Sukses

Afkir Dini Baru Berdampak ke Harga Ayam dalam Dua Bulan ke Depan

Lewat program afkir dini, panen indukan ayam dipercepat dan diharapkan berdampak ke harga ayam.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pertanian (Kementan) tengah berupaya menstabilkan anjloknya harga ayam di tingkat peternak. Salah satu opsi yang tengah dibahas adalah pengurangan produksi atau afkir dini.

Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan), Sugeng Wahyudi, mengatakan program itu sudah dibicarakan dengan pihak asosiasi atau peternak.

"Agar tidak terulang lagi di beberapa bulan ke depan, pemerintah merencanakan meminta perusahaan untuk ayam indukan itu dipanen lebih awal. Afkir dini namanya. Jumlah indukan dikurangi agar tidak terjadi oversupply lagi," ujar dia, ketika dihubungi Merdeka.com, Rabu (26/6/2019).

Dia menjelaskan, lewat program ini, panen indukan ayam dipercepat. Jika biasanya indukan ayam dipanen pada usia 70 minggu, maka dengan afkir dini ini, indukan dipanen pada usia 68 minggu.

"Babak pertama mungkin 68 minggu umur ayam rencananya sudah mau diafkir dini. Yang mestinya 70 minggu. Kalau tidak berhasil nanti ke yang umur 60 minggu," jelasnya.

Dia mengatakan program ini, baru akan terlihat hasilnya dalam rentang waktu kira-kira satu hingga dua bulan mendatang. "Sebulan, dua bulan itu (baru terlihat dampaknya). Afkir sekarang baru dua bulan (terlihat hasilnya)," tutur dia.

Dia mengatakan sebelumnya, Kementan sudah mengimbau agar harga ayam di tingkat peternak dinaikkan. Namun sayangnya imbauan tersebut tidak dapat dijalankan. Hambatan dari pelaksanaan program ini, berdasarkan pada hitungan-hitungan bisnis sederhana. Jika pasokan berlebih harga tidak dapat dikerek naik.

"Ya barangnya (ayam) banyak. Mereka tidak tahu jalan keluarnya. Dalam memasarkan kita juga problem. Kita memasarkan di tempat yang sama, yaitu di pasar tradisional," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Umbu

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Peternak Ungkap Biang Keladi Harga Ayam Anjlok di Tingkat Peternak

Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) angkat suara terkait anjloknya harga ayam di tingkat peternak. Kelebihan pasokan disebut sebagai biang keladinya.

"Ini karena lebih pasok. Menyebabkan harganya seperti ini," Sekretaris Jenderal Gopan Sugeng Wahyudi, ketika dihubungi Merdeka.com, Rabu (26/6/2019).

Kelebihan pasokan di tingkat peternak, dipicu pasokan bibit atau anak ayam yang juga tinggi. Pasokan yang berlebih menyebabkan produksi berlebih. Ujung-ujungnya membuat peternak menurunkan harga. Sebab jika tidak, maka produksi tidak terserap.

"Dimulai dengan anak ayamnya. Persediaan anak ayam itu 60 juta ekor per minggu. Untuk seluruh Indonesia. 62 persen ada di Jawa. Berawal dari situlah tragedi itu muncul. Karena barang banyak, kebutuhan tetap sehingga murah yang terjadi," ujarnya

Harga ayam yang murah ini kemudian berdampak pada timpangnya perbandingan antara harga jual dengan harga pokok produksi (HPP).

"Jadi memang sekarang harga di tingkat kandang itu jauh di bawah biaya pokok produksi. Sekitar Rp 8.000 sampai Rp 10.000 per kilogram. Ayam hidup. Sementara biaya pokok produksi kita Rp 18.500 per kilogram. Artinya luar biasa kerugiannya," urai dia.

Selisih yang signifikan antara harga jual dengan HPP, diakui Sugeng telah membuat peternak tekor cukup banyak.

"Itu bisa Rp 8.500 sampai Rp 10.000. Selisih harga jual sama harga harga pokok produksi. Itu per kilogram. Itu lah makanya kalau di Yogyakarta dan Solo itu ada upaya membagi-bagikan ayam itu wujud dari kejengkelan itu," tegas dia.

Reporter: Wilfridus Setu Umbu

Sumber: Merdeka.com

3 dari 3 halaman

Pemerintah akan Selidiki Anjloknya Harga Ayam di Tingkat Peternak

Harga ayam turun dalam beberapa hari terakhir. Peternak ayam di sejumlah daerah pun mengeluhkan kondisi harga hewan terrnaknya ini.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengaku masih akan mendalami anjloknya harga pangan tersebut. Langkahnya antara lain berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan untuk melakukan pemeriksaan langsung.

"Saya juga bingung kenapa jadi jauh bedanya peternak dengan di pasar nggak tahu saya harus cek dulu," ujar dia di Jakarta, Rabu (26/6/2019).

Menko Darmin mengatakan secara tren setelah Lebaran biasanya harga ayam stabil atau kemungkinan naik. Namun saat ini justru berbalik.

Itu sebabnya pemerintah akan turun tangan untuk melakukan pengecekan langsung. "Saya belum tahu seperti apa kejadiannya," imbuh Darmin.

Sebelumnya, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Haryo Soekartono meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution untuk memperhatikan kondisi harga pangan khususnya untuk ayam. Dari laporan yang diterimanya terdapat dua lokasi anjloknya harga ayam.

"Saya tadi sampaikan ke WA bapak ada harga pangan ayam, dari peternak Rp 7 ribu diterima, tapi dijual di pasar dengan harga Rp 29 ribu," kata Bambang Haryo di ruang sidang Badan Anggaran DPR RI, Jakarta, Selasa (25/6/2019).

Seperti diketahui, anjloknya harga ayam ras, membuat peternak di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta gulung tikar. Jika dalam kondisi normal harga ayam mencapai Rp 40.000 per ekor, namun saat ini para peternak mengobral seharga Rp 25.000 per ekor dengan berat 2 kilogram (kg).

Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Indonesia) Jawa Tengah, Parjuni mengatakan, anjloknya harga daging ayam ras di pasaran terjadi sejak April lalu. Kondisi tersebut membuat para peternak mandiri di wilayah Jawa Tengah dan DIY gulung tikar.

"Menyikapi kondisi tersebut, kami menggelar aksi obral ayam di Jalan Adi Sucipto. Aksi ini sebagai bentuk protes kepada pemerintah, selama ini sudah banyak para peternak mandiri yang gulung tikar," ujar Parjuni, kemarin.

Parjuni menilai, anjloknya harga jual ayam ras di pasaran sudah berada di bawah biaya produksi yang dikeluarkan. Sebab harga pokok produksi (HPP) sebesar Rp 18.500 per kilogram, namun harga jual saat ini hanya diangka Rp8 ribu sampai 9 ribu per kilogram.

"Kerugian peternak sudah tidak terhitung lagi, jadi wajar kalau mereka banyak yang memilih menutup usaha," katanya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini