7 juta.

Ke depan, perusahaan maskapai ini menyatakan bakal menghemat biaya pengeluaran dengan menciptakan cost efficiency agar tidak kembali merugi.

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Fuad Rizal mengatakan, net profit perseroan pada Kuartal I 2019 lalu diperoleh murni berkat kinerja operasional.

"Secara bertahap kita menaikan harga (tarif) rata-rata, baik domestik maupun internasional, dan kita menggenjot produksi. Sehingga kita berhasil mebukukan keuntungan USD 19,7 juta dolar AS. Ini pure operasional, ini kondisi garuda dengan model bisnis baru," tegas dia di Kantor Pusat Garuda, Tangerang, Jumat (26/7/2019).

Meski belum bisa merinci berapa kenaikan tarif rata-rata yang diperoleh sepanjang kuartal I kemarin, ia mengklaim Garuda Indonesia tidak melanggar ketentuan Tarif Batas Atas (TBA) yang telah ditentukan Kementerian Perhubungan.

"Sejak direksi baru ditunjuk September lalu, kita enggak pernah langgar tarif batas atas. Harga tiket Garuda dan Citilink tetap sesuai dengan koridor batas atas dan bawah yang ditetapkan pemerintah," serunya.

Sementara untuk menciptakan cost efficiency, Fuad melanjutkan, pihaknya telah mempersiapkan beberapa langkah guna bisa menghemat biaya pengeluaran.

"Untuk efisiensi biaya, cost structure Garuda 30 persen itu dari biaya pesawat. Kemudian 30 persen lagi dari fuel, dan 10 persen dari maintenance," jelas dia.

"Sedangkan untuk sewa pesawat, kita melakukan perpanjangan terhadap beberapa pesawat kita yang dari 2018-2019, 3-4 tahun ke depan itu jatuh tempo. Jadi sebagian besar dari pesawat Garuda Indonesia itu sifatnya operating," tambahnya.

Sehingga pada akhir masa sewa pesawat pinjaman itu, ia meneruskan, pihaknya berjanji untuk mengembalikan seluruh pesawat milik maskapai lain tersebut pada akhir masa sewa pesawat.

"Pada saat kita memperpanjang masa sewa, kita bisa mendapatkan pengurangan 25-30 persen atas pesawat tersebut. Sampai hari ini, kira-kira sudah ada 10-15 pesawat yang kita perpanjang (masa peminjamannya)," tukas dia.  

3 dari 3 halaman

Garuda Indonesia Revisi Laporan Keuangan 2018, Dari Untung Jadi Rugi

PT Garuda Indonesia Tbk menyajikan ulang (restatement) laporan keuangan untuk tahun buku 2018. Penyajian ulang ini untuk mentaati putusan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Perseroan juga menyajikan ulang laporan keuangan kuartal I 2019 sebagai tindak lanjut dari keputusan Bursa Efek Indonesia (BEI).

Dalam penyajian ulang laporan keuangan 2018, Garuda Indonesia mencatatkan pendapatan usaha sebesar USD 4,37 miliar, tidak mengalami perubahan dari laporan pendapatan sebelumnya.

"Sementara itu, pendapatan usaha lainnya (pendapatan lain-lain) terkoreksi menjadi USD 38,8 juta dari sebelumnya USD 278,8 juta," kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Fuad Rizal dalam keterangan tertulis, Jumat (26/7/2019).

Dalam laporan restatement ini Garuda Indonesia mencatatkan kerugian (net loss) sebesar USD 175,028 juta atau Rp 2,4 triliun (kurs Rupiah 14.000 per dolar AS). Pada laporan sebelumnya, perseroan mencatatkan laba USD 5,018 juta atau Rp 70 miliar.

Lebih lanjut Fuad menegaskan bahwa dengan penyajian ulang laporan keuangan ini tidak ada rasio-rasio yang dilanggar, dan penyajian ulang ini memperoleh pendapat 'Wajar Tanpa Modifikasian'.

Sejalan dengan penyajian ulang laporan keuangan tersebut, Garuda Indonesia terus menunjukan peningkatan kinerja dengan berhasil mencatatkan pertumbuhan positif pada kuartal I 2019 dimana perseroan berhasil membukukan laba bersih sebesar USD 19,73 juta. Angka tersebut meningkat signifikan dibanding periode sebelumnya yang merugi USD 64,27 juta.

Dengan pertumbuhan positif maskapai di Kuartal I 2019 tersebut, Garuda Indonesia optimistis tren kinerja maskapai kejdepannya akan terus tumbuh positif.

Menurut Fuad, restatement laporan laba rugi periode buku 2018 dan laporan keuangan kuartal I 2019 ini merupakan bentuk tindak lanjut perusahaan atas hasil putusan regulator terkait laporan kinerja keuangan perseroan.

"Dalam proses penyajian laporan restatement tersebut kami telah melaksanakan korespondensi dengan OJK dan stakeholder lainnya dalam memastikan kesesuaikan aturan dan prinsip compliance dalam penyajian laporan restatement tersebut," tambahnya.   

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.