Sukses

Menteri Rini Tak Tahu Pengunduran Diri Komisaris Krakatau Steel

Menteri BUMN Rini Soemarni mengaku belum mengetahui pengunduran diri Roy Maringkas dari jabatannya sebagai Komisaris Independen PT Krakatau Steel.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarni mengaku belum mengetahui pengunduran diri Roy Maringkas dari jabatannya sebagai Komisaris Independen PT Krakatau Steel (Persero). Rini mengatakan dirinya belum menerima surat pengunduran diri Roy.

"Belum, belum sama sekali. Ini kan komisaris kalau dia mau nulis tapi saya belum terima, jadi saya belum tahu. Jadi harap bicara dengan Preskonnya atau pun dengan Deputi. Saya belum dapat kabar," kata Rini di Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat, Rabu (24/7/2019).

Rini menyebut kondisi Krakatau Steel saat ini jauh lebih baik dari sebelumnya. Kendati saat ini keberadaan baja impor menghawatirkan, dia menilai para para dewan komisaris dan direksi telah banyak melakukan perbaikan di tubuh perusahaan plat merah tersebut.

"Tadinya proyeknya terhenti bisa diselesaikan, rekstrukturisasi utang juga diselesaikan," ucap dia.

Sebelumnya, Komisaris Independen PT Krakatu Steel (Persero) Roy Maningkas mundur dari jabatannya. Roy mengatakan, surat permohonan pengunduran diri diajukan ke Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku pemegang saham sejak 11 Juli 2019.

Keputusan ini dilatarbelakangi oleh pengoperasian proyek Blast Furnace yang pembangunannya sejak 2011. Proyek ini dikatakannya ada pembengkakan investasi akibat keterlambatan penyelesaian proyek dari yang sebelumnya Rp 7 triliun menjadi Rp 10 triliun.

‎"Sebenarnya sejak 11 Juli 2019, permohonan pengunduran diri saya dari PT Krakatau Steel sebagai Komisaris Independen bukanlah untuk konsumsi publik," kata Roy, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (23/7/2019).

Roy melanjutkan, dalam pengoperasian fasilitas tersebut ada sejumlah hal ‎yang janggal. Pertama adalah waktu uji coba yang seharusnya enam bulan dipangkas menjadi dua bulan. Hal ini untuk menghindari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kedua, ketersediaan bahan baku proyek Krakatau Steel yang belum pasti.

Dia melanjutkan, masalah berikutnya adalah biaya pokok produksi slab dari fasilitas tersebut lebih mahal USD 82 per ton dibanding harga pasar. Jikan diproduksi 1,1 juta ton pertahun, maka potensi kerugian Krakatau Steel sekitar Rp 1,2 triliun per tahun.

"Ini proyek maju kena mudur kena. Diterusin rugi Rp 1,2 juta per tahunya. Nggak diterusin Rp 10 triliun hilang. Ini kepentingan siapa? dipaksakan berproduksi ini kepentingan siapa?," tuturnya

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

PGN dan Krakatau Steel Jalin Kerja Sama Pengembangan Energi

PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (PTKS) sepakat memulai kerja sama yang saling menguntungkan melalui penandatanganan nota kesepahaman atau MoU (Memorandum of Understanding).

Pelaksanaan penandatanganan MoU pada Kamis, (20/6/2019), di Kantor Kementerian BUMN dilakukan oleh Direktur Utama PGN Gigih Prakoso dan Direktur Utama PTKS Silmy Karim dan disaksikan Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno.

Lewat MoU ini, PGN dan KS akan memperkuat kerja sama pada bidang pengelolaan dan pengembangan bisnis energi. Menurut Gigih, kedua perusahaan mempunyai kompetensi andal dalam bidang masing-masing, karena itu jika keduanya memperkuat kerja sama, maka akan terdapat saling tukar benefit.

“Siapa yang tak kenal KS dan PGN, keduanya merupakan pemain utama dalam sektor industri berat dan sektor energi. Kerja sama keduanya, tentu akan membawa keuntungan baik dari sisi efisiensi ataupun peluang bisnis lainnya,” ujar Gigih.

Kedua perusahaan berkomitmen untuk membangun kemitraan strategis jangka panjang, dengan memanfaatkan kompetensi masing-masing. Terlebih lagi, kerja sama ini seturut dengan visi membangun negeri yang diusung pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Secara singkat, MoU itu berisikan pengembangan bisnis saling menguntungkan dengan ruang lingkup terutama kerja sama pengembangan dan pengelolaan gas bumi di lingkungan KS Group. Keduanya juga bersedia melakukan kerja sama dalam pengelolaan bisnis kelistrikan melalui anak usaha, serta kerjasama potensial lainnya.

