Sukses

7 Fakta Gonjang-Ganjing Laporan Keuangan Garuda Indonesia

Bagaimana awal mula kisruh laporan keuangan Garuda? Berikut Liputan6.com rangkum jalan kasusnya.

Liputan6.com, Jakarta - Kontroversi lapongan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk akhirnya menemukan titik tamu. Maskapai berplat merah itu dijatuhi sanksi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan otoritas Bursa Efek Indonesias (BEI) akibat laporan keuangan tahun 2018 yang janggal.

Kontroversi ini dimulai pada April lalu ketika ada dua komisaris Garuda yang menolak laporan keuangan maskapai. Pasalnya, ada unsur laporan yang dinilai misleading (menyesatkan).

Padahal, pada laporan keuangan itu Garuda mencatat berhasil mendapat laba bersih USD 809.846 atau setara Rp 11,49 miliar pada tahun 2018. Angka itu meningkat tajam dari kondisi Garuda di tahun 2017 yang rugi USD 216,58 juta.

Berbagai pihak pun geger karena polemik tersebut, mulai dari serikat karyawan hingga menteri ikut angka suara. Laporan keuangan Garuda Indonesia pun akhirnya diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Berikut Liputan6.com rangkum tujuh fakta dari kronologi kasus laporan keuangan Garuda yang kontroversial.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 8 halaman

1. Dua Komisaris Tolak Laporan Keuangan

Kasus bermula pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) pada 24 April 2019.

Dua komisaris yaitu Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menyampaikan keberatan dalam laporan di dokumen soal pencatatan laporan keuangan Garuda Indonesia pada 2018. Komisaris ini mewakili PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd.

Ini terkait hasil dari perjanjian kerja sama penyediaan layanan penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia pada 31 Oktober 2018.

Dari kerja sama itu, Garuda akan mendapatkan pendapatan dari Mahata Aero Teknologi sebesar USD 239.940.000. Namun, pendapatan itu dinilai tidak dapat diakui dalam tahun buku 2018.

Dalam dokumen yang diterima media disebutkan kalau dua komisaris tersebut meminta masukan dan tanggapan kepada Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) mengenai perlakuan akuntansi transaksi kerja sama Citilink dan Mahata.

"Perjanjian Mahata ditandatangani 31 Oktober 2018, tapi hingga tahun buku 2018 berakhir, bahkan hingga surat ini dibuat, tidak ada satu pembayaran pun yang telah dilakukan oleh pihak Mahata meski pun telah terpasang satu unit alat di Citilink," tulis dokumen tersebut.

3 dari 8 halaman

2. Berbagai Pihak Angkat Suara

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno bersikeras tidak ada yang perlu dipermasalahkan dari laporan keuangan tersebut. Alasannya, Garuda sudah melibatkan auditor akuntan publik yang sudah disetujui OJK.

"Itu yang saya enggak ngerti kenapa dipermasalahkan, karena secara audit sudah keluar dan itu pakai auditor akuntan publik yang independen dan sudah dikenal dan diregister terhadap OJK," ujar dia di Purwakarta, Jumat, 26 April 2019.

Rini menjelaskan bahwa pendapatan dari piutang itu memang bukan pendapatan operasional, melainkan masuk ke pendapatan lain-lain.

Menteri Perhubungan Budi Karya pun mengaku mendengarkan klarifikasi dari berbagai pihak, mulai dari Garuda, pemegang saham, Kementerian BUMN, BPK, Komisi VI DPR, hingga Bursa Efek.

Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali meminta OJK untuk segera turun tangan. Rhenald berkata di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) pun hal seperti ini dapat terjadi, dan pihak OJK di sana langsung turun tangan.

"Seharusnya OJK dan lembaga-lembaga yang menangani pengawasan di pasar modal melakukan pemeriksaan: Ini ada apa? Karena di Wall Street itu langsung OJK-nya langsung memeriksa," ujarnya pada Minggu, 28 April 2019.

Sementara, pengamat Cris Kuntandi menilai piutang dapat diakui sebagai pendapatan. Mamun untuk masalah Garuda ia menyarankan agar melihat dari ke kontrak perjanjian awal mengenai pengakuan pendapatan.

4 dari 8 halaman

3. Karyawan Ancam Mogok

Di tengah polemik ini, karyawan Garuda malah mengancam untuk melaksanakan mogok kerja. Serikat Karyawan Garuda Indonesia (SEKARGA) mengaku kecewa karena urusan laporan keuangan ini bocor ke publik.

"Para pemegang saham dan komisaris itu kan bisa berkomunikasi di dalam. Mereka punya alat untuk itu. Jangan ngomong di luar," ujar Ketua Umum SEKARGA Ahmad Irfan Sabtu, 27 April 2019.

Irfan menyebut kisruh bisa berdampak ke para karyawan yang mencari nafkah di Garuda. Menhub Budi Karya pun turut angkat suara dan meminta agar tidak ada mogok kerja.

