Sukses

Tak Bilang Dampak Obat ke Pasien, Dokter Ini Didenda Miliaran Rupiah

Suntikan steroid yang diberikan Dr Lim adalah umum, efek sampingnya sementara tetapi memang jarang diketahui.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang dokter didenda setelah dilaporkan tidak memberi tahu efek samping injeksi kepada pasiennya, demikian laporan dari Pengadilan Banding di Singapura.

Denda sebesar USD 100 ribu alias Rp 1,3 miliar (asumsi kurs 1 Dolar sama dengan Rp 13.973) tersebut dikenakan oleh pengadilan kedisiplinan Singapore Medical Council (CMC) pada Januari lalu pada dokter spesialis ortopedia, Lim Lian Arn.

Mengutip laman Business Insider, Sabtu (25/7/2019), keputusan yang dibebankan pada dokter ini memicu protes keras. Ratusan ribu orang menandatangani petisi untuk menentang keputusan tersebut. Menurut mereka, hal itu akan membuat dokter lain tidak berani mengambil pengobatan berisiko (meski punya peluang menyembuhkan yang tinggi).

Padahal, suntikan steroid yang diberikan Dr Lim adalah umum, efek sampingnya sementara tetapi memang jarang diketahui.

Sebelumnya, pasien mengklaim telah mengalami perubahan warna kulit dan kehilangan lemak dan jaringan otot.

Sementara, sang dokter mengaku bersalah.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kisah Dokter Difabel Dicoret dari Seleksi CPNS di Sumatera Barat

Romi Syofpa Ismael (33), seorang dokter di Solok Selatan, Sumatera Barat, masih teringat ketika kabar terkait seleksi tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) datang padanya. Bukan kelulusan yang dia terima, melainkan pembatalan hasil tes yang telah dia lalui. Musababnya, Romi mengalami cacat tungkai kaki kiri.

Kabar tersebut dia dapatkan ketika dirinya telah melengkapi semua pemberkasan di tahap akhir. Ia dianggap tidak layak karena mengalami cacat pada kaki kirinya.

 

Awal cerita adalah ketika dokter Romi berstatus Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Puskesmas Talunan, Solok Selatan, pada 2015.

Di tahun 2016, Romi melahirkan anak keduanya, lantas mengalami kelemahan pada otot kaki bawah. Romi pun melakukan aktivitas sehari-hari dengan kursi roda. Meski dalam kondisi tersebut, rutinitas Romi sebagai dokter gigi tak terganggu sedikit pun.

Di tahun selanjutnya, Romi menyebutkan bahwa dirinya memiliki keinginan berhenti dari pekerjaannya. Namun, pihak Dinas Kesehatan Solok Selatan menahan dirinya agar tidak berhenti.

"Saya sempat ingin resign, tapi pihak Dinkes Solok Selatan menahan saya agar tidak resign, masih butuh tenaga dokter gigi di puskesmas katanya," ujar Romi saat dihubungi Liputan6.comvia telefon, Rabu (24/7/2019).

Romi memberikan satu syarat, yakni ia menginginkan rumah dinas di dekat lokasi sekitar puskesmas di tempat ia bekerja. Hal ini agar akses perjalanan Romi tidak terlalu jauh dari puskesmas. Akhirnya Romi memperjanjang kontraknya selama 2 tahun dan berstatus Tenaga Harian Lepas.

Pada tahun 2018, Romi mengadu nasib pada tes CPNS. Romi mendapatkan peringkat 1. Kemudian dia mengikuti tahapan tes untuk memenuhi berkas kelulusan. Dimulai dari tes kesehatan dan juga tes jasmani dan fisik.

Namun, ketika tes fisik dan jasmani, kata Romi, pihak penyelenggara menilai Romi tidak layak fisik.

"Mereka bilang, saya tidak layak melakukan tugas fungsional dokter sehari-hari," ujar Romi

Selain itu, karena kondisi fisik Romi yang mengalami kecacatan pada kaki kiri, Romi harus melakukan tes kesehatan yang agak berbeda dari peserta lainnya. Romi harus menjalani tes kesehatan dari dokter spesialis okupasi dari dua tempat, yaitu dari RSUP M Djamil Padang dan RSUP Arifin Ahmad, Pekanbaru.

3 dari 3 halaman

Tempuh Jalur Hukum

Akhirnya ia mendapatkan surat kesehatan dan dinyatakan lulus tahapan tes jasmani, fisik, dan kesehatan. Romi merasa bahwa dengan kondisinya seperti ini, ia tidak mempunyai masalah selama ia bekerja.

"Saya tidak punya masalah selama saya bekerja, sama sekali tidak menganggu," ucap Romi dengan nada tegas.

Romi mengklaim dia mendapatkan dukungan dari Dinas Kesehatan Solok Selatan serta mendapatkan rekomendasi juga dari PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia).

"Dari PDGI juga udah ngasih rekomendasi, dalam kondisi seperti ini, dokter Romi bisa menjalankan tugas fungsional sehari-hari sebagai dokter gigi," beber Romi.

Meski semua berkas sudah dilengkapi oleh Romi, kini statusnya dibatalkan sebagai CPNS karena ia seorang difabel. Romi akan menempuh semua jalur untuk mencari keadilan, ia merasa tidak mempunyai permasalahan walaupun ia menjalankan aktivitas sehari-hari dengan kursi roda sebagai seorang dokter gigi.

(Liputan6.com/Jagat Alfath) 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.