“Itu semua kerja sama yang prioritas di antara kedua perusahaan, namun di luar tersebut, keduanya masih terbuka untuk kerja sama yang memberikan benefit kepada masing-masing pihak,” imbuh Gigih.

Di sisi lain, PTKS yang merupakan produsen baja dan produk seejenisnya, membutuhkan layanan energi yang aman dan efisien. Untuk itu, jelas Gigih, PGN berkomitmen menopang visi ke depan PTKS.

“Salah satu tanggung jawab PGN selaku Sub Holding Gas, yaitu membantu memajukan perekonomian nasional dengan cara memberikan nilai lebih kepada sektor industri nasional. KS memiliki peran penting dalam struktur industri nasional sebagai hulu, menjadi prioritas kami menjalin kerja sama dengan perusahaan kebanggaan nasional tersebut,” ujar Gigih.

Direktur Utama KS Silmy Karim membenarkan pernyataan Gigih. Dia mengungkapkan hingga saat ini PTKS terus melakukan pengembangan kapasitas produksi baja.

Pada tahun 2025 nanti kapasitas produksi baja di kawasan industri Krakatau Steel akan meningkat hingga 10 juta ton per tahun. Untuk itu, tidak hanya bidang energi yang dapat dikerjasamakan, tapi termasuk bidang logistik, air industri, pengembangan kawasan dan infrastruktur lainnya.

“Dari kerja sama ini, PTKS akan memperoleh peningkatan daya saing melalui efisiensi biaya produksi dengan pasokan gas yang kompetitif. Selain itu, PTKS diharapkan memperoleh tambahan pendapatan melalui kerjasama pengelolaan bisnis gas bumi serta bertambahnya investor yang mendayagunakan kawasan industri yang dimiliki anak perusahaan PTKS,” ungkap Silmy.

3 dari 3 halaman

Krakatau Steel Bangun Proyek Pengolahan Air Laut Terbesar di Indonesia

PT Krakatau Steel (Persero) Tbk melalui anak usahanya, PT Krakatau Tirta Industri bekerja sama dengan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP) melaksanakan nota kesepahaman bersama dalam rangka membangun fasilitas pemanfaatan air laut untuk memproduksi air industri.

Penandatangan kerja sama ini dilakukan di Gedung Krakatau Steel Jakarta yang dilakukan oleh Direktur Utama PT KTI Agus Nizar Vidiansyah dengan Human Resources & Corporate Affar Director CAP Suryandi serta Monomer Feedstock Director CAP Ruly Aryawan sebagai perwakilan dari Presiden Direktur CAP Erwin Ciputra yang disaksikan oleh Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim bersama jajaran direksi dan manajemen.

 Silmy Karim menyatakan, pelaksanaan proyek ini sejalan dengan rencana Pemerintah Republik Indonesia yang tengah gencar melaksanakan pembangunan di bidang infrastruktur dan membuka akses pengembangan industri di seluruh wilayah Indonesia.

“Proyek pemanfaatan air laut ini diharapkan menjadi langkah yang efektif untuk memenuhi kebutuhan air bagi kebutuhan industri di Provinsi Banten khususnya bagi CAP. Ini adalah strategi baru Perseroan untuk mendorong perkembangan bisnis anak usaha yang berpotensi,” ungkap Silmy dalam keterangannya, Selasa (18/6/2019).

Agus mengungkapkan, proyek pengolahan air laut yang akan dilakukan oleh PT KTI dan CAP ini akan menjadi salah satu sarana pengolahan air laut terbesar di Indonesia karena memiliki kapasitas produksi sebesar 800 – 1000 liter per second (lps) dengan valuasi nilai proyek mencapai hampir Rp1,5 triliun. Adapun proyek ini direncanakan dapat mulai beroperasi di Tahun 2022.

Selain di wilayah Banten, PT KTI juga telah berekspansi ke wilayah Gresik, Jawa Timur, dengan memperoleh tender pembangunan dan pengoperasian Sistem Pengolahan Air Minum yang diadakan oleh PDAM Giri Tirta Gresik pada tahun 2018.

Proyek ini akan memiliki kapasitas 1000 liter per second dengan nilai investasi Rp618 miliar. Pada 2018 kinerja PT KTI memperoleh laba bersih sebesar Rp161 miliar dan diproyeksikan laba bersih PT KTI akan meningkat hingga Rp163 miliar di 2019. Sedangkan untuk kapasitas air produksi saat ini 2.400 liter per second dengan target kapasitas air produksi sebesar 3.500 liter per second di 2024. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.