"Saya menghimbau agar semua stakeholders itu menahan diri, termasuk Serikat Pekerja, jangan lakukan itu (mogok kerja)," kata Menhub Budi pada Minggu, 28 April 2019.

Akhirnya, karyawan Garuda tidak ada mogok karyawan Garuda. Sekretariat Bersama Serikat (Sekber) Karyawan PT Garuda Indonesia menyebut pilot, awak kabin, dan karyawan Garuda Indonesia tetap bekerja seperti biasa.

5 dari 8 halaman

4. Mencari Kebenaran

Pada 10 Mei 2019, BPK dikabarkan tengah menyiapkan tim pemeriksa untuk mengaudit transaksi laporan keuangan Garuda.

Anggota III BPK Achsanul Qosasi mengaku pihaknya telah mengirimkan tim beberapa waktu lalu. Tim ini bekerja untuk mengevaluasi kantor akuntan publik. BPK juga telah melakukan wawancara dengan jajaran direksi, serta melakukan kajian lainnya.

OJK juga ikut mendalami laporan ini. Pihak OJK bekerja sama dengan Bursa Efek Indonesia untuk menjadi penengah dalam kisruh laporan keuangan Garuda.

"Kita masih pelajari, kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya. Belum ada kesimpulannya,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen, kepada wartawan di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis, 9 Mei 2019.

Hoesen mengatakan pihaknya juga telah bekerja sama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menjadi penengah dalam kisruh laporan keuangan Garuda. Seluruh informasi yang berkaitan dengan perseroan, laporan keterbukaan di BEI, serta public expose akan dipelajari untuk mengetahui dengan jelas kondisi perseroan.

6 dari 8 halaman

5. Hasil Audit

Pada Jumat (28/6/2019), OJK menyatakan bahwa laporan keuangan Garuda adalah salah. OJK berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, BEI, dan pihak terkait lain dalam hal ini.

OJK mengenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 100 juta kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.

OJK juga memberikan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 100 juta secara tanggung renteng kepada seluruh anggota Direksi dan Dewan Komisaris Garuda yang menandatangani laporan keuangan tersebut atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.

Sanksi dari otoritas bursa efek juga lebih besar, yakni denda Rp 250 juta. Garuda juga diminta melakukan perbaikan laporan keuangan dengan paling lambat 26 Juli 2019 mendatang.

7 dari 8 halaman

6. Sanksi dari Sri Mulyani

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjatuhkan sanksi kepada Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan.

Keduanya adalah auditor laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan Entitas Anak Tahun Buku 2018.

Sanksi yang dijatuhkan berupa:

a. Pembekuan Izin selama 12 bulan (KMK No.312/KM.1/2019 tanggal 27 Juni 2019) terhadap AP Kasner Sirumapea karena melakukan pelanggaran berat yang berpotensi berpengaruh signifikan terhadap opini Laporan Auditor Independen (LAI); dan

b. Peringatan Tertulis dengan disertai kewajiban untuk melakukan perbaikan terhadap Sistem Pengendalian Mutu KAP dan dilakukan reviu oleh BDO International Limited (Surat No.S-210/MK.1PPPK/2019 tanggal 26 Juni 2019) kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan.Dasar pengenaan sanksi yaitu Pasal 25 Ayat (2) dan Pasal 27 Ayat (1) UU Nomor 5 tahun 2011 dan Pasal 55 Ayat (4) PMK No 154/PMK.01/2017.

8 dari 8 halaman

7. Garuda Angkat Suara

Pihak Garuda mengaku menghormati pendapat regulator dan perbedaan penafsiran atas laporan keuangan tersebut. Meski demikian, VP Corporate Secretary Garuda Indonesia M Ikhsan Rosan berkata akan memeriksanya.

"Kami akan mempelajari hasil pemeriksaan tersebut lebih lanjut," ujarnya.

Menurut Ikhsan, yang dipermasalahkan oleh OJK dan Kemenkeu adalah pengakuan pendapatan atas perjanjian kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi yang diindikasikan tidak sesuai dengan standar akuntansi.

Namun, Garuda Indonesia mengklaim bahwa kontrak yang baru berjalan 8 bulan dan semua pencatatan telah sesuai ketentuan PSAK yang berlaku dan tidak ada aturan yang dilanggar.

Mahata dan mitra barunya telah memberikan komitmen pembayaran secara tertulis dan disaksikan oleh Notaris, sebesar USD 30 juta yang akan dibayarkan pada bulan Juli tahun ini atau dalam waktu yang lebih cepat.

Untuk sisa kewajiban akan dibayarkan ke Garuda Indonesia dalam waktu 3 tahun dan dalam kurun waktu tersebut akan di-cover dengan jaminan pembayaran dalam bentuk Stand by Letter Credit (SBLC) dan atau Bank Garansi bank terkemuka.

Kerjasama inflight connectivity ini merupakan bagian dari upaya Garuda Indonesia untuk terus meningkatkan layanan kepada para pengguna jasa berupa penyediaan wifi secara gratis. Garuda Indonesia juga tidak mengeluarkan uang sepeserpun dalam kerjasama ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.