Sukses

Penguatan Rupiah Jadi Tanda Ekonomi RI Semester II Membaik

PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) optimis prospek pasar keuangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester II/2019 positif

Liputan6.com, Jakarta PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) optimis prospek pasar keuangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester II/2019 positif. Di sisi lain, para pelaku ekonomi diminta untuk tetap waspada dan memperhatikan tantangan-tantangan yang ada.

Chief Economist CIMB Niaga Adrian Panggabean mengatakan, prospek positif tersebut di antaranya terlihat dari menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) ke level Rp13.900 dan turunnya yield obligasi bertenor 10 tahun ke level 7 persen dari 7,8 persen.

“Kondisi tersebut merupakan kontribusi dari net foreign inflow di pasar modal yang sangat besar pada semester I/2019, mencapai sekitar Rp160 triliun. Hal ini juga didukung faktor lainnya seperti dollar AS yang relatif soft dibanding bulan lalu serta kurs mata uang Tiongkok (CNY) yang tidak banyak terdepresiasi terhadap dollar AS,” kata Adrian dalam keterangannya, Kamis (25/7/2019).

Adrian juga melihat penguatan rupiah dan turunnya yield obligasi bertenor 10 tahun terjadi karena ekspektasi para pelaku ekonomi terhadap kebijakan terbaru Bank Indonesia (BI).

Seperti diketahui pada 18 Juli 2019, BI menurunkan suku bunga BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI 7DRRR) sebesar 25 bps dari 6 persen menjadi 5,75 persen

“Kami memperkirakan yield obligasi 10 tahun berpotensi turun ke kisaran 6,7-6,9 persen sebagai konsekuensi dari relatif rendahnya persepsi risiko obligasi Indonesia, suku bunga sertifikat deposito Bank Indonesia 12 bulan di 6,25 persen, serta imbal hasil US-Treasury 10-tahun di kisaran 2 persen,” ujar Adrian.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Defisit Transaksi Berjalan Masih Besar

Meski demikian, prospek positif dari aset keuangan domestik juga bisa tertahan akibat defisit transaksi berjalan yang masih relatif besar. Hingga semester I/2019 defisit transaksi berjalan mencapai kisaran 2,6-2,7 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Berdasarkan kondisi tersebut, Adrian menilai, penguatan rupiah yang terjadi belakangan ini akan terbatas. Hal itu akan terjadi jika indeks dollar AS terus melemah di semester II/2019. Ekspektasi ini mulai muncul di pasar keuangan dengan mengacu pada pergerakan harga emas yang terus menguat.

“Kami juga melihat bahwa penguatan rupiah yang terlalu cepat berpotensi menyebabkan harga aset rupiah akan menjadi terlalu cepat mahal,” ujar Adrian.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.