Sukses

Pemerintah Kirim Lebih Banyak Guru SMK Pelatihan di Singapura

Program pelatihan tahap I yang dilakukan pada 2018 itu berasal dar 87 SMK yang terdiri 61 SMK Negeri serta 26 SMK Swasta.

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 99 guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) telah mengikuti program pelatihan pendidikan bersama dengan Institut Pendidikan Teknis (ITE) Singapura. Program pelatihan tahap I yang dilakukan pada 2018 itu berasal dar 87 SMK yang terdiri 61 SMK Negeri serta 26 SMK Swasta.

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Industri Kementerian Perindustrian, Eko Cahyanto mengatakan dengan telah terselenggaranya progam kerja sama tersebut diharapkan mampu meningkatkan kompetensi guru produktif Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

"Untuk pelatihan guru SMK dilaksanakan 100 guru hanya 99 yang terealisasi. Ini tahap pertama," katanya dalam acara penutupan pelatihan kepala sekolah dan guru SMK produktif di Kemenperin Jakarta, Selasa (30/7).

Eko mengatakan, pemerintah secara bertahap akan melakukan evaluasi secara penuh terhadap beberapa guru yang telah mengikuti program pelatihan pendidikan tersebut. Itu dilakukan, agar beberapa poin yang didapat dalam pelaksanaannya dapat diimplementasikan di Indonesia.

"Kedua untuk guru produktif saat ini sedang tahap evaluasi kita ingin dapat hasil dari pelatihan kemarin ini akan berakhir tahun ini," katanya.

Untuk tahap selanjutnya, Kemenperin juga membuka peluang untuk memberikan pelatihan kepada beberapa SMK yang belum berkesempatan. Hanya saja, pihaknya akan memberikan kriteria tambahan untuk syarat SMK agar bisa mengikuti program pelatihan tersebut.

"Baru 87 SMK yang masuk, masih ada sekitar 2.500 SMK yang belum masuk. Ke depan akan lebih baik lagi inputnya. Siapa yang akan dikirim ke sana," katanya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pengembangan Pendidikan Vokasi

Di tempat yang sama, Deputi Bidang Pembangunan Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Sekretaris Kabinet (Seskab), Yuli Harsono menambahkan, dengan adanya program pelatihan tersebut, para peserta atau guru yang mengikuti program tersebut dapat memberikan kontribusi nyata seperti yang diharapkan pemerintah.

"Kami berharap 99 ini yang sudah dididik di Singapura bisa menularkan memberikan pengalamannya kepada baik di sekolah masing-masing juga di SMK yang terdekat," jelasnya.

Dia mengatakan, sesuai dengan fokus Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke depan topik khusus yang diangkat adalah mengenai SDM dan pengembangan pendidikan vokasi. Oleh karenanya, kerja sama yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan Singapura diharapkan menjadi dukungan terhadap pembangunan SDM ke depan.

"Bapak ibu yang sudah mendapat pengetahuan mudah-mudah bisa membantu pemerintah membangun SDM ke depan. Pemerintah Indonesi dan presiden sangat mendukung program ini," pungkasnya.

 

 

3 dari 3 halaman

Banyuwangi Uji Coba Penyiraman Lahan Pertanian Otomatis Ciptaan Pelajar SMK

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi akan menguji coba hasil riset para pelajar di SMKN 1 Glagah, Banyuwangi, yang mengembangkan penyiram lahan pertanian/tanaman secara otomatis melalui control dari smartphone.

"Luar biasa pengembangan teman-teman pelajar. Saya sudah meminta ke Dinas Pertanian untuk memanfaatkan teknologi mereka. Perlu diuji coba misalnya untuk merawat berbagai komoditas tanaman hortikultura di kawasan Agro Wisata Tamansuruh. Dan bertahap bisa diproduksi dan dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tani di Banyuwangi," ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat bertemu dengan para pelajar tersebut, Rabu (26/6).

Teknologi tersebut dikembangkan lima pelajar SMKN 1 Glagah, Banyuwangi. Terdapat dua alat, yaitu Sistem Irigasi Otomatis Tenaga Matahari (Singo Tangar) dan Bagaskara. Singo Tangar digunakan untuk penyiraman pada taman atau green house (lahan skala kecil untuk budidaya tanaman). Adapun Bagaskara untuk lahan pertanian yang luas.

Oka Bayu Pratama, salah seorang pelajar pengembang teknologi itu, mengatakan, awalnya dia dan teman-temannya melihat halaman rumput di sekolah yang selalu mengering saat kemarau.

"Lalu muncul ide membuat penyiram tanaman bertenaga surya. Kan Indonesia tiap hari sinarnya terik, kenapa tidak kita manfaatkan," ujarnya sambil memeragakan alat tersebut.

Mereka mulai merancang alat tersebut. Lebih dari dua bulan bergelut dengan berbagai instrumen. "Kami ingin menciptakan alat yang menghemat waktu, tenaga, biaya," ujar pelajar Jurusan Teknik Komputer Jaringan tersebut.

Keunikan alat ini karena menggunakan sinar matahari untuk mengubah energi panas menjadi listrik. Dari listrik disimpan ke accu, lalu digunakan menghidupkan pompa dan micro controleryang dilengkapi sensor pembaca kelembaban tanah.

"Misalnya data kelembaban terdeteksi sekian persen, mesin akan menyiram secara otomatis. Nah, jika kelembaban telah mencapai titik tertentu, misalnya 52 persen, mesin berhenti otomatis. Jadi, selain hemat energi, juga hemat air," kata Oka.

Yang menarik, pengendalinya tidak hanya lewat sensor pendeteksi kelembaban, namun bisa dengan menggunakan tombol ataupun dikontrol lewat smartphone pengguna.

Hari Wahyudy, guru pembimbing, menjelaskan, teknologi Singo Tangar telah diaplikasikan di greenhouse SMKN 1 Glagah dan mampu memompa air dengan debit 38 liter per menit.

Jadi kalau misalnya ini dipakai di Taman Blambangan (salah satu ruang terbuka hijau di Banyuwangi), saya kira butuh hanya satu alat ini," kata Hary.

Selain Singo Tangar, ada penyiram tanaman tenaga surya berkapasitas lebih besar untuk sawah. Namanya Bagaskara.

"Bagaskara belum dilengkapi sensor, namun kerjanya bisa nonstop, misalnya sejak pukul 07.00 sampai 16.30, mengikuti luasan lahan pertanian. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan menggunakan timer yang ada pada sistem maupun kontrol dari gadget," kata Hari.

Bagaskara sudah diujicobakan di lahan kedelai hitam di Kecamatan Purwoharjo. Hasilnya sangat memuaskan petani, karena mampu menghemat biaya bahan bakar genset untuk pompa air. 

"Jika pakai genset, petani keluar biaya Rp 150 ribu per hari, namun dengan Bagaskara nol rupiah karena memanfaatkan energi matahari," jelasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.