Sukses

Sri Mulyani: Utang Pemerintah untuk Belanja Produktif

Kementerian Keuangan selalu berhati-hati dalam pengelolaan utang.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, jumlah utang Indonesia menurun pada 2019 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meski utang menurun, tetapi belanja produktif pemerintah terus naik.

"Jumlah utang di tahun 2019 ini berkurang dari tahun sebelumnya, tetapi hampir semua belanja produktif kita naik," ujar Sri Mulyani saat memberi keterangan dalam rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/6/2019).

Utang merupakan instrumen pembiayaan yang dapat bermanfaat dan berisiko tergantung cara pengelolaannya. Oleh karena itu, pengelolaan utang dengan baik menjadi hal penting yang tidak boleh diabaikan.

"Utang dapat menjadi instrumen fiskal yang bermanfaat atau berisiko, tergantung pada sumber dan pemanfaatannya. Oleh sebab itu, pengelolaan utang ini menjadi hal yang penting," jelasnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, Kementerian Keuangan selalu berhati-hati dalam pengelolaan utang. Pihaknya juga mengupayakan agar keterlibatan valas dalam utang terus mengecil.

"Kami sangat hati-hati dalam mengelola utang. Kami juga mengupayakan agar risiko valas bisa menurun, saat ini risiko valas sudah berada di bawah 40 persen, sedangkan utang jatuh tempo kita juga stabil dalam 3 tahun belakangan ini," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Utang Luar Negeri RI Capai USD 389 Miliar Hingga April 2019

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat pada akhir April 2019, utang luar negeri Indonesia (ULN) sebesar USD 389,3 miliar. Utang tersebut dinilai BI masih terkendali dengan struktur yang sehat.

Dikutip dari data BI, utang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar USD 189,7 miliar, serta utang swasta (termasuk BUMN) sebesar USD 199,6 miliar. ULN Indonesia tersebut tumbuh 8,7 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada Maret 2019 sebesar 7,9 persen (yoy). 

Hal ini karena transaksi penarikan neto ULN dan pengaruh penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS sehingga utang dalam Rupiah tercatat lebih tinggi dalam denominasi dolar AS. Peningkatan pertumbuhan ULN terutama bersumber dari ULN sektor swasta, di tengah perlambatan pertumbuhan ULN pemerintah.

BI mengungkapkan pertumbuhan ULN pemerintah melambat. Posisi ULN pemerintah pada April 2019 tercatat sebesar USD 186,7 miliar atau tumbuh 3,4 persen (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 3,6 persen (yoy). Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh pembayaran pinjaman senilai USD 0,6 miliar dan penurunan kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) milik nonresiden senilai USD 0,4 miliar akibat ketidakpastian di pasar keuangan global yang bersumber dari ketegangan perdagangan.

Pengelolaan utangpemerintah diprioritaskan untuk membiayai pembangunan, dengan porsi terbesar pada beberapa sektor produktif yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, yaitu sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (18,8 persen dari total ULN pemerintah), sektor konstruksi (16,3 persen), sektor jasa pendidikan (15,8 persen), sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,1 persen), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (14,4 persen).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini