Sukses

41 Smelter Beroperasi, Indonesia Setop Ekspor Mineral Mentah di 2022

Seharusnya pelarangan ekspor mineral mentah dilakukan 5 tahun sejak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan ekspor mineral mentah (bijih) tidak lagi dilakukan pada 2022. Penghentian ekspor tersebut seiring dengan beroperasinya fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan, seharusnya pelarangan ekspor mineral mentah dilakukan 5 tahun sejak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang minerba dilakukan. Namun karena fasilitas smelter belum memadai, industri pertambangan belum siap melaksanakannya. Sehingga kebijakan pelarangan tersebut diundur sampai 2022.

"Pemerintah memutuskan pada 2022 sudah harus selesai pemurnian," kata Bambang, saat rapat dengar pendapat‎ dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR Jakarta, Senin (8/7/2019).

Menurut Bambang, pada 2022 Indonesia tidak akan melakukan ekspor mineral mentah lagi. Seiring beroperasinya smelter yang saat ini masih dalam proses pembangunan. Dengan begitu kegiatan hilirisasi mineral dapat berjalan dengan optimal.

Produk mineral hasil pemurnian nantinya dapat diserap industri logam hilir dalam negeri‎, sehingga tidak perlu lagi mengimpor bahan baku.

"‎Tahun 2022 Indonesia diharapkan dapat menghasilkan produk setengah jadi, dari komoditas tembaga, nikel, alumina, besi, timah, emas, perak guna melengkapi seluruh rantai pasokan pohon industri dalam negeri," tuturnya.

Bambang mengungkapkan, pada 2022 ada 41 unit smelter yang beroperasi‎, terdiri dari smelter nikel sebanyak 22 pabrik, bauksit enam pabrik, besi empat pabrik, timbal dan seng empat pabrik, tembaga dan lumpur anoda masing-masing dua pabrik dan mangam satu pabrik smelter.

Sedangkan saat ini, ada 20 smelter yang telah beroperasi di Indonesia terdiri dari smelter tembaga, nikel, bauksit, besi dan mangan.

"Namun masih membutuhkan smelter besi untuk meuncukupi kebutuhan dalam negeri," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Smelter Smelting Jadi Andalan RI Hasilkan Bahan Baku Emas

Sebelumnya, PT Smelting, menjadi pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) pertama dan saat ini menjadi satu-satunya di Indonesia.

Fasilitas tersebut menggarap tembaga olahan (konsentrat tembaga) dari tambang Freeport Indonesia di Papua.

Presiden Direktur Smelting, Hiroshi Kondo mengatakan, Smelter Smelting merupakan fasilitas peleburan tembaga pertama di Indonesia, menghasilkan beberapa jenis produk tembaga.

"Sebagai peleburan tembaga pertama, kami memastikan bahwa kegiatan bisnis dalam siklus operasi kami tidak akan membahayaan lingkungan," kata Kondo, di Kawasan Smelter Smelting ‎Gresik, Jawa Timur, Kamis (20/6/2019). 

Senior Manager Technical Eksternal Smelting, Bouman T Situmorang ‎mengatakan, dari proses pemurnian ‎konsentrat tembaga di Smelter Smelting, menghasilkan katoda tembaga katoda tembaga, terak tembaga dan lumpur tembaga.

"Untuk tahun ini 57 persen diekspor, sedangkan sisanya diserap industri dalam negeri, seperti kawat dan kabel," ujar dia.

Dari beberapa jenis produk yang dihasilkan, lumpur katoda menjadi bahan baku emas dan perak.

Namun, Smelting terpaksa harus menjual seluruh lumpur anoda ke luar negeri di antaranya Jepang dan Korea, karena industri dalam negeri belum ada yang mampu mengolah menjadi emas dan perak.

"Lumpur dijual ke Jepang ke Korea secara kontrak, kalau ada pabrik yang dibangun di dalam negeri kami siap mengalihkan penjualan lumpur katoda, kalau ada peraturan yang harus memasok dalam negeri kita siap," tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.